JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai oleh Wahyu Iman Santoso, menjatuhkan vonis mati kepada terdakwa Ferdy Sambo pada Senin (13/2/2023).
Hal itu lantaran hakim menilai Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan menjadi otak di balik kasus pembunuhan berencana terhadap mantan ajudannya, Brigadir J.
Terkait dengan peristiwa tersebut, lantas seperti apakah sistem penjatuhan hukuman mati dalam perspektif Islam dan hukum di negara Indonesia? Simak penjelasannya berikut ini.
Dikutip dari Republika.co.id, pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Mudzakkir menjelaskan bahwa Islam memang mengakui adanya hukuman mati dengan mengacu pada syarat-syarat khusus dan ketat.
“Prinsipnya Islam mengatur hukuman mati. Dikenakan hukuman mati dengan syarat-syarat khusus, syaratnya adalah tidak ada kata maaf dari ahli waris korban. Jadi pembunuhan, kemudian keluarga korban tidak memaafkan maka hukuman mati tetap bisa dilakukan,” ujar Prof Mudzakkir dilansir dari Republika.co.id pada Selasa (14/02/2023).
Lebih lanjut, Prof Mudzakkir menyatakan, apabila keluarga korban memberikan maaf kepada pelaku, maka pelaku tersebut tidak dapat dijatuhi hukuman mati.
Untuk itu, berlakulah hukum diyat sebagai kompensasi atas nyawa manusia. Di dalam hukum Islam, kompensasi dibayarkan dengan 100 ekor unta sementara di Indonesia dapat dikonversikan menjadi 100 ekor sapi. Namun, jika keluarga tidak menuntut kompensasi 100 ekor sapi maka berlakulah hukuman lainnya.
“Jadi, kalau keluarga memaafkan tidak menuntut 100 ekor sapi maka bisa dilakukan hukuman takzir dari hakim agar menjadi sarana untuk bertaubat,” kata Prof Mudzakkir.
Di sisi lain, apabila dalam keluarga korban pembunuhan ditemukan perselisihan terkait hukuman mati, Prof Mudzakkir mengatakan bahwa hal ini dikembalikan kepada ahli waris korban.
Keputusan yang diambil berdasarkan mayoritas, seperti dalam harta waris, maka untuk laki-laki bagiannya lebih besar daripada perempuan.
Tidak hanya ditinjau dari hukum Islam, di dalam hukum Indonesia pun tindakan pembunuhan juga akan mendapat hukuman mati. Hukuman tersebut diberlakukan apabila keluarga korban tidak memberikan maaf kepada pelaku.
“Penerapannya di Indonesia, mendengar suara hati dari keluarga korban, (mereka meminta) dihukum secara adil dan seberat-beratnya, pihak keluarga tidak memaafkan,” ujarnya.
Prof Mudzakkir kemudian menambahkan bahwa jika dikaitkan dengan hukuman mati di Indonesia terdapat dalam pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi, ‘Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lama dua puluh tahun’.
Dalam hal ini, hukum Islam sangat menjiwai hukum nasional. Artinya sebagian dari hukum Islam masuk di dalamnya dan menjiwai setiap proses penegakan hukumnya.
Sementara itu, Pendiri Rumah Fikih Indonesia (RFI) Ustadz Ahmad Sarwat mengungkapkan bahwa hukum di dalam agama Islam dikategorikan dalam dua macam, yaitu pertama bersifat mutlak dari Allah SWT dan kedua hukum yang diserahkan kepada umat manusia. Ia lantas menuturkan bahwa hukuman mati memang ada di dalam hukum Islam. Wahyu Fajar Lestari