PEKALONGAN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sebagai salah satu daerah dengan Islam yang kental, Jawa Tengah juga memiliki jejak peradaban Islam yang menjadi saksi sejarah.
Salah satunya ada di Kota Pekalongan. Di kota yang berada di pesisir pantai utara ini, berdiri Masjid Jami Aulia yang menjadi saksi sejarah rintisan peradaban Islam di Jawa Utara.
Bangunan masjid yang berada di wilayah Kelurahan Sapuro Kebulen, Kota Pekalongan tersebut menyimpan sejarah perkembangan ajaran Islam wilayah setempat.
Berdasarkan data, masjid itu diperkirakan dibangun pada 1035 Hijriyah.
Selain bangunannya khas peradaban lawas, adanya Alquran berukuran raksasa di masjid itu juga menandakan bahwa keberadaan masjid itu sudah berusia lampau.
Di masjid tersebut terdapat beberapa bagian tempat salat. Di bagian dalam terdapat sebuah tempat imam, mimbar kayu, serta empat tiang utama atau soko guru.
Di tiap tiang terdapat nama pendiri masjid yaitu yakni Kiai Maksum, Kiai Sulaiman, Kiai Lukman, dan Nyai Kudung.
Ketua Umum Yayasan Masjid Jami Aulia Sapuro KH Ahmad Dananir Dananjoyo mengatakan, keempat pendiri masjid itu merupakan utusan dari Kerajaan Demak Bintoro.
Dari cerita sejarah yang diterimanya, para pendiri itu semula hendak membangun masjid di Alas Roban Kabupaten Batang.
“Keempatnya (para pendiri) itu telah membuat pondasi masjid di Alas Roban itu dan juga sudah membuat mihrab, sudah membuat sumur. Setelah pondasi dibangun, biasa adat Jawa mengadakan acara istikarah (Salat Istikarah). Ternyata pada Istikarah itu, keempat tokoh itu mendapatkan amanat, mendapatkan petunjuk bahwa di tempat tersebut tidak akan menjadi perkampungan. Maka dipilihlah ke Sapuro,” kata Dananir ditemui di rumahnya tak jauh dari Masjid Aulia.
Akhirnya, keempat pendiri memutuskan pindah ke Sapuro untuk pendirian masjid dan bukan di Alas Roban.
Sejarah itu pernah dibuktikan oleh tim panitia rehabilitasi Masjid Aulia pada 1970. Para panitia mengecek lokasi yang diyakini merupakan lokasi rencana pendirian masjid di Alas Roban.
“Ternyata betul di sana ada pondasi, sumur, maupun mihrab di Alas Roban,” jelasnya lebih lanjut.
Di antara pemisah bagian dalam dan luar tempat salat di Masjid Aulia terdapat pintu yang di atasnya bertulis huruf Arab.
Adapun tulisan berbahasa Arab itu memperlihatkan tulisan angka 1035 Hijriah. Dananir menuturkan jika tulisan 1035 Hijriah merupakan tahun pembuatan masjid.
Dengan demikian dia menyimpulkan jika usia masjid sudah lebih dari 400 tahun.
“Sehingga kalau dihitung sekarang 1443 H. Kira-kira lebih dari 400 tahun,” bebernya.
Dengan lamanya masjid itu berdiri, disimpulkan jika masjid ini bisa dikatakan sebagai bangunan masjid tertua di Eks Keresidenan Pekalongan.
Hal itu dibuktikan, pada tahun 1970, pihaknya membagikan secara singkat sejarah Masjid Aulia, yang ketika itu masih bernama Masjid Galuh Rantai.
“Sampai sekarang tidak ada yang menolak jika (disebut) masjid tertua se-Keresidenan Pekalongan,” imbuhnya.
Adapun perubahan nama masjid yang semula Masjid Galuh Rantai menjadi Masjid Aulia karena lokasinya berada di tengah-tengah kompleks makam waliullah.
Seperti Habib Ahmad, Habib Alwi, Habib Hasyim dan lainnya. Di bagian luar sebelah kiri masjid terdapat Al-Qur’an berukuran tak biasa.
Dananir memperkirakan Al-Qur’an itu berukuran kira-kira 2 meter x 2,30 meter. Dengan isinya hanya bagian dari juz 30 yang ditulis oleh Haji Rahmat warga Kraton, Pekalongan. Sampai sekarang banyak yang mengunjungi Al-Qur’an besar itu.
“Karena Al-Qur’an besar pertama ada di Masjid Aulia Sapuro. Sebelum daerah lain bikin, sini lebih dulu. Sehinggga cukup dikenal sampai sekarang,” pungkasnya. Wardoyo