BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ritual Ruwat Rawat Patirtan bakal digelar Boyolali Heritage Society (BHS) pada 2-4 Agustus mendatang.
Kegiatan untuk pelestarian tradisi budaya Iriban Tuk ini digelar dengan melibatkan masyarakat di tiga desa di kawasan lereng Merapi-Merbabu.
“Yaitu Desa Cabean Kunti, Kecamatan Cepogo; Desa Candisari, Desa Ngagrong, keduanya masuk wilayah Kecamatan Gladagsari,” ujar Ketua BHS, Kusworo Rahadyan, Jumat (29/7/2022).
Dijelaskan, selain obyek tinggalan arkeologi berupa petirtan, juga ada beberapa tradisi di sekitar sumber mata air di Lereng Timur Merapi Merbabu Boyolali.
Warga sekitar menyebutnya dengan “Iriban Tuk” yaitu sebuah tradisi masyarakat untuk merawat Tuk (Mata Air) baik secara fisik maupun spiritual.
“Seperti situs Sumur Pitu Cabean Kunti atau yang dikenal dengan nama Patirtan Cabean Kunti merupakan jejak peninggalan arkeologi dan tinggalan tradisi leluhur yang masih lestari sampai sekarang.”
Dijelaskan, di kawasan lereng timur Merapi Merbabu juga menyimpan banyak kesenian rakyat yang tumbuh berkembang secara turun- temurun.
Kesenian tersebut biasanya ditampilkan di acara-acara rutin ritual desa/dukuh seperti metri desa, bersih desa, nyadran dan lain lain.
Hal ini menunjukan bahwa keharmonisan hubungan antara manusia, alam, dan budayanya sudah terjaga sejak lama.
“Inilah yang melatarbelakangi kami dari Komunitas Pecinta dan pemerhati sejarah budaya Boyolali ingin mengajak masyarakat untuk lebih peduli dan melestarikan aset tinggalan Tradisi Memetri, sejarah dan budaya di lereng Timur Gunung Merapi Merbabu Boyolali ini.”
Acara dimulai dari Situs Petirtan Sumur Pitu Cabean Kunti. Kemudian dilanjutkan dengan atraksi prosesi Budaya Iriban di mata air besar Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Tak ketinggalan penampilan seni budaya khas Lereng Merapi Merbabu.
“Ada juga sarasehan agung pemanfaatan air dari gunung.”
Menurut Kusworo, di Dukuh Cabean, Desa Cabean Kunti ini, terdapat tujuh sendang kuno. Yaitu Sendang Jangkang, Sendang Sidotopo, Sendang Lerep, Sendang Kaprawiran, Sendang Panguripan, Sendang Kaputren atau Sendang Pengantin, dan Sendang Samboda.
Berdasarkan ciri batuan dan motif pada relief yang ada di Sendang Lerep, dapat ditarik kesimpulan jika ketujuh sendang tersebut dibuat pada masa klasik yaitu sekitar abad VIII – X Masehi.
“Bisa jadi dibangun oleh bangsawan yang mengasingkan diri atau oleh pertapa yang ingin mencapai tingkat lebih tinggi.”
Sedangkan dari cerita yang beredar di masyarakat, asal-usul Petirtaan Cabean Kunti dibangun oleh seorang pemuda bernama Joko Bandung yang ingin mempersunting wanita bernama Kunti. Konon, Kunti mensyaratkan Joko Bandung harus membuatkan tujuh sendang dalam waktu semalam.
Kunti memberikan syarat itu setelah melihat masyarakat zaman dulu kesulitan air bersih.
“Hingga kemudian, Joko Bandung yang memang linuwih menyanggupi dan berhasil membangun sendang dalam waktu satu malam. Dia pun akhirnya bisa menikahi Kunti.” Waskita