Cerita sebelumnya: Perjalanan Sutawijaya dan RM Said sudah hampir sampai di lokasi yang ditujunya, yakni Nglaroh, Selogiri, Wonogiri.
“Kita hampir sampai, Raden…”
Mereka pun melangkah semakin cepat dan semangat. Kini keduanya hampir sampai di batas perkampungan. Dari balik pepohonan dan gerumbul perdu, terlihatlah dari kejahuhan seorang lelaki tengah membelah-belah kayu dengan kapak. RM Said heran, hari masih gelap namun lelaki itu sudah giat bekerja.
Lelaki itu tiba-tiba menghentikan pekerjaannya. Ia meletakkan kapak besar itu di samping kakinya, lalu berdiri. Penglihatannya diedarkan ke depan, tepat ke arah kedua pendatang tersebut. RM Said merasakan lelaki di depannya itu tentu memiliki kawaskithan dan kewaspadaan yang tinggi.
“Siapa di situ? Ayo, Ki Sanak berdua. Silakan mendekat ke sini..” ujar lelaki tua itu dengan suara berat.
RM Said dan Sutawijaya terkejut. Di luar perkiraan mereka, orang itu bahkan mampu melihat dengan awas dan tahu bahwa mereka datang berdua. RM Said semakin yakin orang tua itu tidak hanya melihat secara wadag, namun juga dengan mata batinnya. Terasa benar kewibawaan mengalir dari suara yang berat dari lelaki itu. RM Said dan Sutawijaya pun keluar dari balik pepohonan.
“Kami yang datang Kyai, Sutawijaya dan Raden Mas Said…” ujar Sutawijaya sembari keduanya berjalan mendekat.
Melihat kedatangan dua orang muda tersebut, Kyai Wiradiwangsa, nama lelaki itu berkerut kening. Namun setelah beberapa saat, dia mulai ingat nama RM Said. Nama itu sudah lama didengarnya. Ia pun mempersilakan kedua orang muda itu masuk ke dalam rumah. Sinar lampu minyak remang-remang menerobos keluar, bersamaan dengan daun pintu yang terbuka.
“Selamat datang di gubuk reyot ini, Anak Mas Said dan Sutawijaya. Ayo silakan masuk,” ujar Kyai Wiradiwangsa setelah mereka duduk di atas dipan bambu beralas tikar pandan.
“Maaf Kyai, kami berdua terpaksa merepotkan Kyai dengan datang pagi-pagi seperti ini…” ujar Sutawijaya memulai pembicaraan.
“Jangan sungkan-sungkan. Kedatangan anak mas berdua pagi-pagi seperti ini, menurut perkiraan saya yang sudah tua ini, tentu mendakan ada sesuatu yang sangat wigati yang terjadi di Kraton Kartasura. Benarkah?” sahut Kyai Wiradiwangsa.
Dari jawaban tersebut, RM Said lagi-lagi semakin yakin bahwa Kyai Wiradiwangsa memiliki pandangan yang sangat luas dan tingkat kawaskithan tinggi. Rasanya tidak keliru kalau mereka menemui lelaki tersebut. Sutawijaya pun lalu menceritakan huru-hara yang menimpa Kraton Kartasura sejak tampuk kekuasaan dipegang oleh Sinuhun Paku Buwono II. Termasuk Sang Raja yang bersikap sewenang-wenang terhadap anak-anak mendiang para bupati. Tak lupa, Sutawijaya juga menceritakan penderitaan yang dialami oleh RM Said selama berada di dalam benteng Kraton Kartasura. (Suhamdani)
Bersambung
Cerita fiksi ini terinspirasi dari perbincangan dengan juru kunci Sendang Siwani dan diperkaya dari Babad Panambangan