YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Beralasan gaji yang diterimanya tidak mencukup kebutuhan hidup, dua pria di Yogyakarta ini nyambi menjadi pengedar obat-obatan terlarang.
Sayang, usaha yang tak berkah itu malah berbuah malapetaka. Karena keduanya berhasil diringkus oleh tim Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polresta Yogyakarta.
Anggota Satresnarkoba Polresta Yogyakarta meringkus dua orang pengedar obat-obatan terlarang jenis yarindo tersebut.
Total barang bukti yang disita dari penangkapan kedua tersangka sebanyak 1.480 butir pil Yarindo yang siap edar.
Kanit 1 Satresnarkoba Polresta Yogyakarta AKP Widodo mengagakan, pengungkapan tindak pidana penyalahgunaan obat-obatan terlarang itu bermula dari informasi masyarakat terkait adanya transaksi jual beli narkotika di wilayah hukum Polresta Yogyakarta.
Polisi melakukan penyelidikan, lalu berhasil meringkus DTW (29) seorang karyawan swasta.
Saat digeledah, DTW kedapatan menyimpan, memiliki serta mengedarkan obat terlarang itu.
“Kami lakukan upaya penangkapan kepada saudara DTW di tempat tinggalnya.”
“Dia ditangkap karena mengedarkan pil jenis Yarindo,” katanya saat jumpa pers di Mapolresta Yogyakarya, Kamis (14/4/2022).
Dari tangan tersangka DTW, polisi mengamankan barang bukti berupa 480 butir pil jenis Yarindo, uang tunai sebesar Rp 300.000, 1 Hp dan 1 ATM.
Sebelumnya, polisi terlebih dahulu menangkap RY (24) seorang wiraswasta asal Gamping, Sleman lantaran sama halnya dengan DTW yakni mengedarkan pil terlarang jenis Yarindo.
RY ditangkap polisi pada Sabtu (9/4/2022) malam. Polisi juga menyita 1000 butir pil jenis Yarindo dari tangan tersangka RY.
“RY ini warga Gamping. Dia juga turut kami amankan karena hendak mengedarkan pil tersebut,” ungkap Widodo.
Setelah didalami, keduanya nekat menjual obat-obat terlarang lantaran gaji yang diterima sebagai karyawan sedikit atau tidak memenuhi kebutuhannya.
“Kemungkinan begitu (gaji kurang) Jadi untuk memenuhi kebutuhan yang kurang, istilahnya mereka ini nyambi jual pil yerindo,” terang dia.
Atas tindakannya tersebut, mereka dijerat pasal 196 Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
“Ancaman hukumannya maksimal 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar,” pungkasnya.