Beranda Daerah Solo Tak Kuat Bau Busuk, Warga RT 03/IX Karangasem, Solo Tolak Keberadaan...

Tak Kuat Bau Busuk, Warga RT 03/IX Karangasem, Solo Tolak Keberadaan TPS Baturan

Melalui spanduk, warga RT 03/IX Karangasem, Solo menolak keberadaan TPS Baturan yang dianggap mengganggu kesehatan warga / Foto: Istimewa

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Lantaran tak kuat menahan bau busuk yang ditimbulkan dari keberadaan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah Baturan, Colomadu, Karanganyar, warga RT 03/IX Kelurahan Karangasem, Kecamatan Laweyan, Solo serentak melakukan aksi penolakan.

Penolakan itu diwujudkan dalam pemasangan spanduk yang besar di depan area TPS yang bersebelahan dengan Sungai Gajah, yakni sungai yang membatasi wilayah RT 03/IX Karangasem, Solo dengan Baturan, Colomadu, Karanganyar.

Menurut catatan Joglosemarnews, aksi penolakan seperti itu bukan pertama kalinya mereka layangkan. Misalnya, bulan Januari 2021 lalu, warga setempat juga sudah melayangkan protes kepada pihak pengelola, karena asap hasil pembakaran membuat warga RT 03 “mabuk asap”.

Hanya saja, aksi protes saat itu belum mendapatkan solusi dari para pemangku kepentingan. Kini, ketika sampah semakin menumpuk, asap pembakaran mengganggu mata dan pernafasan, sementara baunya yang busuk mengganggu kesehatan, warga kembali didera kejengkelan.

Melalui aksinya kali ini, warga menyatakan menolak keberadaan TPS Sampah Baturan. Mereka menuntut pihak-pihak berwajib untuk menutup TPS  tersebut demi mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat bagi warga.

Warga RT 03/IX yang juga Ketua Bank Sampah Gajah Putih, Widodo mengaku, persoalan sampah di TPS Perum Fajar Bangun tersebut sebenarnya sangat meresahkan warga RT 03 RW 9.

Dia mengatakan, pada awalnya, TPS tersebut memang hanya untuk warga perumahan Fajar Bangun. Namun dalam perkembangannya, TPS tersebut digunakan sebagai tempat membuang sampah oleh hampir semua warga Kelurahan Baturan, Colomadu, Karanganyar.

Baca Juga :  Demo "Adili Jokowi" di Solo Cuma Berlangsung 10 Menit, Massa Membubarkan Diri Lantaran Hujan Deras

Widodo mengaku, bersama dengan warga lain dia pernah melaporkan secara lisan ke pihak Kelurahan Karangasem, namun nyatanya sampai sekarang problem sampah tidak selesai, malah semakin ruwet.

“Kami ini kan warganya juga, tapi kami lapor tidak ada respon sama sekali,” ujar Widodo.

Sementara Ketua RT 03, Sri Sudarini, SPd mengatakan, sebenarnya persoalan sampah tersebut sudah terjadi sejak lama. Sejauh ini yang dilakukan adalah melalui jalur regulasi.

“Bahkan ada beberapa warga pernah mengajak berdemo, tapi saya larang. Kita gunakan jalur yang benar saja, regulasi,” ujarnya ketika itu.

Melalui jalur  regulasi tersebut, Rini, sapaan akrab Sri Sudarini mengatakan, pihaknya sudah pernah mengirimkan surat ke Lurah Karangansem, Camat Laweyan, Walikota, termasuk berkirim surat ke kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Solo.

Warga sempat mendapatkan titik terang, ketika tahun 2019 lalu ada warga yang melapor ke Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo terkait problem sampah tersebut.

Berkat laporan itulah, Gubernur sempat mempertemukan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Karanganyar dengan DLH Kota Solo dan pemilik lahan.

Hasilnya, ujar Rini, pihak DLH Karanganyar bersedia untuk memindah TPS Fajar Bangun tersebut ke daerah Jumantono, Karanganyar pada Desember 2020.

“Tapi ini Desember sudah lewat, tapi belum ada tanda-tanda realisasinya. Ia tak tahu faktor apa yang menyebabkan TPS tersebut tak juga segera dipindah,” ujarnya saat itu.

Baca Juga :  FX Rudy Usulkan Tarik Kongres PDIP ke Solo, Ternyata Ini Alasannya

Rini mengatakan, apabila pihak DLH Karanganyar belum mampu memindahkan TPS tersebut sesuai kesepakatan, ia berharap pengelolaan sampah di TPS tersebut dilakukan dengan benar dan tidak dibakar. Pasalnya, membakar sampah menciptakan siksaan dan mengganggu kesehatan warga terdekat.

Namun ternyata, sampai setahun lewat, tak ada solusi apapun terkait persoalan TPS Sampah Baturan tersebut. Tanda-tanda dimulainya pemindahan lokasi TPS ke Jumantono seperti yang direncanakan juga tidak pernah terealisasi.

Kesabaran warga pun sudah habis. Jalur regulasi tak lagi efektif digunakan, sehingga warga pun serentak bergerak untuk melakukan aksi penolakan melalui spanduk.  Suhamdani