Beranda Daerah Boyolali Harga Cabai Tinggi, Tapi Petani Cabai Masih Merugi, Ternyata Ini Sebabnya

Harga Cabai Tinggi, Tapi Petani Cabai Masih Merugi, Ternyata Ini Sebabnya

Petani cabai di Boyolali tengah memanen / Foto: Waskita

BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM Petani tak sepenuhnya bisa merasakan dampak tingginya harga cabai di pasar tradisional. Gara-garanya, serangan penyakit pathek mengakibatkan hasil panen tidak maksimal.

Ya, tanaman yang diserang penyakit pathek mengakibatkan munculnya bercak hitam pada buah cabai. Akibatnya, buah cabai mengering dan rontok. Tak hanya itu saja, ranting dan barang tanaman pun lama kelamaan kering dan mati.

“Ya seperti ini, panen tidak maksimal karena ada pathek,” ujar Ngatiyem (59) petani asal Dukuh Barengan, Desa Salakan, Kecamatan Teras, Senin (20/6/2022).

Dijelaskan, saat awal panen dua bulan lalu, panen masih bagus. Tiap tiga hari sekali dia panen minimal 10 kg. Hasil panen kemudian dijual kepada pedagang pengepul dengan harga Rp 50.000/kg.

Kini setelah dua bulan, penyakit pathek mulai menyerang. Sehingga hasil panen pun merosot drastis. Untuk mengurangi kerugian, dia terpaksa memanan cabai hampir tiap hari. Cabai yang bagus dipisahkan.

Baca Juga :  Warga Geruduk Balai Desa Terkait Rumah Pemotongan Ayam, Ini Respon DLH Boyolali

Kemudian untuk buah cabai yang terkena pathek dikumpulkan di wadah lainnya.

“Lalu dipilih, yang masih layak bisa dijual Rp 8.000 /kg. Yang tak layak dibuang. Untuk cabai yang bagus dibeli pengepul dengan harga Rp 75.000/kg, paling hanya dapat 2 kg.”

Jimo (62) suami Ngatiyem menambahkan, serangan penyakit pathek dipicu tingginya curah hujan. Bahkan, meski saat ini sebenarnya sudah memasuki musim kemarau, ternyata hampir tiap hari turun hujan. Sehingga kondisi tanah lembab memicu muculnya pathek.

“Kami sudah melakukan penyemprotan fungisida hingga memperbaiki  parit- parit, namun penyakit tak juga hilang. Akhirnya kami hanya bisa pasrah.”

Kondisi serupa diungkapkan Wito (64) petani lainnya. “Kondisi petani berat, mas. Saat ini harga cabai tinggi, tetapi cabai hancur karena pathek. Petani pun tak sepenuhnay bisa menikmati harga cabai yang tinggi.” Waskita