JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mempersilakan masyarakat untuk memanfaatkan kemudahan yang disediakan pemerintah untuk mengangkat perekonomin Indonesia.
Hal itu, menurut Menko Airlangga, telah dijamin dalam Undang-undang Cipta Kerja, yang memberi kemudahan bagi masyarakat untuk mendirikan koperasi.
Dibanding dengan UU Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992, ujar Menko Airlangga, UU Cipta Kerja memberikan kemudahan syarat pendirian.
Ia mencontohkan, jika UU 25/1992 mengharuskan koperasi primer didirikan sekurang-kurangnya oleh 20 orang, maka UU Cipta Kerja hanya mensyaratkan minimal 9 orang.
“Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah memudahkan pendirian koperasi di Tanah Air, salah satunya jumlah minimal pendiri koperasi sekarang hanya 9 orang, dari sebelumnya 20 orang,” tutur Menko Airlangga, Selasa (12/7/2022) seperti dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.
Ketua Umum Partai Golkar itu menambahkan, untuk pendirian koperasi sekuder, hanya dibutuhkan sekurang-kurangnya tiga koperasi.
Bahkan, koperasi juga bebas memanfaatkan teknologi untuk menggelar rapat.
Menurut Airlangga, selain memudahkan cara kerja koperasi, penggunaan teknologi juga bisa menuntun koperasi karib dengan perkembangan digital.
“Bahkan, koperasi harus siap menghadapi digitalisasi yang bakal terjadi di Indonesia,” ujar dia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah koperasi di Indonesia memang mengalami peningkatan. Namun, peningkatan ini belum signifikan.
Pada tahun 2021, jumlah koperasi di Indonesia berada di angka 127.846 unit di seluruh Indonesia.
Jumlah tersebut bertambah sekitar ratusan ribu dari tahun sebelumnya yang hanya 127.124 unit.
Menko Airlangga berharap, kemudahan pendirian koperasi yang diberikan melalui UU Cipta Kerja bisa mendongkrak peningkatan jumlah koperasi di Indonesia.
Pasalnya, selain UMKM, koperasi merupakan soko guru ekonomi Indonesia. Terlebih, UU Cipta Kerja memberi keleluasaan bagi koperasi untuk menerapkan prinsip syariah.
Airlangga mengatakan, UU Cipta Kerja memang merespons kondisi masyarakat Indonesia yang sudah mulai memberi ruang lebih besar pada prinsip syariah dalam ekonomi.
Hal itu merujuk pada demografi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Keleluasaan penerapan prinsip syariah itu diatur dalam beleid Pasal 86 UU Cipta Kerja yang menambahkan Pasal 44A dalam UU Perkoperasian.
“Kemudahan terhadap koperasi syariah bisa dimanfaatkan peserta majelis ilmu, organisasi Islam, pondok pesantren, dan kelompok muslim lain mendirikan koperasi sehingga dapat menjadi sumber perekonomian bagi umat,” tegas Menko Airlangga. Suhamdani