SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Bisnis thrifting atau barang bekas khususnya untuk barang impor bermerek tengah menjadi sorotan berbagai pihak. Bahkan Presiden Jokowi melarang bisnis tersebut karena dinilai mematikan industri tekstil dalam negeri.
Termasuk Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Solo turut menyoroti bisnis tersebut.
Alih-alih ikut melarang anggotanya berbisnis thrifting, Ketum HIPMI Solo, Respati Ardi mengakui ada anggotanya yang menggeluti bisnis tersebut.
Namun demikian, Ardi mengimbau pelaku UMKM lokal untuk dapat mengambil manfaat dari tren thrifting tersebut.
“Kami tidak menolak, tapi kami mengimbau untuk bisa ada manfaatnya. Paling tidak kalau sekarang lagi booming sepatu branded di-thrifting. Ya itu benchmark (jadi tolok ukur) supaya pengusaha lokal bisa membuat produk seperti itu,” ujarnya, Rabu (22/3/2023).
Diakui Ardi, banyak anggota HIPMI Solo senior yang bergerak di bidang tekstil menolak keras fenomena thrifting. Pasalnya, bisnis itu dinilai menganggu pengusaha di sektor konveksi.
“Tapi sebenarnya thrifting ini bisa menjadi benchmark untuk pelaku usaha lokal untuk menyamai produk produk di luar negeri. Tapi juga harus dibatasi. Mungkin stoknya dihabiskan dulu sebelum dirusak. Yang terpenting adalah regulatornya dan petugas yang mengeksekusi,” bebernya.
Di sisi lain, Ketua HIPPINDO Jawa Tengah, Liliek Setiawan menyebutkan persaingan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara produksi nasional dan barang impor ilegal serta barang bekas sangat mencederai pasar retail domestik.
“Bukan masalah thrifting, tapi penyelundupan pakaian bekas dari luar, impor ilegal pakaian bekas. Produsen pakaian jadi buatan Indonesia sebagian besar adalah UMKM yang juga mayoritas membeli kain yang diproduksi di Indonesia. Inilah yang dikeluhkan produsen kain dan pakaian jadi Indonesia,” tukasnya.
Menurutnya, kebijakan Bangga Buatan Indonesia (BBI) dan belanja pemerintah sebesar 40 persen produk UMKM bertujuan untuk mendorong para importir mengajak partner-nya membuat produk di dalam negeri, yaitu kebijakan substitusi impor.
“Bukan thrifting yang dikhawatirkan masyarakat pertekstilan Indonesia, namun thrifting ilegal alias impor ilegal barang bekas. Dan bukan hanya barang bekas yang dikhawatirkan, namun juga tekstil dan pakaian jadi yang diimpor secara ilegal. Atau under price. Sehingga tidak memberikan same level playing field dengan produsen tekstil dan produk tekstil Indonesia,” pungkasnya. Prihatsari