JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penggunaan ganja sebagai obat secara medis, masih memunculkan reaksi pro dan kontra di kalangan medis maupun masyarakat.
Di satu sisi, legalisasi ganja medis masih ditunggu oleh banyak pihak untuk saat ini.
Mengenai hal itu, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr. M. Adib Khumaidi, SpOT mengatakan penggunaan, ganja medis masih memerlukan pengkajian yang mendalam guna memastikan keamanan dan keselamatan pasien.
“Kita harus benar-benar mengkaji ini karena setiap apapun yang diberikan kepada kita, apalagi yang sifatnya medicine, pasti akan ada namanya efek samping dan itu tetap harus jadi perhatian,” kata Adib.
Menurut Adib, obat baru harus berbasis bukti klinis. Menurutnya, perlu dikaji apakah obat tersebut dapat dijadikan sebagai obat utama, obat pendukung yang diberikan bersamaan dengan obat lain, atau obat alternatif jika pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
“Ini yang harus kita pahami karena dalam penatalaksanaan sebuah penyakit itu ada yang namanya golden standard, mana yang harus kita obati dan mana pengobatannya. Semuanya melewati proses berbasis bukti,” jelas Adib.
Jadi, menurut Adib, kita harus benar-benar mengevaluasi dalam bentuk riset karena kepentingan kita saat ini adalah keselamatan pasien.
Adapun proses riset ganja tersebut meliputi berbagai tahapan, termasuk pengumpulan jurnal-jurnal ilmiah yang sudah ada untuk dijadikan referensi, analisis data, hingga tahap uji klinis.
Adib kemudian mengatakan IDI siap berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan untuk membuat kajian ilmiah mengenai ganja medis.
“Bersama Kementerian Kesehatan, kami siap untuk berkolaborasi, untuk benar-benar membuat satu kajian based on research mengenai ini. Tapi yang paling penting tentunya pengobatan-pengobatan yang sudah menjadi golden standard pun harus kita lakukan,” ujar Adib.
“Saya kira nanti kita juga bisa libatkan para pakar, seperti pakar farmakologi untuk melakukan pengkajian ini. Kemudian, lembaga-lembaga riset, semuanya, saya kira akan dilibatkan.”