JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus kekerasan pada anak mengalami kenaikan signifikan pada tahn 2022.
Jika pada tahun 2021 jumlah kasusnya 14.517 kasus, maka pada tahun 2022 melonjak menjadi 16.106 kasus.
Demikian paparan yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Dari keseluruhan kasus yang didominasi yaitu mengenai kekerasan seksual yang mencapai 9.588 kasus.
Berdasarkan data yang telah ada, kenaikan kasus kekerasan terhadap anak cukup bertambah dari tahun ke tahun.
Pada 2019 jumlah kasus kekerasan terhadap anak tercatat 11.057 kasus. Pada 2020 meningkat 221 kasus menjadi 11.278.
Lalu, kenaikan signifikan terjadi pada 2021, yakni mencapai 14.517 kasus. Kenaikan signifikan berikutnya terjadi pada 2022 yang mencapai 16.106 kasus.
“Dari angka tersebut menjelaskan bahwa angka kekerasan seksual yang sangat mendominasi kasus-kasus yang muncul,” ujar Nahar seperti dilansir dari Republika.
Dia menceritakan bahwa banyaknya kasus yang telah muncul ini disebabkan oleh modus yang bermacam-macam.
Dan lokasi sebagai tempat kejadiannya dilakukan paling banyak di lingkungan rumah tangga,yakni sebanyak 53 persen.
Sementara untuk pelaku yang merupakan kerabat,teman,atau pacar mencapai 29 persen dan juga orang tua 21 persen.
Nahar mengatakan, bahwa meningkatnya jumlah laporan itu terjadi karena kesadaran masyarakat untuk melapor.
Menurutnya, kasus kekerasan terhadap anak ibarat fenomena gunung es yaitu yang hanya sebagian yang muncul ke permukaannya.
Maka dari itu pihaknya melakukan stimulus kepada masyarakat soal pentingnya melapor ke pihak yang berwajib.
Nahar juga menjelaskan,bahwa masyarakat lebih memahami tentang untung-rugi dari melaporkan kasus kekerasan terhadap anak.
Dimana itu akan lebih rugi apabila suatu kasus tidak dilaporkan. Dengan melapor,kata dia korban dan keluarga akan mendapat bantuan dari pihak lain untuk terlepas dari beban yang ada.
Dengan melapor, korban bisa mendapatkan bantuan pengobatan yang diakibatkan oleh kekerasan yang diterima. Dampak tersebut bisa fisik maupun psikis. Korban dibantu oleh pihak-pihak yang berkompeten dalam hal itu.
“Dampak fisiknya mungkin dapat diobati dalam jangka waktu tertentu bisa selesai, namun jika dampaknya ke psikis dan menerima beban tersebut itu seumur hidup, maka tidak ada batas waktu.
Maka dari itu ini semua butuh dukungan dari semua pihak yang bersangkutan terkait proses penyadaran bahwa melapor itu hal yang sangat penting,” jelasnya. Sindhy Rahmania A