
SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM โ Pelaksana tugas (PLt) Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sragen, Tatag Prabawanto angkat bicara terkait laporan adanya kasus padi ngebrok atau kerdil.
Menurutnya, hasil pengecekan di lapangan, fenomena Padi kerdil itu hanya kasuistis tapi dilebih-lebihkan dalam pemberitaan.
Ia menyebut dari pantauan petugas dan tim ke sejumlah areal, fakta riil tanaman padi yang ngebrok hanya satu petak milik salah satu petani dan bukan merata di satu wilayah.
โMakanya saya bilang kasus padi ngebrok itu sebenarnya kasuistis. Tapi dibesa-besarkan. Itu kejadian heboh yang riil sebenarnya nggak heboh,โ paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Jumat (23/8/2022).
Tatag yang juga Sekda Sragen menyampaikan kasus padi ngebrok itu hanya ditemukan spot-spot saja, bukan merata di seluruh areal.
Kemudian dari hamparan luas di salah satu desa atau areal, kasus itu juga hanya terjadi pada satu atau dua orang lahan saja.
Sehingga ia membantah tegas ketika kasus ngebrok itu seolah-olah digambarkan merata di semua wilayah dan seluruh areal di Kabupaten Sragen.
Sebaliknya, ia menegaskan adanya kasus ngebrok itu hanya 0,06 persen dari areal di wilayah kasus. Sehingga sama sekali tidak mempengaruhi proyeksi produksi padi secara keseluruhan baik di wilayah desa, kecamatan maupun kabupaten.
โSama sekali enggak mempengaruhi. Itu hanya 0,06 persen dari areal di titik temuan. Kalau ada penurunan produksi hanya 54 persen, itu ya hanya terjadi di sawah orang itu saja. Areal lainnya baik-baik saja,โ jelasnya.
Ia menyebut dalam musim tanam saat ini, total hamparan tanaman padi di Sragen mencapai 26.000 hektare.
Dengan ngebrok di sedikit titik itu dipastikan produktivitas panen musim ini masih cukup bagus dan tak akan terpengaruh sama sekali.
Ia berharap petani bisa belajar dan mencermati penyebab kasus padi ngebrok tersebut. Sebab faktanya fenomena padi ngebrok itu justru terjadi karena beberapa faktor.
Yakni struktur tanah yang minim PH akibat kebanyakan pupuk kimia, kurang dalamnya pengolahan lahan dan penggunaan bibit turunan yang sudah lebih dari 5 generasi sehingga tingkat pertumbuhannya tak bisa maksimal. Wardoyo