JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Saat ini penyakit gangguan ginjal akut anak sedang merebak, dan disinyalir penyebabnya adalah obat sirup yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) atau dietilen glikol (DEG).
Lantas bagaimana jika anak telanjur minum obat sirup yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) atau dietilen glikol (DEG)?
Dokter menyarankan langkah-langkah yang perlu diambil untuk menghindari bahaya lebih lanjut.
Dokter spesialis anak di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Dr. Fahreza Aditya Neldy, Sp.A mengatakan jika obat yang dikonsumsi anak sudah ditemukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berbahaya, maka perlu dilakukan langkah lanjutan.
“Tentu obat banyak produksinya, dalam hal ini batch, kita konfirmasikan dulu nomor batch-nya apakah sesuai dengan yang mengandung zat (etilen glikol) tersebut,” ujarnya dalam talkshow antihoax “Menjawab Kepanikan Etilen Glikol, Parasetamol Sirup, dan Gagal Ginjal Akut Anak,” yang digelar Sabtu, 22 Oktober 2022.
“Jika misalnya sesuai, mengandung zat tersebut, anaknya tidak bergejala, tentu kita stop dulu penggunaan obat itu, karena obat itu berbahaya,” tambahnya.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pemantauan. Menurut Fahreza, aktivitas anak mungkin saja berbeda dan hal ini masih belum diketahui secara sempurna. “Dokter akan memantau, biasanya kalau sampai ke gejala, misalnya produksi urin terganggu, kita akan meneruskan beberapa pemeriksaan,” ujarnya.
Untuk pemeriksaan itu, bisa dilakukan pemeriksaan urin lengkap untuk mendeteksi apakah ada kalsium oksalat yang terdeteksi, dan juga apakah terjadi penurunan produksi urin.
Bila terjadi penurunan produksi urin, bisa dilakukan pemeriksaan. “Urin kan bahan kasar, sebenarnya yang dibersihkan fungsi ginjal itu racun-racun seperti ureum dan kreatinin, jadi kita akan memantaunya,” ujarnya.
Apakah ada penawarnya? Ya, kata Fahreza. Saat ini pemerintah sudah menyediakan obat Fomepizole. “Jika anak tersebut ditengarai intoksikasi EG bisa diberikan obat tersebut,” ujarnya.
Menurut Fahreza, saat ini sudah didefinisikan suspek kasus tersebut. “Kalau ada histori minum obat tersebut, lalu anak bapak ibu mengalami penurunan fungsi ginjal, itu masuk kasus suspek,” ujarnya.
“Apakah naik derajat menjadi probabler, itu akan diurus tenaga kesehatan. Segera merapat saja dengan dokter-dokter terdekat, saat ini sudah menjadi isu nasional dan kapasitas dokter-dokter sudah ditingkatkan sehingga bisa mendeteksi kasus dan memberikan tatalaksana terbaik yang bisa dihadirkan,” ujarnya.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.Si, Guru Besar Bidang Kimia Farmasi di Fakultas Farmasi UI mengatakan kandungan etilen glikol dan dietilen glikon dalam obat memiliki bahaya.
“Bahayanya ada, untuk ET dan DET, mual, muntah. Bahaya lain, dari literatur, ET begitu masuk ke tubuh cepat sekali diserap, 80 persen diserap, 20 persen dikeluarkan lewat urin utuh. Kalau jumlahnya besar, bisa terjadi senyawa-senyawa lain, yang menyebabkan urinasi berkurang. Juga diabsorpsi di paru dan kulit yang akan menyebabkan masalah,” ujarnya.