WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Terkait temuan kasus antraks Wonogiri Pemkab telah mengambil sejumlah langkah
Bupati Wonogiri Joko Sutopo mengatakan sejumlah langkah mengenai kasus antraks Wonogiri, terutama kaitannya dengan warga Eromoko Wonogiri terkena antraks. Di antaranya belum akan mengambil pembatasan perdagangan ternak terlebih dahulu karena akan berdampak ke potensi ekonomi.
Langkah selanjutnya kehati-hatian dengan melakukan sosialisasi bahwa ada kasus antraks Wonogiri.
“Langkah selanjutnya fungsi koordinasi lintas wilayah Wonogiri dan Gunung Kidul untuk menyamakan persepsi,” beber Bupati Wonogiri Joko Sutopo alias Jekek belum lama ini.
Jekek, berujar dari koordinasi Dldinas terkait lintas wilayah itu, baru akan ditentukan kebijakan apa yang akan dilakukan dalam menyikapi temuan kasus antraks Wonogiri.
“Nanti akan kami tuangkan dalam bentuk kebijakan. Tim saat ini melakukan investigasi di lapangan,” tandas Jekek.
Soal faktor penyebab utama antraks yang menjangkit seorang warga itu, Jekek akan menyampaikan setelah investigasi yang dilakukan tim selesai. Saat ini proses investigasi masih berlangsung.
Saat ini sosialisasi terkait ciri-ciri gejala yang mengarah ke antraks terus digencarkan sehingga terbentuk pemahaman dasar di kalangan pelaku ekonomi berbasis usaha ternak.
“Kita melakukan sosialisasi, antisipasinya tidak mungkin serta merta aktivitas ekonomi kita potong,” sebut Jekek.
Kabid Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Dinkes Wonogiri Setyawati Prawirohardjo mengatakan pihaknya mendapatkan laporan dari Dinkes Gunung Kidul pada Jumat (6/1) lalu. Dalam laporan itu menyebutkan jika ada warga Eromoko Wonogiri terkena antraks.
Hal itu berdasarkan hasil pengambilan sampel serum darah pada akhir 2022.
Menurut Satyawati Prawirohardjo ada penampakan wujud kelainan kulit di lengan kiri dari warga Eromoko Wonogiri terkena antraks. Wujudnya keropeng hitam atau eskar, khas sekali gejala antraks.
Selain itu, lanjut dia, tidak ada keluarga penderita di Gunung Kidul yang terpapar antraks. Biasanya penularan antraks berasal dari ternak. Namun hingga kini belum ditemukan, baik di Wonogiri maupun Gunung Kidul. Namun pencarian penyebab utama penularan harus dicari. Jika tidak ditemukan dari hewan ternak bisa dari faktor lingkungan.
“Antraks bisa bertahan hidup melalui spora. Jika jatuh ke tanah bisa bertahan sekitar ratusan tahun (berdasarkan jurnal). Itu (antraks) bisa menginfeksi lagi jika lingkungan mendukung. Muncul ke permukaan akhirnya spora bisa dihirup, bisa masuk ke pencernaan karena salah mengolah tanah atau kurang bersih. Atau yang paling ringan ke kulit itu,” jelas Setyawati Prawirohardjo, Rabu (11/1/2023).
Senin (9/1) kemarin kami tindaklanjuti ke lokasi Eromoko. Dari hasil pemeriksaan tidak ada laporan sumber utama dari hewan. Sehingga sumber utama penularan dari mana asalnya belum ditemukan,” ungkap Satyawati Prawirohardjo.
Setyawati Prawirohardjo mengatakan, penderita atau warga Eromoko Wonogiri terkena antraks itu berasal dari Wonogiri. Namun saat ini ber-KTP Kecamatan Karangmojo Gunung Kidul. Istri dan anaknya berdomisili di Karangmojo.
Kebetulan warga Eromoko Wonogiri terkena antraks sering wira-wiri Eromoko-Karangmojo. Di Eromoko punya lahan pertanian dan ternak.
“Jadi di sana memelihara ternak dan bertani. Kalau Sabtu-Minggu ke Karangmojo niliki anak istrinya. Jadi domisilinya Karangmojo tapi aktivitasnya lebih sering di Eromoko,” sebut Satyawati Prawirohardjo.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan warga Eromoko Wonogiri terkena antraks, kata Setyawati, tidak ada hewan ternak peliharaannya yang mati atau sakit. Selain itu berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan dengan Dislakpernak Wonogiri, tidak ditemukan hewan sakit atau mati di desa tempat tinggal penderita.
Untuk diketahui, Wonogiri berbatasan langsung dengan Gunung Kidul. Dimana di daerah itu sudah pernah terjadi kasus antraks terhadap hewan maupun manusia. Sehingga sewaktu-waktu kasus itu bisa muncul kembali. Karena jika sudah pernah muncul di daerah itu berpotensi berulang kembali.
Berdasarkan laporan dari Puskesmas Eromoko, hingga Rabu pagi tidak ada penambahan warga yang terpapar antraks. Selain itu juga tidak ditemukan hewan ternak yang sakit atau mati.
Lebih jauh Setyawati Prawirohardjo mengatakan, kemunculan antraks terhadap orang di Eromoko dimulai sejak akhir 2021. Pada 2022 ada lima warga di sana yang terpapar antraks. Semua yang terpapar terjangkit di kulit. Tidak ada warga Eromoko yang meninggal karena antraks.
Pihaknya mengimbau jika ada hewan yang sakit jangan buru-buru disembelih. Bisa dilaporkan ke petugas kesehatan hewan. Kalau mendengar ada harga daging hewan murah jangan mau membeli. Aris Arianto