Beranda Daerah Sragen Bunuh Diri dalam Pandangan Islam, Ketua MUI Sebut Dosa Besar Tapi Belum...

Bunuh Diri dalam Pandangan Islam, Ketua MUI Sebut Dosa Besar Tapi Belum Tentu Masuk Neraka!

Warga saat mendapatkan jenazah bapak dan anak asal Grasak Gondang Sragen yang tewas gantung diri di rumahnya, Jumat (6/5/2022) sebelum dimakamkan dalam satu liang lahat berdampingan. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Maraknya fenomena bunuh diri di Kabupaten Sragen menuai keprihatinan berbagai kalangan.

Terbaru, tiga warga di Sragen ditemukan tewas gantung diri pada akhir pekan lalu. Depresi akibat tekanan ekonomi dan penyakit tak kunjung sembuh disebut-sebut jadi pemicunya.

Lantas bagaimana bunuh diri dalam pandangan agama Islam? Meski termasuk dosa besar, orang yang bunuh diri disebut tak lantas otomatis bakal masuk neraka.

Penjelasan itu disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sragen, KH Minanul Aziz. Kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , ia mengatakan dalam agama Islam sudah ditegaskan bahwa bunuh diri adalah perbuatan dosa besar yang dilarang oleh Allah SWT.

Namun apabila pelaku bunuh diri itu seorang muslim, tidak otomatis dinyatakan keluar dari Islam.

Sebab dalam sebuah hadist, Rasullullah SAW pernah bersabda bahwa muslim yang bunuh diri bisa masuk nekat tapi juga bisa masuk neraka.

“Artinya kalau dia muslim, tidak otomatis karena bunuh diri langsung keluar dari Islam. Dia tetap muslim, bisa masuk surga tapi juga bisa masuk neraka. Namun yang jelas bunuh diri itu perbuatan dosa besar,” paparnya Senin (9/5/2022).

Minanul menilai banyak faktor yang melatarbelakangi aksi bunuh diri.
Biasanya bunuh diri dipicu masalah pribadi, masalah keluarga dan faktor lainnya.

Menurutnya, kasus bunuh diri memang menjadi keprihatinan bersama dan butuh penanganan dari berbagai pihak.

Ia memandang ada dua hal penting yang harus diperkuat dalam diri masyarakat. Yakni penguatan karakter dan keimanan.

“Orang bunuh diri itu karena kurang kuat menghadapi ujian. Makanya perlu penguatan keimanan dan karakter. Kalau keimanannya kuat, ada masalah pasti tidak akan mudah putus asa,” urainya.

Baca Juga :  Teror Menjelang Masa Tenang Pilkada Sragen 2024: Muncul Spanduk Provokatif di Gondang, Sidoharjo, dan Sragen Kota

Lebih lanjut, Minanul Aziz menyampaikan penguatan keimanan dan ketaqwaan itu bisa dilakukan dengan melalui ikut kegiatan pengajian-pengajian untuk muslim.

Bagi penganut agama lain, bisa memperbanyak kegiatan ibadah. Sebab menurutnya semua agama pada prinsipnya mengajarkan kebaikan.

Dengan sering mengikuti kegiatan ibadah dan pengajian, diyakini akan membentengi seseorang dan lebih kuat apabila menghadapi cobaan dalam hidupnya.

Peran semua pihak, mulai dari lingkungan sekitar hingga pemerintah juga dipandang perlu untuk mengurai dan meminimalisir kondisi yang bisa memicu bunuh diri.

“Memang tanggungjawab bersama dan harus semua pihak. Tidak hanya pemerintah, masyarakat, tokoh agama dan lingkungan sekitar harus ikut membantu,” terangnya.

Soal kondisi keterbatasan ekonomi, Minanul menyebut bukanlah hal dominan yang memicu pelaku bunuh diri.

Menurutnya kunci utama yang membentengi bunuh diri justru adalah keimanan dan ketaqwaan.

“Yang ekonominya terbatas kan juga banyak, tapi nggak terus kemudian bunuh diri. Kalau dia imannya kuat dan bisa menghadapi ujian, tidak akan sampai bunuh diri,” terangnya.

Pernyataan itu disampaikan menyikapi tragedi bunuh diri yang belakangan kembali merebak di Sragen. Terbaru, tiga orang di Gondang dan Kedawung, nekat mengakhiri hidupnya di tali gantungan pada Jumat (6/5/2022) lalu.

Tiga korban itu masing-masing bapak anak di Dukuh Grasak, Desa Gondang, Arifin (40) dan putrinya Saqilla Love Afilah Sungkar (5).

Ia ditemukan gantung diri bareng di rumah mereka Dukuh Grasak RT 43, Gondang, Sragen.

Dalam waktu yang sama, seorang bapak muda bernama Suwanto (34) warga Dukuh Randusari RT 0 B, Desa Pengkok, Kecamatan Kedawung, juga ditemukan tewas gantung diri di dapur rumahnya dengan tali senar.

Tiga kasus bunuh diri itu makin menambah panjang daftar rentetan kejadian harakiri di Bumi Sukowati.

Baca Juga :  Gerakan Pembaharuan Sragen (GPS) Terbelah, Tokoh-Tokoh Senior Berbalik Mendukung Bowo-Suwardi di Pilkada Sragen 2024

Fakta miris itu juga seolah memperkuat catatan buruk maraknya fenomena bunuh diri di Sragen dalam beberapa tahun terakhir.

Bahkan, dalam hitungan setahun, jumlah warga Sragen yang bunuh diri bisa mencapai 36 orang. Mereka mengakhiri hidup dengan berbagai cara mulai dari gantung diri, nyemplung sumur, terjun ke sungai hingga nenggak racun serangga.

Data yang dihimpun JOGLOSEMARNEWS.COM dari Polres mencatat selama kurun setahun terakhir dari 2020 hingga awal 2021 lalu, tercatat sudah 36 warga di Bumi Sukowati yang memutuskan mengakhiri hidupnya secara harakiri atau bunuh diri.

Ironisnya lagi, mayoritas kasus bunuh diri itu dilakukan dengan gantung diri dan nyebut ke sungai atau terjun dari jembatan.

Motif kesulitan ekonomi dan depresi akibat sakit berkepanjangan menjadi faktor paling dominan yang melatarbelakangi aksi bunuh diri tersebut.

Fakta itu terungkap dari hasil analisa dan evaluasi (Anev) kasus tahunan yang terekam di Polres Sragen tahun 2020 dan awal 2021 lalu. Wardoyo