JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Kiamat Investasi Gara-gara LSD, Bupati Sragen Layangkan Protes, Surati Menteri hingga Presiden

Kusdinar Untung Yuni Sukowati. Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penetapan luasan lahan sawah dilindungi (LSD) oleh pemerintah pusat yang berdampak menggusur lahan-lahan untuk zona industri di Sragen, membuat Pemkab setempat melayangkan protes.

Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati mengaku kecewa dengan turunnya peta LSD dari pusat.

Sebagai bentuk protes, ia bahkan langsung mengirimkan surat ke sejumlah menteri hingga Presiden Joko Widodo.

Surat tersebut dilayangkan dengan harapan agar penetapan LSD bisa ditinjau ulang. Sehingga tidak mematikan iklim investasi dan pembangunan di daerah khususnya Sragen.

“Kami sudah mengirim surat yang kedua (ke Kementerian ATR/BPN) dan diminta untuk meng-hold semua. Padahal untuk meng-hold semua itu tidak semudah itu. Karena semua udah teranggarkan dan semua investor sudah masuk, bagaimana kalau begitu?,” ujar Bupati dengan mimik kesal kepada wartawan, Selasa (22/3/2022).

Bupati Yuni menguraikan surat itu dilayangkan dengan harapan agar dilakukan tinjauan ulang terhadap LSD Sragen.

Sebab LSD yang turun awal Februari 2022 lalu itu, banyak tidak selaras dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana detail tata ruang (RDTR) yang sudah disusun dan ditetapkan oleh Sragen.

Celakanya, banyak lahan di LSD yang ditetapkan sebagai sawah dilindungi itu dalam RTRW maupun RDTR, sudah dirubah peruntukkannya menjadi lahan untuk zona industri, perumahan dan investasi lainnya.

Bahkan, sejumlah investor dan pengembang sudah menanamkan investasinya di lahan-lahan kawasan industri itu. Sehingga jika tidak dilakukan peninjauan ulang, maka arus investasi dan pembangunan akan mandeg.

Baca Juga :  Kronologi Kebakaran Rumah Faturohman Anggota DPRD Sragen Fraksi PKB

“Lha ini pertumbuhan ekonomi kita mau naik atau tidak. Jangan salah lho, RTRW kita sudah punya kesepakatan terkait luasan persawahan milik kita. Sudah diskusi dan panjang lebar kalau Sragen ini kan termasuk penyangga pangan. Sehingga luasan sawah pun sudah sesuai sekian hektare. Kita sudah sepakat RTRW oh zona ini untuk industri, zona ini untuk perumahan. Terus semua setelah itu LSD jadi hijau semua terus bagaimana. Kalau begitu, untuk apa kita membuat RTRW yang butuh waktu 3 tahun lebih untuk membuatnya,” urai Bupati.

Ia tak menampik LSD yang ditetapkan pusat itu akan berdampak buruk bagi pembangunan dan pertumbuhan investasi di Sragen.

Menurutnya saat ini sudah ada lebih dari dua investor yang masuk dan berinvest di lahan zona industri. Belum lagi pengusaha lokal yang sudah ancang-ancang ingin membuat sekolah dan pengembang perumahan.

“Mereka mau membuat ini itu, ternyata semua lahan untuk perumahan, pengembang itu semua masuk LSD. Padahal di situ sudah jelas itu adalah lahan industri,” jelasnya.

Ia menggambarkan mayoritas investor dan pengembang itu, saat ini sudah berinvestasi membeli tanah. Bahkan ada sebagian yang sudah memulai proses membangun.

Namun dengan penetapan LSD yang bergeser itu membuat mereka akhirnya terkendala ketika hendak mengurus izin pengeringan.

Baca Juga :  Kronologi Penangkapan Wahyu alias Kenyung Tersangka Hipnotis Nenek-menek di Plupuh Sragen, Pelaku Berhasil Membawa Kabur Uang Tunai 20 Juta, 5 Sertifikat Tanah dan Perhiasan

“Ternyata setelah dicek dan diajukan pengeringan, lokasi-lokasi yang sebelumnya dibolehkan itu kini masuk dalam LSD. Sehingga Badan Pertanahan Nasional (BPN) akhirnya tidak berani memberikan izin rekomendasi teknis (Rekomtek),” tandasnya.

Surat protes itu dilayangkan lantaran selama ini penetapan LSD itu dilakukan tanpa koordinasi dan melibatkan pemerintah di daerah.

“Kita tidak diajak rembukan juga. Makanya ini kita tanyakan dan kita pertanyakan ini untuk ditinjau ulang,” tegasnya.

Raden Suparwoto. Foto/Wardoyo

Kepala DPU Sragen sekaligus PLT Kepala Disperkim, Raden Suparwoto menambahkan penetapan LSD dari Kementerian ATR/BPN itu memang ada selisih 1000 hektare dari luasan LSD yang ditetapkan Pemkab Sragen.

Di mana Pemkab Sragen menetapkan 42.000 hektare sedangkan LSD yang ditetapkan oleh Kementerian tercatat 43.000 hektare.

Meski selisihnya hanya 1.000 hektare, realita di lapangan, lahan irisan pada LSD yang ditetapkan itu ternyata sebagian besar adalah lahan-lahan yang di dalam RTRW dan RDTR sebelumnya sudah ditetapkan sebagai zona industri.

Sehingga jika dipaksakan mengacu LSD, banyak investor yang tidak akan bisa melanjutkan investasinya karena lahannya tidak bisa terbit rekomtek untuk pengeringan.

“Makanya Bu Bupati sudah kirim surat ke mana-mana. Ke Kementerian ATR/BPN, kementerian PUPR, Kementerian Investasi dan ke Pak Presiden. Intinya mohon waktu untuk menyampaikan persoalan itu. Karena bukan soal angka selisih 1.000 hektare itu, tapi selisih segitu riil di lapangan sleknya (gesernya) hampir 10.000 hektare,” terangnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com