Beranda Umum Membudayakan S5, Menumbuhkan Karakter Siswa

Membudayakan S5, Menumbuhkan Karakter Siswa

Kepala SMP Negeri 8 Surakarta, Triad Suparman, M.Pd tengah menunjukkan buku antologi puisi karyanya / Foto: Suhamdani

JOGLOSEMARNEWS.COM Melihat pentingnya penerapan pendidikan karakter bagi anak didik, tidak mengherankan kalau pendidikan karakter demikian gencar digelorakan pada ranah pendidikan di negeri ini.

Bahkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, memberikan fokus perhatian untuk pendidikan karakter ini.

Pendidikan karakter dianggap penting, karena kemajuan bangsa salah satu faktor penentunya adalah bagaimana karakter para pemimpin bangsa ini, sebagai produk dari sistem pendidikan di Indonesia.

Budaya S5 merupakan Pendidikan karakter dan budi pekerti yang harus diterapkan pada setiap anak sejak dini.

Pada anak usia sekolah dasar, karakter anak perlu dipupuk melalui pendidikan budi pekerti, karena anak usia sekolah dasar merupakan fondasi awal bagi anak untuk bertumbuhkembang.

Tumbuhkembang tersebut bukan sebatas kecerdasan akademik semata, melainkan juga kecerdasan emosionalnya.

Dengan adanya pendidikan karakter di usia dini, diharapkan siswa dapat menempatkan diri kepada siapa dan di mana mereka berada, serta mampu menghargai dan berperilaku dengan orang lain secara baik.

Menurut (Faozah, 2014), penerapan program 5S (Salam, Senyum, Sapa, Sopan, dan Santun) untuk seluruh warga sekolah dapat menguatkan karakter dan menjadikan semua warga sekolah memiliki kepribadian yang baik.

Budaya 5S merupakan salah satu praktik baik yang dilaksanakan setiap hari di sekolah. Pendidik dan tenaga kependidikan menyapa dan menyalami peserta didik yang hadir di sekolah.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan sikap hormat, disiplin, sopan santun dan keakraban antar warga sekolah.

Pada saat ini nilai etika dan budaya di berbagai kalangan khususnya pada generasi muda sudah mulai mengalami pergeseran.

Pergeseran itu meliputi maraknya pergaulan bebas dan ancaman pornografi, kekerasan, dan kerusuhan yang berujung pada tindakan anarkis.

Kondisi karakter pada generasi muda khususnya para peserta didik di sekolah masa sekarang sangat memprihatinkan baik secara emosional, tindakan, maupun perilaku sosial mereka.

Baca Juga :  Respati Ardi Sambangi Kerten, Warga Sampaikan Soal Kondisi Rumah yang 45 Tahun Belum Bersertifikasi

Banyak dijumpai tentang pelajar yang saat ditegur oleh Guru karena melakukan kesalahan, mereka malah cenderung melawan kepada Gurunya dengan tindakan yang kurang pantas.

Selain itu ada juga, karena tidak memiliki etika mereka melakukan kekerasan fisik dan mental kepada gurunya, hanya karena masalah yang sederhana.

Dengan adanya pergeseran nilai etika dan budaya inilah penyebab generasi muda saat ini menjadi kehilangan jati dirinya.

Kebanyakan mereka melupakan nilai luhur yang telah ditanamkan kepada dirinya sejak kecil oleh orang tua dan leluhurnya.

Salam merupakan bukti bersikap hormat, jika memberi salam kepada orang lain merupakan bentuk pernyataan hormat.

Senyum merupakan salah satu ibadah, tersenyum juga karena bahagia. Senyuman menambah manisnya wajah, perekat tali persaudaraan, dan sarana tercapainya perdamaian.

Sapa identik dengan tegur sapa. Menyapa bisa memudahkan siapa saja untuk bisa lebih akrab, saling kontak dan berkomunikasi.

Sopan merupakan perilaku menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, menghargai, tidak sombong dan berakhlak mulia.

Perwujudan sikap sopan dalam budaya Jawa yaitu dengan menggunakan bahasa yang sopan (menggunakan bahasa Krama ketika berbicara dengan yang lebih tua).

Sedangkan Santun merupakan tingkah laku yang halus dan baik. Orang santun akan mementingkan  kepentingan orang lain daripada kepentingan sendiri. Santun merupakan perilaku yang sesuai dengan aturan dan tataran norma yang ada.

Nilai-nilai yang dikembangkan melalui pendidikan karakter meliputi toleransi, kepedulian sosial dan cinta damai.

Nilai toleransi adalah sikap atau perilaku manusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai dan menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan untuk menumbuhkan kerukunan antar sesama.

Peduli sosial adalah minat atau ketertarikan untuk membantu orang lain dalam hal kebaikan. Cinta damai adalah sikap, perkataan, atau tindakan yang menyebabkan orang lain senang dan nyaman atas kehadiran kita.

Budaya 5S perlu dilakukan tidak hanya di sekolah, namun juga di antara orang tua peserta didik dan masyarakat.

Baca Juga :  Meet the pharaohs of Publication away from Ra luxury! Get involved in it on line at no cost!

Dengan senyum, peserta didik bisa lebih damai, senang, dan gembira berada di lingkungan sekolah. Sopan dalam menggunakan bahasa, baik ketika dengan guru maupun teman-teman, lebih percaya diri dan bertanggungjawab.

Juga mengembangkan kepribadian baik bagi peserta didik, mempunyai rasa hormat, memiliki belas kasih, suka menolong sehingga tercipta lingkungan sekolah yang nyaman, harmonis, damai antar semua warga sekolah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya 5S merupakan salah satu cara untuk menanamkan pendidikan karakter.

Jika semua warga sekolah menerapkan budaya 5S dalam keseharian mereka, maka hal itu akan menjadikan semua warga sekolah berkepribadian baik.

Apabila 5S diterapkan dalam konteks sekolah maka warga sekolah terutama peserta didik akan belajar bagaimana menghormati satu sama lain dan memiliki belas kasih, suka menolong selain itu akan terjalin tali silaturahim antar warga sekolah dengan baik.

Karakter seseorang, baik atau buruk tidak akan serta merta terbentuk dengan begitu saja, tetapi karena adanya pembiasaan. Pendidikan karakter itulah yang nantinya akan membantu dalam menjalani hidup dan mencapai kesuksesan! [*]

Triad Suparman, M.Pd

Kepala SMP Negeri 8 Surakarta