JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Opini

IMBAS PGP BAGI EKOSISTEM SEKOLAH

Ilustrasi siswa saat belajar di ruang kelas. Foto: Joglosemarnews/Wardoyo
   
Muh. Qomari. Foto: dok

Oleh:Muh Qomari,S.Ag*

Salah satu visi pemerintah sebagaimana dimuat dalam RPJMN 2019-2024 adalah berfokus pada pengembangan sumber daya manusia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan manajemen talenta. Visi tersebut melekat dengan tugas pendidikan dan kebudayaan.

Untuk mewujudkan visi tersebut Kemdikbudristek mengembangkan rangkaian kebijakan Merdeka Belajar tahun 2019. Program riil yang sedang digencarkan oleh Kemdikbudristek adalah Pendidikan Guru Penggerak (PGP).

Program ini diikuti oleh para guru dari berbagai jenjang dari TK hingga SMA/SMK. Mereka melaksanakan kegiatan bersama dengan harapan terjadi kolaborasi antarjenjang. Praktik baik di masing-masing sekolah dipresentasikan kepada guru lain yang satu jenjang maupun berbeda jenjang.

Sering menjadi sorotan oleh beberapa pihak, apakah berbagi dengan beda jenjang itu efektif atau bahkan sebaliknya akan menjadikan guru jenjang lain minder. Kemudian apakah program pelatihan guru yang panjang (9 bulan secara kontinyu) itu mampu memberikan imbas baik terhadap sekolah masing-masing peserta?

Program pendidikan guru penggerak telah berjalan 4 angkatan. Program ini dimaksudkan untuk melatih para guru meningkatkan kualitas sumber dayanya dalam melaksanakan pembelajaran di kelas masing-masing. Sistemnya menggunakan daring dan luring dengan bimbingan fasilitator dan pengajar praktik.

Sebuah sistem pelatihan yang sangat panjang bagi para guru, namun cukup memberikan harapan. Model pelatihan ini dengan cara mempelajari, mempraktikkan, mengevaluasi dan merefleksi. Artinya setiap materi dipelajari dalam pelatihan kemudian diterapkan di kelas masing-masing yang disebut dengan aksi nyata.

Pada waktu tertentu aksi nyata ini didiskusikan dengan pengajar praktik sebagai refleksi. Setelah direfleksi diperbaiki atas kekurangannya dan kemudian diterapkan lagi di kelas.

Di Kabupaten Klaten, saat ini sedang berlangsung pendidikan guru penggerak angkatan 3 sejumlah 120 orang guru yang terbagi dari jenjang TK, SD, SMP, SMA dan SMK. Sejumlah peserta itu didampingi oleh 5 orang fasilitator dan 20 pengajar praktik. Capaian PGP sudah 50 persen secara teknisnya. Dalam perjalanan sampai setengah target waktu itu tampak antusias peserta untuk mengikuti pelatihan yang rencananya sampai bulan Juni 2022.

Efek yang muncul dari peserta selaku calon guru penggerak terhadap sekolah masing-masing cukup beragam. Pertama, munculnya guru yang mampu meningkatkan pola pembelajaran di kelas. Pembelajaran yang semula monoton yakni bersifat teacher center beralih ke student center.

Meski belum 100 persen student center, tapi pola ini sudah mulai nampak pada guru saat melaksanakan tugas pembelajaran di kelas. Dalam pola ini, peserta didik merasa senang dengan adanya perubahan pola pembelajaran. Peserta didik merasa terlibat lebih aktif dari sebelumnya yang hanya menunggu instruksi guru.

Kedua, munculnya keberanian guru untuk berbagi informasi dan sharing tentang metode pembelajaran dengan teman sejawat / guru lain di sekolah masing-masing. Dalam hal ini calon guru penggerak berani menjadi nara sumber terbatas bagi guru di sekolahnya.

Terjadinya kolaborasi maksimal antarguru diawali oleh keberanian calon guru penggerak meskipun lebih muda usianya dibandingkan dengan seniornya. Keberanian guru ini dipicu oleh kegiatan lokakarya yang dilaksanakan dalam pendidikan guru penggerak. Lokakarya dilaksanakan setiap bulan setelah calon guru penggerak menyelesaikan materi tertentu dalam pelatihan secara daring bersama fasilitator.

Ketiga, munculnya kebiasaan-kebiasaan baik sebagai disiplin budaya positif yang dilaksanakan di sekolah. Misalnya kebiasaan peserta didik menyadari kesalahan dan kemudian memperbaikinya ketika melanggar kesepakatan kelas yang dibuat oleh peserta didik itu sendiri.

Muncul pula kebebasan peserta didik untuk menentukan materi pembelajarannya sesuai dengan bakatnya, terutama pada jenjang TK. Munculnya kebiasaan baik ini merupakan bagian dari disiplin budaya positif yang harus dikembangkan di sekolah.

Keempat, adanya komunikasi yang lebih intensif antara guru dengan orang tua peserta didik. Komunikasi ini sebagai upaya menjaga disiplin positif peserta didik ketika sudah pulang sekolah. Pada hakikatnya pendidikan anak adalah tanggungjawab orang tua.

Faktanya, selama ini banyak orang tua yang selalu pasrah bongkokan terhadap sekolah dalam pendidikan anak, namun setelah berada di rumah, kendali terhadap anak kurang maksimal. Efek ini menyadarkan dan mengingatkan kepada kita bahwa setiap anak itu terlahir dalam keadaan suci dan kedua orang tuanya itulah yang akan membentuk karakter anak berikutnya.

Pola pelatihan yang panjang itu memberikan kesempatan kepada guru untuk berkolaborasi, saling berbagi, saling support dan saling menerima tanpa memandang jenjang yang berbeda. Dengan pola ini, praktik baik yang sudah dilakukan pada jenjang TK dapat diberikan kepada guru yang berada pada jenjang yang lebih tinggi, begitu pula sebaliknya. Keberadaan mereka semua adalah setara yakni menjadi pendidik yang akan membentuk karakter generasi bangsa.

Efek positif dari pendidikan guru penggerak tersebut menunjukkan adanya manfaat yang dirasakan oleh sekolah atas adanya pendidikan guru penggerak meskipun tidak semua guru mengikuti pelatihan secara langsung.

Pengimbasan PGP terhadap sekolah dilaksanakan oleh peserta secara langsung tanpa harus menunggu pelatihan itu selesai dilaksanakan. Pengimbasan yang dilakukan secara kontinyu dan konsisten akan memberikan dampak positif terhadap kualitas individu pendidik.

Sumber daya yang berkualitas akan melahirkan sumber daya yang memberdayakan. Dengan pola memberdayakan itulah akan mempercepat peningkatan kualitas individu pendidik dalam rangka meyambut kebijakan pemerintah tentang Merdeka Belajar.

Program pelatihan PGP ini diharapakn mampu menggerakkan semua praktisi pendidikan yang dimotori oleh guru yang berhadapan langsung dengan peserta didik. Program pendidikan guru penggerak ini memberikan bekal kepada para guru untuk meningkatkan kualitas dirinya sehigga mampu menjadi tokoh yang menggerakkan komunitas praktisi.

Kebijakan Merdeka Belajar Kemdikbudristek dimaksudkan untuk mengubah pola pikir publik dan pemangku kepentingan pendidikan menjadi komunitas penggerak pendidikan.

Merdeka Belajar adalah kemerdekaan belajar yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar senyaman mungkin dalam suasana bahagia tanpa adanya rasa tertekan. Sekolah sebagai intitusi pendidikan bertugas untuk mewujudkan visi tersebut.

Bertolak pada visi Merdeka Belajar dan efek PGP tersebut di atas maka ekosistem sekolah dan komunitas praktisi hendaknya menyadari bersama bahwa kehadiran pelatihan dalam pendidikan guru pengerak saat ini mampu memberikan imbas yang baik terhadap kemajuan pendidikan.

Ekosistem sekolah agar terus memberikan dukungan yang penuh kepada calon guru penggerak. Pelatihan mereka tidak hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri namun juga akan bermanfaat bagi sekolah, peserta didik, guru dan orang tua siswa. Ekosistem sekolah dan komunitas praktisi hendaknya bersiap untuk menyambut kebijakan Merdeka Belajar oleh Kemdikbudristek.(*)

 

*) Penulis adalah guru pada SDII Nurul Musthofa Juwiring Klaten.

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com