JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Melki Sedek Huang kembali menegaskan bahwa Cawapres Gibran Rakabuming Raka tidak mewakili kaum muda.
Menurut Melki, Walikota Solo itu hanya diuntungkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia calon presiden dan wakil presiden.
Apalagi, ketua MK saat menjatuhkan putusan tersebut tak lain tak bukan adalah pamannya sendiri.
“Kalau mau berpikir muda sekadar usia, tidak ada usia yang diubah di dalam putusan MK, tetap 40 tahun,” kata Melki, seusai memandu diskusi bertema “Demokrasi dan Korupsi” di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jalan Pangeran Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (1/12/2023).
Melki mengatakan, keputusan MK tidak menguntungkan anak muda, tetapi menguntungkan Gibran yang merupakan anak Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dia menyebutkan keputusan MK Nomor 90 Tahun 2023 itu malah menambah syarat panjang bagi anak muda untuk bisa memimpin.
“Jadi harus jadi kepala daerah dulu,” ujar dia.
Dalam putusan MK tersebut, menurut Melki, tidak ada satu pun kata menunjukkan keberpihakan terhadap kaum muda.
Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 memungkinkan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto.
Dalam putusannya, MK menyatakan seorang yang berusia kurang dari 40 tahun bisa menjadi capres atau cawapres asalkan pernah terpilih menduduki jabatan yang diperoleh melalui pemilihan umum.
Putusan itu dianggap kontroversial karena Ketua MK Anwar Usman adalah adik ipar dari Jokowi sekaligus paman Gibran.
Belakangan, Anwar dinyatakan melakukan pelanggaran kode etik berat dalam putusan itu dan dicopot dari jabatan Ketua MK.
Jangan Terprovokasi
Melki menyatakan tiga hal agar anak muda tidak terprovokasi wacana pencalonan Gibran mewakili mereka.
Pertama, kata dia, anak muda tidak membutuhkan pemimpin yang sekadar gemoy. Kedua, tidak butuh pemimpin yang gimmick dan pura-pura muda.
Berikutnya, anak muda tidak membutuhkan pemimpin yang menghancurkan hak-hak yang erat dengan demokrasi dan lembaga hukum.
“Sehingga bagi anak-anak muda yang mau memilih, memilih yang tepat,” kata Melki. “Jika tidak memilih, itu lebih baik.”
Saat ditanya apakah Gibran tidak merepresentasikan suara anak muda yang berharap bisa memperbaiki demokrasi ke depan, kata Melki, masalahnya saat ini bukan siapa jadi presiden atau tidak menjadi presiden. Problemnya, menurut dia, adalah apakah pihak pemenang bisa memastikan demokrasi tetap terjaga dan pengungkapan kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu.
“Siapa pun yang menang apakah konstitusi kita akan dijaga. Itu dulu yang penting,” ujar dia.
Hingga saat ini, Melki mengaku pesimis terhadap ketiga pasangan calon presiden yang akan bertarung di pemilihan presiden atau Pilpres 2024. Ketiga pasangan tersebut, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo-Gibran, Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Ditanya perihal tiga kandidat Pilpres itu tidak merepresentasikan suara anak muda soal menjaga demokrasi, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, kata Melki, proses itu akan dilihat nanti. Biar publik memberikan penilaian. Yang menang, kata dia, seharusnya bukan para kandidat melainkan demokrasi dan konstitusi.
Pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka diusung oleh Koalisi Indonesia Maju yang terdiri dari Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, Partai Gelora, Partai Garuda, Partai Prima dan Partai Solidaritas Indonesia. Mereka merupakan pasangan dengan nomor urut 2 pada Pilpres 2024.