Beranda Panggung Sastra PEMANDU MISTERIUS

PEMANDU MISTERIUS

CERPEN

Ilustrasi pendakian gunung / pixabay

Oleh : Maulida Naila Hanunaura

Perencanaan liburan bersama selalu menjadi topik untuk empat orang sahabat ini: Dani, Raif, Sakha, Valdi. Mereka sudah menjadi teman sejak SD hingga sekarang Kelas XI SMA. Mungkin mereka sudah sangat mengenal kepribadian masing-masing. Mereka menjadi begitu dekat karena rumah mereka yang tak berjauhan di salah satu perumahan tengah kota. Orangtua mereka juga saling kenal dan saling percaya.

 

“Hey, kalian! Kapan kita akan pergi liburan?!” Sakha yang paling semangat memulai topik yang selalu menjadi wacana itu.

“Iya nih… selalu saja kita membicarakan ini tapi tidak pernah terlaksana.”

“Sudah libur akhir semester nih, kapan berangkat?”

“Iya sekalian kita liburan akhir tahun, katanya mau ke puncak.”

Tahun kemarin mereka memang sudah berencana ingin pergi ke puncak bersama. Tapi selalu saja hanya menjadi wacana bagi mereka. Obrolan perencanaan seperti ini tidak pernah usai bagi mereka. Entah akan terlaksana atau tidak, mereka akan membicarakan perencanaan ini hingga begitu detail. Membicarakan tempat tujuan hingga barang – barang yang akan mereka bawa nantinya.

“Pokoknya tahun ini kita harus benar – benar jadi berlibur.”

“Aku sepakat kita berempat pergi ke puncak sih…”

“Iya, itu sudah tujuan awal kita kan? Aku juga setuju”

“Okay. kapan kita berangkat?”

“Bagaimana jika kita bersiap dalam tiga hari? Lebih cepat lebih baik, kan?”

“Aku sih setuju. Lagi pula kalau kita bertele-tele, nanti malah gak jadi pergi deh.”

Deal… kita kumpul tiga hari lagi di rumahku ya seperti biasa!” jawab Dani yang rumahnya selalu dijadikan basecamp.

Akhirnya rencana mereka untuk liburan bersama akan terwujud. Tidak ada kata “tidak jadi” lagi. Mereka berempat begitu bersemangat siap-siap untuk liburan. Banyak sekali yang akan mereka persiapkan untuk pergi ke puncak dan mempersiapkan pesta untuk makan malam di sana.

“Kringgggg… kringggg…” suara ponsel itu berdering pada pukul 21.00 PM. “Valdi” tulisan itu tampak pada layar smartphone itu. Valdi memulai obrolan video group.

“Halo!” sapa Valdi.

“Halo… kenapa Val telpon malem-malem begini?”

“Iya ngapain sih Val, bukannya siap-siap malah VC. Kangen, ya?”

“Idiiih kepedaan…!”

“Iya ih ngapain juga aku kangen sama kamu If.”

“Ya terus kenapa?”

“Aku hanya ingin memastikan ini kita beneran kan akan pergi berlibur?”

“Iya Val… kamu ini masih gak percaya banget ya? Hahahah..”

“Iya, jujur emang kaya mimpi sih kita bisa pergi berlibur bersama seperti ini”

“Kalian sudah mempersiapkan apa saja untuk liburan?”

“Satu tas gunung sudah hamper penuh, sepertinya aku terlalu banyak bawa barang.”

“Jangan terlalu banyak bawa barang nanti pundak kamu sakit saat kita mulai naik ke puncak.”

“Iya mungkin akan aku kurangi beberapa. Habis aku bener-bener excited.

“Udah sana kalian semua istirahat dan tidur biar kita engga capek saat berangkat.”

Sebegitu bersemangatnya mereka untuk berlibur bersama bahkan mereka saling bertukar kabar tentang apa yang akan mereka bawa dan apa yang telah mereka persiapkan. Tidak terasa sudah tiga hari mereka bersiap dan akhirnya tiba pada hari dimana mereka akan berangkat ke puncak.

Tepat pada pukul 08.00. Mereka semua datang secara bergilir ke rumah Dani. Mereka semua datang dengan pakaian andalan Ketika ingin pergi ke puncak. Kaos panjang dengan jaket dan celana training. Mereka berangkat menggunakan jeep andalan keluarga Dani dan diantar oleh sopir keluarga Dani.

Mereka memulai perjalanan ke salah satu gunung yang memang akan menjadi destinasi mereka untuk mendaki selama kurang lebih 4 hari untuk sampai ke puncak gunung. Diperjalanan mereka saling memberikan semangat dan mengobrol Bersama disertai dengan lantunan lagu yang mereka setel di mobil.

Setelah tiga jam perjalanan akhirnya mereka sampai pada pos tempat pemeriksaan barang. Pada saat pemeriksaan barang, mereka ditawarkan untuk menyewa seorang pemandu perjalanan untuk memandu mereka saat mendaki gunung. Mereka memilih untuk menyewa pemandu 1 orang agar lebih mudah untuk sampai ke puncak dan segera melihat pemandangan disana.

Setelah pemeriksaan dan sudah bersama dengan pemandu itu mereka mulai mencari ojek untuk menuju ke pos satu. Di pos satu mereka diarahkan pemandu untuk berjalan ke titik start. Sampailah mereka pada titik start dan mereka mulai mendaki gunung itu dengan sangat bersemangat.

Mulailah mereka mendaki gunung itu. Gunung yang sangat tinggi dan menanjak. Perlu perjuangan yang gigih untuk mendaki gunung itu. Tapi mereka sama sekali tidak merasa Lelah dan terus berjalan mengikuti jalur yang diberitahu oleh sang pendaki. Tidak terasa hari sudah mulai sore tapi perjalanan mereka tidak semulus yang kita pikirkan. Sore itu, sang pemandu mulai merasa pusing dan meninta izin kepada empat orang sahabat itu untuk turun karena sang pemandu sudah sangat pucat dan sakit.

 

“Teman-teman, sepertinya saya harus turun karena merasa badan saya tidak enak,” kata si pemandu.

“Wah iya, Kak… Tidak apa-apa. Lagi pula kita sudah pernah mendaki gunung dan sudah tahu lewat jalur yang sudah diberi tanda,” sahut Dani

“Iya kak sepertinya kakak sudah sangat pucat dan kesakitan. Lebih baik jika turun saja,” kata Valdi

“Iya kak, kita bisa melakukannya sendiri untuk melanjutkan perjalanan ini,” kata Raif

“Tidak, nanti pasti saya akan mengirim satu orang pemandu yang menjadi pengganti saya, jadi kalian tidak perlu khawatir saat melakukan perjalanan sendiri. Gunung ini juga tidak akan terlalu berbahaya walaupun jalannya menanjak.”

“Iya kak, tidak usah khawatir tentang kami juga. Kakak segera turun dan istirahat saja.”

“Baik, tapi kalian tolong jangan percaya dengan siapapun ya selain orang yang benar-benar memastikan bahwa dia pemandu dari tim kami.”

“Siap, Kak”

Mereka melanjutkan perjalanan itu tanpa sang pemandu, mereka hanya jalan berempat mengikuti jalur yang memang sudah ditandai. Mereka masih dengan suasana bergembira sambil mengobrol Bersama saat jalan menuju puncak.

Valdi yang paling riang merasa bebas karena pemandu tidak ada di dekat mereka. Valdi terus bersiul saat mereka berjalan mendaki gunung itu. Hari mulai gelap dan mereka bertemu dengan seorang pria kisaran umur 40 tahun. Pria itu menyapa mereka dengan ekspresi yang bahagia karena bertemu dengan mereka.

“Halo, Dek… Kalian pendaki baru yang tadi siang mulai mendaki bukan?”

“Iya, Pak. Kami yang tadi siang mendaki, bapak pemandu pengganti yang dikirim oleh tim, ya?”

“Iya, saya yang akan menggantikan kakak yang tadi sedang sakit untuk memandu perjalanan kalian.”

“Wahhh cepat sekali, baik pak mari gabung dengan kami.”

“Iya, kita lanjutkan perjalanan ini dengan saya yang akan memandu kalian ya.”

“Siap, Kak”

Mereka melanjutkan perjalanan itu dengan pemandu yang baru. Saat itu mulai waktu maghrib dan salah satu orang dari mereka yaitu Valdi ingin ke kamar mandi dan mengambil air minum di sebuah Sungai yang tidak jauh dari tempat terakhir mereka.

Saat itu memang sudah sangat gelap dan mereka memutuskan untuk berhenti di pos tempat mereka sekarang yaitu Pos 3 untuk mendirikan tenda. Mereka mendirikan dua tenda bersama-sama dengan sang pemandu. Setelah bekerja sama mendirikan tenda akhirnya tenda itu jadi dengan sangat rapi untuk mereka beristirahat.

Jam hampir memasuki dini hari dan mereka hendak membakar kayu untuk mereka masak dan menyantap makan malam mereka. Saat mereka mulai memasak, Sakha tersadar bahwa Valdi belum juga kembali. Mereka berpikir bahwa dia memang hendak beristirahat sejenak karena dia pergi membawa makanan yang cukup banyak. Mereka menyantap makanan bersama dan mereka tampak sudah sangat lelah dan istirahat dengan tidur di tenda masing-masing. Sakha dengan Dani dan Raif dengan sang pemandu.

Malam itu mereka tidur dengan lelap dan pada dini hari Raif terbangun karena mendengar suara orang tua dari luar dan dia menyadari bahwa pemandu itu tidak ada di sampingnya. Tetapi Raif mengabaikan kejadian itu dan melanjutkan tidurnya karena hari itu dia sangat mengantuk.

Hari sudah berganti, mereka menurunkan tenda dan mulai berkemas untuk melanjutkan perjalanan mereka. Tapi saat itu Valdi belum juga kembali dan mereka mulai khawatir. Mereka cemas bagaimana jika terjadi sesuatu dengan Valdi. Mereka berpikir untuk mencari Valdi Bersama dengan sang pemandu yang akan mengarahkan mereka. Dan mereka memutuskan untuk mengikuti pemandu itu.

“Pak, bisa tolong bantu kami untuk mencari sahabat kami tidak?”

“Bisa. Kalian ikuti saya saja biar saya yang mencari jalan.”

“Baik, Pak.”

Tigapuluh menit sudah mereka mencari. Valdi masih saja belum ketemu. Langkah demi langkah, mereka terus mengikuti sang pemandu itu. Mereka begitu percaya dengan sang pemandu itu dan panik karena satu sahabat mereka itu masih belum ditemukan. Sampai tidak sadar bahwa mereka melewati jalur yang salah dan jalan itu begitu menanjak. Tidak tahu apakah sang pemandu itu sengaja membuat mereka tersesat atau memang jalur yang lebih cepat adalah jalan itu.

“Pak, kenapa kami mulai merasa lelah, ya?” Kata Raif

“Baru segini kalian sudah merasa lelah?”

“Kita sudah berjalan hampir satu jam dan terasa seperti kita hanya mengelilingi tempat  yang sama?”

“Maksud kalian saya tidak tahu jalan di gunung ini? Lebih baik kalian diam dan ikuti saya saja.”

Mereka tercengang karena bingung kenapa sang pemandu itu menjadi sangat galak dan bersikap aneh. Mereka Tidak terlalu peduli dan terus mengikuti sang pemandu itu walau jalanan yang mereka lihat sebenarnya adalah jalan yang sudah mereka lewati berkali- kali. Mereka melihat pemandu itu berjalan dengan raut muka yang sangat senang. Padahal ini adalah situasi yang seharusnya tidak bisa dibuat bercanda. Mereka semakin tersadar bahwa pemandu itu sudah sangat aneh.

“Aku izin pergi sebentar ya, aku sangat kembung,” ujar Raif

“Perlu kami temani tidak?” tanya Sakha

“Iya ayo aku juga ingin ke toilet,” kata Dani

“Ya sudah kita pergi bersama ya,” kata Raif

“Pak, kami izin pergi sebentar. Tidak perlu bapak temani. Mungkin bapak bisa menunggu kami sambil meliat kompas ini dan memastikan jalan yang sudah kita lewati ini benar.”

“Baik, tetapi kalian harus hati-hati. Kalian harus segera kembali secepatnya atau akan terjadi hal yang buruk jika tidak ada saya yang menemani.”

“Baik, Pak.”

Setelah mendapat izin dari sang pemandu, mereka segera meninggalkan tempat itu dan pergi menjauh dari sang pemandu itu. Sebenarnya mereka memang sudah ada rencana ingin pergi, tapi mereka selalu tidak mempunyai kesempatan karena pemandu itu selalu mengajak berbicara dan mengatakan hal yang aneh. Raif yang pertama sadar tentang hal ini segera memberitahu teman-temannya dan mengeluarkan satu alasan agar mereka bisa pergi dari situ.

Guys, apa kalian tidak merasa aneh soal pemandu itu?” Raif memulai obrolan itu.

“Iya sebenarnya aku sudah tidak tahan kita berjalan melewati jalan itu terus,” kata Sakha

“Hah jadi kalian memang benar dari tadi merasa melewati jalan yang sama?”

“Iya Dan. Memangnya kami tidak?”

“Tidak. . . dari tadi aku melihat jalanan yang berbeda, tapi jalanan itu sangat gelap dan seperti gunung yang benar-benar jauh dari matahari.”

“Jadi kita semua melihat jalur yang berbeda-beda?” Raif semakin merasa bingung.

“Aku mulai merinding… bagaimana jika kita melanjutkan saja perjalanan kita ini tanpa pemandu itu?

“Aku setuju, sebenarnya memang sudah dari tadi malam pemandu itu mulai aneh. Aku mendengar dia berbicara di luar tenda tapi aku tidak tahu dia berbicara dengan siapa,” kata Raif

“Kenapa kamu baru bercerita sekarang?” kata Dani

“Karena aku masih belum yakin peristiwa apa yang kita alami ini.”

“Sudah-sudah, sekarang kalian berdua lihat Kompas ini. Kita benar-benar jauh dari puncak sekarang.”

“Iya kita memang sengaja dibuat tersesat oleh pemandu itu. Tapi sebenarnya apa tujuan dia membuat kita tersesat dan kehilangan Valdi?

“Aku semakin yakin bahwa Valdi tidak hilang. Dia pasti ada di gunung ini tapi memang kita yang menjauh dari tempat dia berada.”

“Ayo kita lanjutkan mencari Valdi searah awal dia menghilang.”

Mereka akhirnya melanjutkan perjalanan itu tanpa sang pemandu. Mereka tahu bahwa selama ini memang mereka sengaja disesatkan oleh pemandu itu. Tapi mereka masih belum tahu siapa sebenarnya pemandu itu dan apa tujuan dia menipu mereka. Setelah melewati beberapa tanda ke jalur yang benar untuk kembali. Ada teriakan seseorang yang suaranya sangat mereka kenal. Mereka mencari asal suara itu dan mereka begitu kaget.

Orang itu adalah Valdi. Teman mereka yang hilang dan yang selama ini mereka cari. Tapi mereka bertanya-tanya dengan siapa Valdi berjalan ke arah mereka. Dia berjalan dengan satu orang yang wajahnya sama sekali tidak mereka kenali. Wajah Valdi terlihat pucat, tapi juga terlihat senang seperti perasaan lega.

“Valdi! Kemana saja kamu selama ini?”

“Iya Val. Panik kita semalam, kamu tidak kembali”

“Kamu tahu kita mencari kamu dengan pemandu palsu itu.”

“Jadi kalian sudah tahu bahwa pemandu itu adalah memandu yang salah?” jelas Valdi yang terlihat sudah mengetahui apa yang dialami oleh teman-temannya itu.

“Hah kamu sudah tahu Val?”

“Kamu pergi kemana semalam? Terus juga sekarang malah membawa orang asing tidak dikenal lagi.”

“Iya, kenalin kami dengan orang ini dong Val”

“Eh iya lupa, jadi kemarin waktu aku izin untuk pergi ke Sungai aku sudah balik ke tempat kita, tapi tidak tahu kenapa aku kehilangan kalian. Aku berjalan sendirian dan bertemulah aku dengan kakak ini. Ternyata kakak ini adalah pemandu pengganti dari tim pemandu kita.” jelas Valdi.

Mereka bertiga seketika lemas dan tidak bica berbicara satu kata pun. Karena mereka mulai berpikir dan penasaran siapa pemandu itu?

“Kalian tidak usah panik. Dulu juga pernah ada kejadian seperti ini dan itu terjadi karena pasti kalian melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Apakah kalian merasa ada yang melakukan sesuatu yang aneh saat perjalanan? Berbicara kotor atau mungkin bersiul saat menuju puncak?” jelas pemandu asli.

“Sepertinya aku bersiul kemarin. . .,” kata Valdi

“Val. . .”

“Nah itu yang mungkin menyebabkan kalian terpisah.”

“Bisa-bisanya kamu bersiul Val, kamu saja tahu kita tidak pernah melakukan hal seperti itu saat mendaki. Kamu pun tidak pernah melakukan itu dulu.”

“Maaf teman-teman, sepertinya aku kemarin tidak sadar melakukan itu dan memang suasana hatiku sangat bagus kemarin.”

“Gapapa Val, yang penting kita sudah ketemu kamu sekarang saja masih bersyukur banget.”

Di saat itu juga mereka melihat seorang kakek-kakek tua yang tersenyum melihat kearah mereka. Kakek itu terlihat seperti pemandu palsu sebelumnya. Hanya saja wajahnya sangat keriput. Mereka merasa takut dan ingin berlari tapi kakek itu tiba – tiba hilang dengan sangat cepat dan hanya ada bayangan tipis yang terlihat. Kakek itu seperti hanya mampir dan mencermati mereka saja.

Akhirnya mereka melanjutkan perjalanan itu berlima dengan pemandu asli. Mereka berjalan mengikuti pemandu itu dan melupakan kejadia yang mereka alami sebelumnya. Sampailah pada hari di mana mereka melihat pemandangan di atas puncak itu dan senyuman lebar menyertai wajah masing-masing.

Walaupun banyak rintangan, namun kebersamaan dan keberanian telan menuntun mereka pada akhir yang baik. (*)

 

 

Nilai Hikayat: Nilai moral.