JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Solo

Miris, Selama Pandemi Covid Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Solo Meningkat

ilustrasi / tribunnews
   

 

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Surakarta (PTPAS) mencatatkan sebanyak 133 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di Solo selama pandemi covid-19. Angka tersebut menunjukkan peningkatan signifikan selama dua tahun pandemi covid-19.

 

Berdasarkan data, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut terdiri dari 54 kasus keerasan selama tahun 2020 meliputi 18 kasus kekerasan pada perempuan dan 36 kekerasan pada anak. Kemudian pada tahun 2021 meningkat menjadi 79 kasus meliputi 26 kekerasan terhadap perempuan dan 53 kekerasan terhadap anak.

 

Dari berbagai jenis kekerasan yang terjadi, kasus KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) paling dominan yaitu mencapai 72 kasus. Sedangkan sisanya kekerasan seksual, penganiayaan, dan bullying (perundungan).

Baca Juga :  Teguh Prakosa, Wakil Gibran Akan Daftar Jadi Calon Walikota Solo, Yakin Partainya Melihat Figur Internal

 

Menurut Direktur Pelaksana Yayasan Yekti Angudi Piadeging Hukum Indonesia (Yaphi) Solo, Haryati Panca Putri, jumlah 133 kasus kekerasan pada anak dan perempuan tersebut hanya jumlah yang terlaporkan saja. Dan dia mengira masih lebih banyak lagi jumlah kasus kekerasan yang tidak dilaporkan.

 

“Belum lagi yang tidak terlapor, karena selama ini memang kasus kekerasan pada anak dan perempuan ini seperti fenomena gunung es,” urainya, usai kegiatan Nonton Film Bareng dan Diskusi Publik Komunitas Perempuan Kuthubaru Itu Kita di Rumah Dinas Wali Kota Loji Gandrung, Solo, Rabu (24/8/2022).

Baca Juga :  Kasus Catering di Solo Kena Tipu Hampir 1 Miliar, Ternyata Menantu Tipu Mertua dan Istrinya Sendiri

 

Haryati menambahkan, penyebab meningkatnya kasus kekerasan pada anak dan perempuan selama pandemi yang meningkat sangat kompleks. Pasalnya, selama pandemi covid-19, setiap keluarga yang diharuskan banyak di rumah menghadapi situasi baru sehingga mampu memicu banyak konflik.

 

“Penyebabnya tidak hanya faktor ekonomi saja, faktor lingkungan juga bisa menjadi pemicu. Termasuk teknologi dan media sosial memiliki dampak yang sangat luar biasa terkait terjadinya kekerasan anak dan perempuan. Maka kami terus mengedukasi pada masyarakat agar berani melaporkan setiap kasus kekerasan yang menimpa mereka. Dengan keterbukaan itu akan mudah dalam mengungkap kasus tersebut. Setiap edukasi kita dampingi,” tandasnya. Prihatsari

 

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com