JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Wonogiri

Marak Kekerasan Seksual dan KDRT, Kemana Saja Kementerian dan DPR RI?

KDRT
Endang Maria Astuti Anggota Komisi VIII DPR RI saat sosialisasi pencegahan KDRT. Dok. Panitia
   

WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Komisi VIII DPR RI dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI menggelar sosialisasi yang sangat penting pada Senin (26/9/2023) di RM Saraswati Wonogiri.

Dalam rilis yang diterima JOGLOSEMARNEWS.COM , Rabu (28/9/2023), mereka berfokus pada upaya perlindungan hak perempuan terhadap dua isu yang sangat serius, yaitu kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Anggota Komisi VIII DPR RI, Endang Maria Astuti, menjelaskan bahwa komisi ini memiliki peran krusial dalam bidang agama, sosial, kebencanaan, perempuan, dan anak. Mereka menjalankan peran ini sebagai wakil rakyat dengan komitmen kuat untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak di Indonesia.

Endang Maria Astuti menggambarkan KDRT sebagai tindakan yang merugikan perempuan secara fisik, seksual, psikologis, atau dengan mengabaikan tanggung jawab dalam rumah tangga. Ini termasuk ancaman, pemaksaan, atau tindakan melawan hukum lainnya dalam konteks rumah tangga.

Baca Juga :  Cek Khodam Lagi Tren, Sekadar Hiburan atau Ada Udang di Balik Batu?

Dia menekankan bahwa Komisi VIII berjuang tanpa henti untuk memperkuat upaya pemberdayaan perempuan dan melindungi hak-hak mereka.

Namun, masih ada tantangan yang harus dihadapi, seperti kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, kemiskinan yang tinggi, pernikahan dini, budaya permisif, penurunan kepedulian sosial, dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang kekerasan terhadap perempuan.

Endang Maria Astuti sangat prihatin dengan tingginya angka kekerasan seksual dan KDRT terhadap perempuan dan anak-anak. Dia berharap agar perempuan, terutama yang masih sekolah, dapat menjadi sosok yang kuat dan melindungi diri dari kekerasan seksual.

Selain itu, Endang Maria Astuti juga menjelaskan beberapa upaya yang dilakukan Komisi VIII untuk perlindungan hak perempuan.

Ini termasuk dorongan untuk meningkatkan anggaran pemberdayaan perempuan, kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan program perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak, pendampingan korban pelecehan seksual di tempat kerja, perubahan regulasi terkait UU TPKS untuk meningkatkan perlindungan perempuan dan anak, dan regulasi terkait hak asuh anak bagi perempuan yang menikah dengan WNA.

Baca Juga :  Semarak Penerimaan Rapor di SD Negeri 2 Jatiroto: Perpaduan Prestasi dan Kemeriahan

Selain itu, Analis Kebijakan Ahli Madya Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Perlindungan Hak dan Perempuan (Asdep Musjak PHP), Kementerian PPPA, Agus Wiryanto, menjelaskan tentang UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang sangat relevan.

UU ini mendefinisikan berbagai bentuk tindak pidana kekerasan seksual, termasuk pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik. Selanjutnya pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

UU ini merupakan langkah konkret dalam memerangi kekerasan seksual yang mengancam perempuan dan anak-anak. Aris Arianto

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com