Beranda Daerah Boyolali Kerajinan Sapu Ijuk di Desa Manggis, Boyolali, Dari Masa Sebelum Kemerdekaan Tetap...

Kerajinan Sapu Ijuk di Desa Manggis, Boyolali, Dari Masa Sebelum Kemerdekaan Tetap Eksis Hingga Kini

Salah satu perajin sapu ijuk di Desa Manggis, Boyolali tengah bekerja / Foto : Waskita

BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Usaha pembuatan sapu ijuk menjadi ikon warga Desa Manggis, Kecamatan Mojosongo, Boyolali hingga kini.

Pembuatan sapu ijuk, tongkat sapu maupun tali tambang menjadi sumber penghidupan, bahkan sebelum masa kemerdekaan.

Sentra pembuatan sapu ini menyebar di beberapa dukuh. Dari Dukuh Jetis ke arah timur masuk Dukuh Jantung hingga Dawar.

Di Dusun Dawar, tak hanya fokus pembuatan sapu. Bahkan, di sepanjang jalan Boyolali -Klaten wilayah tersebut, berderet toko yang menyediakan alat pembersih rumah. Ada sapu lantai, sapu pembersih atap rumah, sapu kosek dan tambang ijuk.

Menurut Sumini (57) salah satu perajin sapu ijuk asal Dukuh Jantung, dirinya telah membuat sapu ijuk sejak usia 22 tahun. Keterampilannya didapat dari sang suami yang juga perajin sapu ijuk. Awalnya, dia hanya bisa membuat tambang ijuk.

“Setelah menikah, saya dan suami menjadi perajin sapu,” katanya, Kamis (10/11/2022).

Satu persatu lembaran ijuk diambil. Lalu diletakkan diatas kayu dengan dua paku besar dan ditarik. Tujuannya untuk menguraikan ijuk dan kemudian dirapikan dengan gunting. Kalau sudah diurai, langsung disisiri lagi biar terpilah.

“Ijuk yang bagus, panjang-panjang buat sapu. Dan yang kecil-kecil begini bisa untuk tambang. Kalau yang sisa-sisa jelek bisa digunakan untuk filtrasi resapan septic tank.”

Jika sudah terkumpul cukup banyak, Sumini akan membawa pulang untuk dianyam di rumah. Dia bisa menganyam sapu ijuk usai maghrib hingga sebelum tidur. Dalam sehari, dia bisa membuat 100 biji sapu tanpa tongkat. Perbuah dijual dengan harga Rp 5.000.

“Saat ini, tengah mengerjakan borongan. Pesanan sapu mencapai 4.000- 5.000 buah/bulan.”

Perajin sapu lainnya, Sriyanto (57) menambahkan, warga mengandalkan hidup dari penjualan sapu ijuk tersebut.

“Hampir tiap rumah buat produksi sapu. Kadang produksi di belakang rumah biar tidak mengotori rumah. Usaha ini sudah dari zaman mbah-mbah dulu.”

Diungkapkan, warga rata-rata hanya membuat anyaman ijuk pada lakop. Sedangkan pemasangan tongkatnya akan dikerjakan pembeli lainnya. Itupun dinilai sudah mendapatkan keuntungan cukup lumayan. Karena satu biji lakop sapu dihargai Rp 5 ribu. Sayang dia enggan mengungkapkan keuntungannya. Waskita

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.