SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penjualan 28 kayu jati di lahan kas desa Sribit, Kecamatan Sidoharjo, Sragen dipastikan masuk pendapatan asli desa (PAD) setempat.
Penjualan kayu jati aset desa senilai Rp 50 juta itu dikabarkan sempat memantik kabar tak sedap dari oknum warga hingga masuk laporan ke Kejaksaan.
Namun setelah dilakukan klarifikasi ke Pemdes, ternyata uang hasil penjualan masih utuh di rekening desa dan masuk sebagai pendapatan desa.
Hal itu disampaikan Kades Sribit, Sutaryo saat memberikan penjelasan terkait isu penjualan kayu jati di lahan kas desa tersebut, Senin (28/11/2022).
Kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , ia mengatakan memang sudah diklarifikasi dan dijelaskan secara detail kronologi yang sebenarnya.
Bahwa uang Rp 50 juta hasil penjualan 28 kayu jati di lahan desa itu, masih ada di rekening desa di Bank Jateng.
Karena penjualan mendekati akhir tahun anggaran, sehingga uang belum bisa digunakan dan masih utuh di rekening desa.
“Jadi kemarin itu kayu jati itu dibeli borongan senilai Rp 50 juta. Oleh pembelinya dibayar 2 kali, awalnya Rp 18 juta lalu setelah ditebang Rp 32 juta. Uang juga langsung disimpan di rekening desa di Bank Jateng. Karena mepet tahun anggaran, belum bisa dimusyawarahkan mau digunakan untuk apa. Sehingga masih utuh di rekening, baru nanti di anggaran 2023 akan kita sampaikan. Itu sudah masuk pendapatan desa, nanti akan digunakan untuk desa. Bukan untuk pribadi saya,” paparnya didampingi Sekdes, Didin Johan.
Karenanya, Kades juga kaget ketika tiba-tiba ada oknum warga yang langsung melapor ke kejaksaan tanpa konfirmasi terlebih dahulu ke desa.
Padahal jelas-jelas yang hasil penjualan masuk ke rekening desa sebagai pendapatan desa. Terlebih, penjualan kayu jati itu pun juga atas sepengetahuan dan seizin tokoh masyarakat, RT hingga BPD.
Hanya saja, ia mengakui jika izin dari Ketua BPD pada awalnya hanya sebatas izin lisan tanpa disertai tertulis.
“Saya akui itu mungkin kekurangannya di izin tertulis. Tapi toh uangnya juga masuk rekening desa, kami nggak menggunakannya. Nanti di 2023 baru masuk anggaran dan digunakan untuk kepentingan desa,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kades menjelaskan penjualan kayu jati itu bermula dari permohonan beberapa tokoh agama dan tokoh masyarakat di bantaran yang sebagian rumah dan permukimannya sudah amblas tergerus bengawan.
Karena tidak punya lahan lain, mereka datang meminta direlokasi ke lahan kas desa. Dari rembug dengan tokoh RT dan desa, kemudian diizinkan untuk memanfaatkan lahan kas desa di Dukuh Cermo yang selama ini ditumbuhi kayu jati.
“Kami terus ijin secara lisan ke Ketua BPD dan mempersilakan. Selang beberapa waktu ada pemberitahuan kalau lahan itu masih ada pohon jatinya. Karena akan dibangun rumah, sehingga pohon jati diputuskan untuk dijual. Kita borongkan deal Rp 50 juta itu. Silakan bisa ditanya pembelinya pun siap memberi keterangan,” jelasnya.
Kades menyebut dari hasil rapat dengan tokoh, RT dan BPD, lahan seluas 6.500 M2 itu sebagian dikavling untuk relokasi warga yang kehilangan tempat tinggal. Diperkirakan ada 11 kavling di lahan itu.
Mereka hanya memiliki hak pakai dan nantinya juga dibuatkan Perdes. Sisa lahan yang tidak ditempati, sudah disepakati akan dimanfaatkan untuk ditanami jati lagi oleh RT dan PKK.
“Kami dari awal melangkah sudah selalu rembugan dengan tokoh masyarakat, RT dan BPD. Karena ini juga untuk masyarakat, bukan kepentingan pribadi,” jelasnya.
Sudah Menerima dan Buat Pernyataan
Sutaryo menambahkan persoalan itu juga sudah dimediasi saat pendalaman oleh kejaksaan. Pihak desa bersama RT dan RW dihadirkan dengan pihak warga yang melapor untuk duduk bersama mendengarkan penjelasan.
Setelah disampaikan duduk persoalan dan kronologi detailnya, barulah oknum pelapor menyampaikan bisa menerima dan membuat surat pernyataan.
“Mereka bisa menerima karena uang memang juga masih utuh di rekening desa. Mereka juga nggak nuntut apa-apa karena sudah tahu lahan itu dimanfaatkan untuk warga yang kehilangan tempat tinggal,” jelasnya.
Kadus Cermo, Supriyadi menyampaikan memang ada beberapa warga di wilayahnya yang kehilangan sebagian rumah dan pekarangan akibat tergerus Bengawan Solo.
“Sejauh ini ada sekitar 4 orang yang sudah terancam. Yang sudah dibangun rumah ada 2 kavling, Bu Raji dan Pak Towiryo karena sebagian rumahnya sudah hanyut tergerus bengawan dan kondisinya tidak mampu. Untuk mbangun pun dari urunan warga. Waktu ngapling lahan itu kemarin juga ada tokoh masyarakat, RT, RW dan BPD. Hasil penjualan memang masuk pendapatan desa dan masih utuh di rekening,” ujarnya. Wardoyo