JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Menumpuknya anggaran belanja negara menjelang akhir tahun 2022 sebesar Rp 1,2 triliun, menjadi sorotan dari beberapa kalangan dan ekonom.
Salah satunya, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menengarai ada 2 alasan mengapa anggaran belanja negara bisa menumpuk dalam jumlah banyak dan belum terserap.
“Pertama, tidak terserapnya belanja negara karena kesengajaan. Agar pemerintah memiliki SILPA—Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran— yang lebar,” ujar ujar dia melalui sambungan telepon pada Sabtu (29/10/2022).
Sehingga, Bhima melanjutkan, belanja negara dengan SILPA yang lebarnya bisa digunakan untuk pemenuhan belanja tahun berikutnya.
Karena kata dia, tahun depan pemerintah mungkin menghadapi tantangan misalnya dari sisi penerimaan pajak, penerbitan surat utang pun juga tidak akan mulus.
“Karena dana asingnya mengurangi kepemilikan di Surat Berharga Negara (SBN). Jadi mau enggak mau harus surplus yang digunakan sekarang ini dan dengan tren belanja bisa dimanfaatkan untuk buffer tahun depan. Itu ada indikasi kesengajaan,” ucap Bhima.
Alasan kedua, belanja negara belum terserap, Bhima menjelaskan, karena memang ada faktor penyerapan anggaran di Indonesia siklusnya buruk—baik pada saat pandemi Covid-19 maupun pasca pandemi.
Menurut dia, anggaran ditumpuk di akhir tahun serapannya, perencanaan menghadapi masalah teknis, political will dari kepala daerah untuk melakukan eksekusi anggaran.
“Itu yang membuat penyerapan anggaran sebenarnya juga rendah,” tutur Bhima.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan dana sekitar Rp 1.200 triliun dalam APBN untuk belanja negara belum terserap.
Bendahara negara itu pun memastikan pemerintah akan memaksimalkan penyerapan anggaran belanja di sisa tahun ini.
“Ini sangat besar uangnya dan kalau mungkin kami bisa eksekusi semua,” ucap Sri Mulyani dalam Seminar Strategi Capai Ekonomi Kuat & Berkelanjutan di Tengah Risiko di Jakarta, Jumat (28/10/2022).
Anggaran lebih dari seribu triliun tersebut merupakan sisa belanja negara yang belum terserap selama Januari hingga September 2022.
Adapun total belanja negara yang dianggarkan dalam APBN tahun ini adalah Rp 3.106,4 triliun.
Dengan demikian, dana belanja yang telah terealisasi sebesar Rp 1.913,9 triliun atau 61,6 persen.
Seluruh dana yang harus dibelanjakan itu pun tersebar di seluruh kementerian, lembaga, maupun daerah.
Di sisi lain, Sri Mulyani menuturkan Kementerian Keuangan sudah mengalokasikan dana untuk APBN pada 2023 dengan asumsi yang juga telah ditetapkan.
Namun, ia mengakui dunia bergerak secara luar biasa sehingga asumsi makro dalam APBN tidak bisa sesuai dengan yang telah direncanakan.
“Jadi selama pandemi ini kita belajar sangat banyak, APBN dibuat fleksibel dan responsif karena memang begitu banyak kejutan dan perubahan yang terjadi,” tuturnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengimbuhkan sisa anggaran sekitar Rp 1.200 triliun yang harus dibelanjakan tersebut akan dipastikan tetap berkualitas. Meski demikian, ia memastikan Kemenkeu tidak memaksa seluruhnya harus teralisasi.
“Kita tidak memaksa harus diserap, justru kita ingin pastikan belanja negara harus berkualitas, memang menantang untuk membelanjakan Rp 1.200 triliun dalam tiga bulan dan kita masih memiliki waktu di Oktober, November, dan Desember,” kata Febrio.