Beranda Daerah Solo Mengunjungi Masjid Laweyan, Masjid Yang Dulunya Bekas Pura bagi Umat Hindu

Mengunjungi Masjid Laweyan, Masjid Yang Dulunya Bekas Pura bagi Umat Hindu

Masjid Laweyan ini dulunya merupakan bekas Bangunan Pura yang digunakan sebagai tempat peribadatan bagi umat Hindu di Solo. Bangunan tersebut dihadiahkan oleh Ki Ageng Buluk yang beragama Hindu kepada Ki Ageng Henis yang memeluk agama Islam | Foto: Ando

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penyebaran agama Islam di tanah Jawa di masa lalu, ada kalanya tidak terlepas dari proses akulturasi dengan budaya lokal. Akulturasi tersebut dapat diwujudkan melalui seni bangunan, arsitektur, seni ukir, aksara dan seni hingga sastra.

Contoh yang paling terlihat dalam seni bangunan adalah adalah masjid dan makam. Misalnya atap masjid yang berupa atap tumpang atau bersusun.

Sebut saja atap tumpang di Masjid Kudus, menjadi salah satu bukti wujud akulutasi Islam dengan budaya lokal yang  hidup di kawasan tersebut kala itu.

Jika di Kudus ada Masjid dengan menara beratap tumpang, maka di Laweyan, Solo terdapat masjid  yang bangunannya semula merupakan bangunan Pura yang biasa digunakan untuk aktivitas keagamaan bagi umat Hindu.

Masjid tersebut terletak di Jalan Liris No. 1 Belukan, Pajang, Kecamatan Laweyan, Solo.

Takmir Masjid Laweyan, Nugroho menceritakan adanya masjid tersebut berawal dari persahabatan Ki Ageng Beluk dengan Ki Ageng Henis tokoh ulama di Laweyan.

Masjid Laweyan ini awalnya adalah pura yang dimiliki Ki Ageng Beluk. Kemudian bersahabat dengan Ki Ageng Henis. Akhirnya memberikan hadiah kepada Ki Ageng Henis,” ungkap Nugroho.

Baca Juga :  Sudah Diresmikan Menteri, Museum Keraton Solo Ternyata Masih Digembok, Wisatawan dari Luar Kota Kecewa

Dikatakannya selama berdakwah Ki Ageng Henis menggunakan cara merangkul. Jadi Islam merangkul tidak memukul.

“Kemudian beliau waktu itu ada santri disini tertarik. Akhirnya Ki Ageng Beluk memeluk Islam dan memberikan hadiah puranya sebagai tempat peribadatan umat Islam. Itu pada tahun 1546 akhirnya terbangun masjid yang sampai sekarang berdiri,” sambungnya.

Menurut sejarah yang dipelajari oleh Nugroho, tidak ada perdebatan dari umat hindu waktu itu. Sehingga masyarakat sekitar waktu itu mendukung.

“Tidak ada perdebatan sama sekali dan masyarakat disini mendukung. Dari pura dijadikan sanggar, jadi langgar, kemudian jadi masjid,” jelasnya.

Hingga saat ini masyarakat juga terus mendukung kegiatan yang berada di Masjid Laweyan tersebut. Bahkan ada beberapa bangunan yang hingga saat ini masih terus dipertahankan.

“Beberapa bangunan yang mungkin dari kayu menjadi pagar ataupun sekarang besi tapi kita tetap pertahankan. Termasuk bangunan kita pertahankan. Ini juga telah masuk cagar budaya pada tahun 2021,” paparnya.

Baca Juga :  LADIES REJUVENATION DAY 2025: Ruang Sehari bagi Perempuan untuk Berhenti, Pulih, dan Kembali Utuh

Selama bulan Ramadhan ini Masjid Laweyan juga menyelenggarakan beberapa kegiatan seperti pada tahun-tahun sebelumnya.  Seperti TPA pada hari Senin hingga Jumat. Tadarus hingga sampai pukul  10 malam dan juga iktikaf terbuka untuk 24 jam. Ando

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.