JOGLOSEMARNEWS.COM – Kabar kasus penculikan anak yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia kembali menimbulkan keresahan di hati para orang tua.
Menanggapi hal tersebut, dikutip dari Tempo.com, psikolog dari Universitas Indonesia (UI) dan pelatih parenting Irma Gustiana mengingatkan pentingnya meningkatkan pengawasan orang tua untuk mencegah terjadinya penculikan anak.
Hal ini lantaran keamanan dan keselamatan anak merupakan tanggung jawab orang tua sepenuhnya, terutama bagi anak-anak yang masih di bawah umur.
“Yang pasti pengawasan itu penting. Orang tua harus bertanggung jawab terhadap keamanan dan keselamatan anak,” ujar Irma.
Ia lantas menambahkan bahwa beberapa aksi penculikan anak yang terjadi belakangan ini cenderung didasari oleh maraknya penjualan organ tubuh manusia demi kepentingan mendapatkan uang.
Menurutnya, lemahnya pengawasan orang tua bisa menjadi salah satu faktor yang memudahkan penculik untuk melakukan aksi kejatahan tersebut.
Apalagi mengingat bahwa anak-anak adalah kelompok yang paling rentan dan belum bisa melindungi dirinya sendiri.
“Ketika anak tidak dalam pengawasan orang tua maka memudahkan para penculik untuk melakukan aksinya,” tuturnya.
Lebih lanjut, Irma mengatakan bahwa selain berfokus pada pengawasan, orang tua juga perlu mengajarkan kepada anak bagaimana cara memberikan respons terhadap orang-orang asing yang berada di sekitarnya.
Kemudian, anak juga harus diajarkan bagaimana cara menolak ajakan orang lain yang tidak dikenalnya tersebut.
Pastikan anak mampu menyampaikan isi pikirannya dengan baik. Hal itu dapat dilatih, salah satunya dengan menerapkan sebuah permainan yakni permainan peran.
“Jadi, ketika ada sesuatu yang terjadi, anak mampu menyampaikan kecemasan atau ketakutan. Misalnya, ketika di keramaian ada yang bertingkah laku aneh atau mencurigakan,” kata Irma.
“Sampaikan juga pada anak jangan berada di tempat yang sepi yang tidak ada orang lain. Jadi, harus berkumpul dengan teman-temannya atau mencari orang dewasa,” tambahnya.
Selain itu, Irma juga menyampaikan pentingnya peran orang tua dalam mengenalkan tetangga di sekitar rumah pada anak-anak sebab kasus penculikan juga sangat mungkin terjadi di daerah perumahan atau di gang-gang kecil.
Jangan biarkan anak untuk menggunakan aksesoris berlebihan atau menggunakan barang mewah karena hal ini justru akan mengundang daya tarik penculik.
“Misalnya perhiasan berlebihan atau menggunakan smartphone dengan teknologi canggih dan harga yang mahal. Itu bisa menjadi incaran penculik untuk memanfaatkan kelemahan anak,” jelas Irma.
Irma kemudian menganjurkan pada setiap orang tua untuk mengajari anak-anaknya tentang keterampilan bela diri.
Dalam hal ini, bela diri dapat menjadi salah satu alternatif untuk mencegah penculikan yang dapat terjadi kapan saja dan dimana saja.
Meski demikian, perlu diingat kembali bahwa anak tetap merupakan kelompok yang tidak berdaya, apalagi jika aksi penculikan dilakukan oleh orang yang lebih kuat, dalam artian orang dewasa.
Tak hanya itu, psikolog anak dan keluarga Samanta Elsener juga mengatakan meskipun anak memiliki kemampuan bela diri, pengawasan dari orang tua tetap menjadi aspek utama yang harus diperhatikan dan dilakukan secara cermat.
“Sekalipun anak bisa bela diri, kekuatan fisiknya masih kalah dibanding orang dewasa yang jadi penculik. Diajari ilmu bela diri boleh tetapi tetap, anak di bawah usia 12 tahun harus dalam pengawasan orang tua di setiap situasi di mana pun dan kapan pun,” ungkap Samanta Elsener.
“Gandeng tangan anak supaya tidak jauh-jauh jalannya. Jangan tinggalkan anak duduk atau berdiri sendirian tanpa pendamping yang dikenal,” tambahnya. Wahyu Fajar Lestari