SLEMAN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Proyek pembangunan jalan Tol Yogya-Bawen di seksi 1 (junction Sleman – Banyurejo) bakala melibas bangunan cagar budaya Ndalem Mijosastran di Padukuhan Pundong II, Kalurahan Tirtoadi, Kabupaten Sleman.
Namun sampai sekarang, bangunan tersebut masih berdiri, meski hampir seluruh lahan di Padukuhan tersebut sudah dibersihkan.
Hal itu terjadi, karena lahan di mana bangunan tersebut berdiri, masih belum dibebaskan.
Pemda DIY dan pihak keluarga, ahli waris pemilik cagar budaya berbentuk rumah limasan tradisional itu, menginginkan ada relokasi utuh.
Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru), Krido Suprayitno pada Rabu (31/8/2022) mengatakan, lahan Ndalem Mijosastran masuk pengadaan tanah proyek jalan Tol Yogya-Bawen tahap pertama, sehingga proses pembebasannya didorong segera diselesaikan.
Sebab, jika pengadaan tanah tahap pertama ini belum rampung maka tim persiapan pengadaan tanah tidak akan memproses rencana penambahan lahan dalam proyek pembangunan jalan tol sepanjang 76 kilometer itu.
“(Cagar Budaya Ndalem Mijosastran) ini masuk (pengadaan tanah) tahap pertama ya. Jadi ini harus selesai dulu. Kami selaku tim persiapan tidak akan memproses, apabila tahap pertama belum selesai, sehingga nantinya kami tidak punya tunggakan,” kata dia.
Menurut Krido, pembangunan jalan tol tidak boleh melewati cagar budaya. Artinya, keberadaan cagar budaya harus dilindungi.
Adapun dalam kasus Ndalem Mijosastran di Tirtoadi ini, kata dia, yang menjadi cagar budaya adalah bangunan rumah limasan tradisional.
Sehingga rekomendasi dari Pemda DIY adalah dengan merelokasi secara utuh bangunan yang menjadi cagar budaya tersebut.
Pertanyaannya, apakah yang menjadi cagar budaya (Ndalem Mijosastran), tanah atau bangunannya? Jika bangunan, maka harus diperlakukan sebagai cagar budaya. Yaitu, harus direlokasi utuh. Jika cuma direlokasi setengah, akan menghilangkan cagar budaya-nya,” kata dia.
Ndalem Mijosastran yang berada di Padukuhan Pundong II, Mlati, Kabupaten Sleman memiliki sejarah panjang diawal kemerdekaan Republik Indonesia.
Bangunan berbentuk rumah limasan tradisional itu pernah difungsikan sebagai pos Tentara Indonesia.
Pada tahun 2015, bangunan ini mendapatkan penghargaan anugerah budaya Pelestarian Cagar Budaya dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan pada tahun 2017 melalui Surat Keputusan Bupati Sleman, No:14.7/Kep.KDH/A/2017 tertanggal 6 Februari 2017 ditetapkan menjadi cagar budaya.
Dalam perjalanan waktu, separuh dari bangunan cagar budaya dengan total luas lahan 60×30 meter persegi itu, terdampak pembangunan jalan Tol Yogya-Bawen.
Tetapi hingga kini proses pembebasannya belum selesai. Padahal, proyek pembangunan jalan tol terus berjalan.
Keluarga Pemegang Hak Waris Bangunan Cagar Budaya Ndalem Mijosastran, Widagdo Marjoyo menginginkan, sebagai cagar budaya Ndalem Mijosastran diperlakukan khusus selayaknya bangunan cagar budaya.
Terutama berkaitan appraisal atau penilaian publik dengan melibatkan pihak berwenang yang mengurusi cagar budaya.
Menurut dia, hingga saat ini belum ada kepastian kapan akan dibebaskan.
Tetapi pihak PPK jalan tol memang sudah mendatangi pihak keluarga untuk membicarakan mekanisme pembebasan
“Saya berharap sesegera mungkin bisa cepat selesai. Ada relokasi utuh. Karena nilai cagar budaya, harus dijaga kemanfaatannya,” kata dia.
PPK Pembebasan Lahan jalan Tol Yogya-Bawen, M Mustanir mengungkapkan, pembebasan lahan untuk proyek Jalan Tol Yogya-Bawen di seksi 1 semula sudah menyentuh 95,1 persen.
Namun, dikarenakan ada tambahan lahan 750 bidang maka jumlah prosentase capaian lahan yang dibebaskan menjadi 66 persen.
Pihaknya berkomitmen, lahan yang belum dibebaskan itu, akan segera dirampungkan.
Termasuk pembebasan lahan pada tanah karakter khusus, seperti tanah wakaf maupun Tanah Kas Desa (TKD).
“Target khusus, di 2023 selesai (pembebasan lahan di seksi 1),” kata dia.