BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Saat ini di Boyolali masih ada puluhan ribu rumah tak layak huni (RTLH).
Sementara, dana bantuan rehab dari pemerintah dilakukan bertahap sesuai kemampuan.
“Saat ini tercatat jumlah RTLH mencapai 36.708 yang tersebar di 22 kecamatan. Penuntasan RTLH akan dilakukan secara bertahap melalui bantuan dari Pemkab Boyolali maupun pemerintah pusat,” ujar Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPKP) Hendrarto Setyo Wibowo, Selasa (1/3/2022).
Dijelaskan, Pemkab Boyolali menganggarkan rehab 1.000 unit RTLH pada tahun 2022 ini.
Jumlah tersebut tersebar di 53 desa yang berada di 17 kecamatan. Pemilik rumah akan menerima Rp 12,5 juta.
Sesuai dengan ketentuan pemerintah pusat, maka satu orang menempati rumah seluas hampir 8 meter persegi.
Sehingga, jika anggota keluarganya ada 4 orang, maka luasan lahan yang harus dipenuhi sekitar 32 meter persegi.
Adapun rehabilitasi RTLH tahun ini masih didominasi wilayah Boyolali utara. Terutama wilayah Kecamatan Wonosamudro dan Wonosègoro.
Bantuan RTLH hanya menyasar masyarakat dari keluarga miskin.
“Mereka terdaftar dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) maupun data pusat.”
Adapun besaran dana untuk pembangunan RTLH perunit berbeda. Untuk dana dari BSPS mengacu pada tahun lalu sebanyak Rp 20 juta/unit. Sedangkan dari DAK berupa sharing dana yakni sebanyak Rp 20 juta anggaran dari pusat dan Rp 15 juta dari APBD Boyolali.
“Sehingga anggaran pembangunan RTLH DAK mencapai Rp 35 juta/unit.”
Kemudian dari ABPD Provinsi alokasi dana sebesar Rp 12 juta dan APBD Boyolali sebanyak Rp 12,5 juta.
Lokasi pembangunan RTLH juga merata di 22 kecamatan. Khusus alokasi DAK pembangunan RTLH difokuskan pada enam daerah kumuh yang telah ditetapkan Bupati Boyolali pada 2020 lalu.
“Yakni Kecamatan Boyolali Kota, Mojosongo, Teras, Banyudono, Sawit dan Ngemplak. DAK memang dikhususkan untuk daerah yang masuk wilayah kumuh sesuai dengan keputusan bupati. Dan IsyaAllah, pembangunan RLTH sudah tersentuh semua.”
Penerima bantuan juga diminta untuk membuat kelompok masyarakat (Pokmas). Harus ada struktur organisasi yang jelas seperti, ketua, sekretaris, bendahara dan lainnya. Dilanjutkan dengan pengajuan proposal ke DPKP.
“Kemudian dinas akan mengajukan ke Bupati untuk dikeluarkan SK yang diserahkan ke Badan Keuangan Daerah (BKD). Guna proses pencairan uang melalui bank yang ditetapkan pemerintah.” Waskita