Beranda Umum Nasional Amnesty Internasional Indonesia Desak Presiden Jokowi Bawa Kasus Pelanggaran HAM Berat ke...

Amnesty Internasional Indonesia Desak Presiden Jokowi Bawa Kasus Pelanggaran HAM Berat ke Meja Hijau

Presiden Joko Widodo didampingi Ketua Dewan Pengarah Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Mahfud MD (kanan) berbicara kepada media terkait pelanggaran HAM di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023) / Republika

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang telah mengakui adanya pelanggaran HAM berat yang sudah lama tertunda.

Namun, Amnesty International Indonesia mendorong Presiden Jokowi tidak hanya berhenti pada pernyataan, namun perlu ada tindakan nyata.

Terkait dengan hal itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, mendorong Presiden agar menindaklanjuti laporan tim Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (Tim PPHAM) dengan membawa kasus pelanggaran HAM berat yang diakui Presiden itu ke meja hijau.

“Pengakuan Presiden Joko Widodo atas pelanggaran HAM di masa lalu tersebut tidak ada artinya tanpa pertanggungjawaban hukum dan keadilan bagi korban,” kata Usman kepada Republika, Kamis (12/1/2023).

Menurut Usman, pengakuan belaka tanpa upaya mengadili mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM masa lalu hanya akan menambah garam pada luka korban dan keluarganya.

Selain itu, Usman mengkritisi pemerintah yang hanya memilih 12 peristiwa sebagai pelanggaran HAM berat.

“Sekadar menyebut nama-nama peristiwa saja jauh dari cukup. Belum lagi kalau kita bicara tentang kekerasan seksual yang terjadi secara sistematik dalam berbagai situasi pelanggaran HAM berat masa lalu seperti 1965-1966 hingga selama daerah operasi militer selama 1989-1998,” ungkap Usman.

Baca Juga :  Membangun Pagar Laut Sepanjang 30,16 Km Berapa Lama, Benarkah Misterius?

Usman juga memandang pemerintah mengabaikan fakta bahwa proses penyelidikan dan penyidikan setengah hati selama ini telah menyebabkan bebasnya semua terdakwa dalam persidangan. Ia meyakini kelalaian ini merupakan penghinaan bagi korban pelanggaran HAM berat.

Selain itu, Usman mengingatkan mengakhiri impunitas melalui penuntutan dan penghukuman pelaku adalah satu-satunya cara mencegah terulangnya pelanggaran HAM. Ia mewanti-wanti setiap kegagalan untuk menyidik atau membawa mereka yang bertanggungjawab ke muka pengadilan memperkuat keyakinan para bahwa mereka memang tidak tersentuh hukum.

 

“Pelaku harus dihadapkan pada proses hukum, jangan dibiarkan, apalagi sampai diberikan kedudukan dalam lembaga pemerintahan,” sebut Usman.

Adapun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Menkopolhukam Mahfud MD memfasilitasi koordinasi antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kewenangan menjalankan penyelidikan dan penyidikan guna menyelesaikan peristiwa pelanggaran ham yang berat melalui mekanisme yudisial. Berikutnya, Komnas HAM berpandangan hak korban atas pemulihan turut berlaku bagi korban peristiwa Pelanggaran HAM yang Berat yang telah disidangkan melalui Pengadilan HAM.

Apalagi bagi mereka yang hingga saat ini belum mendapatkan haknya atas pemulihan yaitu Peristiwa Tanjung Priok 1984, Peristiwa Timor-Timor 1999, Peristiwa Abepura 2000, dan Peristiwa Paniai 2014.

Baca Juga :  Dua Jambret di Gamping Sleman yang Aksinya Viral di Medsos, Akhirnya Bertekuk Lutut Dibekuk Polisi

“Komnas HAM mendukung dan mendorong tindak lanjut dari Laporan Tim PPHAM sebagaimana komitmen yang telah disampaikan oleh Presiden,” ucap Atnike.

Komnas HAM pun menginginkan agar Menkopolhukam Mahfud MD merumuskan langkah konkret tindak lanjut atas laporan Tim PPHAM. Hal ini demi pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM yang berat sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.  Novida Rahma