WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Di Wonogiri ternyata tidak hanya terdapat satu masjid tiban, Masjid Tiban Wonokerso Sendangrejo Kecamatan Baturetno Wonogiri.
Ada satu lagi masjid tiban yang berlokasi belasan kilometer sebelah selatan Masjid Tiban Wonokerso Sendangrejo Kecamatan Baturetno Wonogiri.
Adalah Masjid Tiban Tempurkali Desa Bulurejo Kecamatan Giriwoyo Wonogiri.
Takmir Masjid Tiban Tempurkali Mulyono menyebutkan, Masjid Ar Rahman disebut Masjid Tiban Tempurkali lantaran awalnya tempat tersebut merupakan lahan kosong luas di tepi sungai Bengawan Solo Hulu.
Tepatnya berlokasi di antara pertemuan dua arus sungai atau disebut tempuran kali oleh masyarakat setempat.
Tetiba warga kemudian mengetahui di lokasi itu sudah berdiri sebuah masjid. Padahal tidak ada kabar berembus sebelumnya soal rencana pembangunan masjid.
Masjid Tiban Tempurkali itu berdiri sekitar tahun 1738.
Takmir Masjid Tiban Tempurkali Mulyono mengatakan, setelah ditemukan, Masjid Tiban Tempurkali digunakan untuk berdakwah oleh sejumlah tokoh Islam di Wonogiri selatan. Misalanya Kiai Nur Muhammad, Kiai Zein, Kiai Anwar Sanusi, dan Kiai Ilyas Basuki.
“Peninggalan yang masih ada itu Al Quran dan tempat membacanya, buku kutbah, dan bangunan kerangka atap masjid dan bedug. Peninggalan itu semua agemane Kiai Nur Muhammad dan rekannya,” ungkap Takmir Masjid Tiban Tempurkali Mulyono baru baru ini.
Masjid Ar Rahman atau yang dikenal masyarakat dengan sebutan Masjid Tiban Tempurkali itu masih banyak didatangi orang dari luar daerah. Selain napak tilas, orang-orang yang mengunjungi masjid itu sebagai bagian dari tirakat.
Takmir Masjid Tiban Tempurkali Mulyono mengatakan dulu nama wilayah di kawasan masjid tiban adalah Ngoro Ombo. Sebab dulu di sana merupakan oro-oro atau lahan tanah kosong yang sangat luas. Sekarang dinamakan Tempurkali karena wilayah itu dikepung oleh aliran sungai atau kali.
“Dulu di oro-oro itu tiba-tiba ada masjid. Padahal di kawasan itu jauh dari rumah warga. Maka oleh masyarakat dinamakan masjid tiban. Pertama diketahui oleh masyarakat sekitar 1738,” beber Takmir Masjid Tiban Tempurkali Mulyono.
Saat ditemukan, kata dia, bangunan masjid itu terbuat dari kayu dan gedek atau bambu. Lantainya juga terbuat dari bambu yang digelar dengan dibuat pecah pecah atau disebut galar. Namun, seiring berkembangnya waktu, lantai masjid diganti menggunakan bahan tegel atau jobin.
“Kemudian semakin ke sini dibangun oleh masyarakat dan pemerintah dengan tembok. Jadi sudah banyak yang berubah kalau sekarang. Yang masih asli bagian atap dan beberapa usuk masih banyak yang asli. Memang bentuknya seperti Masjid Demak dan Masjid Tiban Wonokerso Baturetno,” ungkap Takmir Masjid Tiban Tempurkali Mulyono.
Mulyono membenarkan jika banyak warga dari luar daerah yang berkunjung ke Masjid Tiban Tempurkali. Bahkan sejumlah tokoh di Wonogiri pernah mendatangi masjid tersebut. Menurutnya tidak ada waktu atau malam tertentu untuk mengunjungi masjid itu. Ia meyakini semua niat orang yang datang baik. Jika punya niat buruk merupakan risiko yang dihadapi.
Menurut Takmir Masjid Tiban Tempurkali Mulyono, Alquran kuno tulisan tangan itu masih dibaca, namun hanya saat Ramadhan dan tidak setiap hari. Hanya dua kali dalam sepekan. Jemaah membaca dengan Al Quran yang baru-baru.
Sementara itu, buku kutbah berbahasa arab dan tulisan arab pegon merupakan milik Kiai Muhammad Khasan, seorang yang mampunyai rumah di barat masjid.
“Ini Alquran kuno tulisan tangan terbuat dari kulit. Ditulis tangan menggunakan semacam sodo sruwo aren. Kalau tintanya kurang tahu dari mana asalnya. Kalau pakai kertas pasti sudah banyak yang rusak,” terang dia.
Menurut Takmir Masjid Tiban Tempurkali Mulyono pernah dulu ada orang yang mencoba membuka Al Quran tapi tidak bisa. Padahal kotak tempat menyimpan Al Quran itu tidak dikunci. Aris Arianto