YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Melalui riset dan survei publik pada Juli 2022 lalu dan setelah melewati seleksi yang melibatkan 21 dewan pakar, maka Gubernur DIY Sri Sultan HB X ditetapkan sebagai penerima penghargaan Inisiator Kebijakan di Bidang Pembangunan Maritim dalam Soedarpo Sastrosatomo Award.
Penghargaan kategori utama dari Maritime Award 2022-2023 tersebut secara langsung diterima Sri Sultan pada malam penganugerahan Maritime Award 2022-2023 yang digelar di Marina Batavia, Port Sunda Kelapa, DKI Jakarta pada Jumat (10/2/2023).
Diselenggarakan oleh International Sea Port Exhibition and Conference (ISPEC), penghargaan Maritime Award diberikan kepada tokoh-tokoh nasional, akademisi, perseorangan, lembaga pemerintah/bumn/swasta yang aktif dan sangat berjasa dalam pengembangan, dan penyebarluasan berbagai kegiatan di bidang kemaritiman.
Selain itu, juga bermanfaat secara berarti bagi peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Sebelumnya, Ketua Pelaksana ISPEC dan Maritime Award Fajar Bagoes Poetranto dan Ketua Dewan Pakar ISPEC Wahyono Bimarso sempat bertemu langsung dengan Gubernur DIY bulan November 2022 lalu.
Usai pertemuan dan berdasarkan proses penyeleksian, Sri Sultan diketahui merupakan sosok yang sejak lama sangat peduli terhadap perkembangan kemaritiman khususnya pelayaran di Indonesia. Sehingga dinilai tepat menjadi salah satu tokoh nasional yang dianugerahi penghargaan tersebut.
Pada malam penganugerahan Maritime Award 2022-2023 tersebut, Sri Sultan pun berkesempatan menyampaikan orasi kebangsaan bertajuk Kebijakan Laut dan Kedaulatan Maritim Indonesia.
Sri Sultan menuturkan, guna mempercepat kebangkitan Indonesia melalui gagasan Indonesia sebagai poros maritim dunia, upaya revitalisasi semangat wawasan nusantara bahari diperlukan. Selain itu, pemahaman tentang geopolitik dan geostrategi pun harus dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Dikatakan Sri Sultan, Indonesia patut menaruh perhatian, dengan posisi Indonesia yang memangku Samudera Hindia.
Terkhusus eksistensi Jalur Sutra Maritim, dimana pada masa perang dingin, Samudera Hindia tidak pernah menjadi daya tarik kepentingan ekonomi dan politik bagi negara-negara tertentu, terutama Amerika, Jepang, Cina, dan negara-negara Eropa.
Konstelasi mulai berubah pada awal tahun 2000-an, ketika konflik perairan China Selatan mengemuka yang menyebabkan Samudera Hindia muncul ke permukaan sebagai wilayah ekonomi dan politik yang sangat penting.
“Merujuk pada berbagai fenomena maritim di atas, tak berlebihan kiranya, apabila kita memang harus menggali, mengkaji serta merevitalisasi kembali ‘Semangat Nusantara’. Para penghuni yang berada di dalam Nusantara, harus memiliki Wawasan Nusantara, sekaligus Wawasan Bahari, atau lebih tepatnya Wawasan Nusantara Bahari. Dalam upaya Revitalisasi Semangat Nusantara, maka konsekuensi lanjutannya adalah, bangsa Indonesia harus memiliki pemahaman tentang Geopolitik dan Geostrategi,” jelas Sri Sultan.
Pemahaman geopolitik dan geostrategi, dimaksudkan untuk menggugah wawasan, dalam usaha mengeksplorasi jati diri bangsa.
Pemahaman geopolitik dan geostrategi ini, dapat diderivasi dari Wawasan Nusantara, diaktualisasikan dalam konsep Bhinneka Tunggal Ika, dan untuk ditempatkan dalam konteks percaturan global dan pergeseran geopolitik internasional.
Lebih lanjut, Sri Sultan mengutarakan, di tengah upaya menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, teriring pula kewajiban nasional untuk memperkuat integrasi bangsa, melalui strategi nasional aktualisasi nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika.
Ditekankan, sekalipun bangsa Indonesia satu, tetap tidak boleh dilupakan, sesungguhnya bangsa ini berbeda-beda dalam suatu kemajemukan.
“Pengalaman mengajarkan bahwa bukan semangat kemanunggalan atau ketunggalan (tunggal-ika) yang paling potensial untuk bisa melahirkan kesatuan dan persatuan yang kuat, melainkan pengakuan akan adanya keberagaman (bhinneka), dan kesediaan untuk menghormati kemajemukan bangsa Indonesia. Kenyataan kemajemukan inilah, yang seringkali diabaikan dalam wacana politik elit negeri ini,” kata Sri Sultan.
Oleh karenanya, sekalipun diakui, bahwa bangsa Indonesia adalah masyarakat yang bhineka atau berbeda-beda, harus selalu diingat-ingatkan bahwa seluruhnya adalah satu (tunggal ika).
Sudah seharusnya menjadikan keberagaman sebagai faktor perekat integrasi bangsa, melalui upaya-upaya proaktif dan partisipatif.
“Memenuhi tantangan tersebut, tentu menjadi relevan, apabila kita melakukan flashback atas upaya peneguhan Wawasan Nusantara Bahari, yang telah dilontarkan dalam Deklarasi Djuanda tahun 1957. Wawasan Nusantara Bahari, yang didesain sebagai simbol pemersatu bangsa tetap harus diperjuangkan, meski nasib dari konsep itu belum mengalami kemajuan berarti. Bukan itu saja, nilai ekonomis, strategis, bahkan simbolis dari batas wilayah laut, belum pernah dikembangkan secara sungguh-sungguh,” ungkap Sri Sultan.
Sri Sultan menambahkan, diplomasi maritim dan diplomasi ekonomi merupakan bagian penting dari kebijakan luar negeri Indonesia yang amat strategis, terutama jika diperankan dalam pergeseran konstelasi geopolitik internasional masa kini.
Wawasan Nusantara Bahari pun telah menjadi isu politik penting, terutama dalam ide pembentukan poros lajur laut (axis sea-lanes), bagi pelayaran internasional melalui perairan Indonesia.
Alasan utama diplomasi maritim dinilai bernilai tinggi yakni manfaat wilayah maritim terhadap pembangunan ekonomi.
Alasan lainnya yakni urgensi pembaharuan konsep geopolitik dalam Wawasan Nusantara yang juga tidak dapat dilepaskan dari nilai simbolis wilayah maritim.
“Hakikat geopolitik dan geostrategis Indonesia sebagai negara kepulauan perlu benar-benar dipahami, agar NKRI tidak mudah diintervensi dan diinfiltrasi oleh kekuatan tertentu, baik dari dalam maupun luar. Sejarah menunjukkan, upaya memupuk kesatuan dan mengembalikan kebesaran bangsa mengalami kesulitan, justru karena bangsa Indonesia kurang memahami hakikat geopolitik dan geostrategis kelautan,” ujar Sri Sultan.
Disampaikan Sri Sultan, NKRI dalam perjuangan yang memakan waktu lama sejak dicetuskannya Deklarasi Juanda, telah berupaya mengubah fungsi laut Indonesia. Dari semula menjadi alat pemisah dan pemecah-belah persatuan bangsa, menjadi alat pemersatu bangsa. Arti penting geopolitik dan geostrategis tersebut, hendaknya juga dapat dijadikan faktor pengontrol lalu-lintas perdagangan, dari Timur ke Barat menuju Laut Cina Selatan dan ke Samudera Pasifik, dan sebaliknya, yang melewati perairan laut Indonesia.
Sri Sultan pun menyebutkan, semangat dan keterampilan bahari, yang pernah menjadi kebanggaan bangsa Indonesia, perlu digali dan dikembangkan kembali di kalangan generasi muda, agar bangsa Indonesia mampu menjadi tuan di negeri mereka sendiri. Diilhami oleh Semangat Bahari itu, upaya membangun Indonesia baru yang lebih maju, mandiri, dan bermartabat, memerlukan strategi budaya.
“Perlu disiapkan generasi muda Indonesia, yang sanggup mengambil tanggung jawab masa depan, berkeyakinan diri, dan memiliki wawasan kebaharian yang mendalam, serta didukung oleh keterampilan bahari yang memadai,” ucap Sri Sultan.
Tak hanya itu, apabila ingin menggeser orientasi pembangunan menuju skala dunia, bangsa Indonesia harus mulai memperkuat basis pendidikan bidang kelautan. Sebab itu, pendidikan Indonesia setidaknya harus berorientasikan pada tatanan Benua Maritim Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Mahfud MD, menyampaikan ucapan selamat kepada penerima Maritime Award 2022-2023 tersebut.
Diharapkan melalui penganugerahan tersebut muncul gagasan dan inovasi lanjutan, serta pengambilan kebijakan yang mampu menciptakan iklim investasi yang baik di bidang kemaritiman, agar aktivitas ekonomi maritim semakin berkembang dan diminati.
“Disertai adanya kepastian hukum dan rasa aman, bagi pengguna laut. Semoga penganugerahan ini, dapat memotivasi insan bahari lainnya untuk mengambil peran, memperkokoh pilar bisnis maritim, pilar industri maritim, serta pilar keamanan dan pertahanan negara di laut,” ucap Menteri Mahfud.