Beranda Umum Nasional Asosiasi Driver Ojol Tolak Keras Dikenai Iuran Tapera, Ini Alasannya

Asosiasi Driver Ojol Tolak Keras Dikenai Iuran Tapera, Ini Alasannya

Pengemudi ojek daring tengah menunggu penumpang di dekat Stasiun Sudirman, Jakarta, Selasa (19/3/2024) | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Asosiasi Driver Ojek Online (Ojol) menolak keras jika harus dikenai potongan untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Sebabnya, kebijakan tersebut menurut Taha justru bisa menyiksa para pengemudi ojol.

“Pengemudi berbasis aplikasi ini benar-benar jadi jenis masyarakat yang tersiksa dan dimarjinalisasi,” kata Taha saat dihubungi pada Minggu (2/6/2024).

Menurut Taha, daripada memungut iuran dari ojol, lebih baik pemerintah mengakui para pekerja ini sebagai kelompok yang bisa dilindungi dalam UU Ketenagakerjaan.

Lebih lanjut Tahan menjelaskan, saat ini pekerja ojol tak mendapat perlakukan layak, seperti tunjangan hari raya (THR) dan kerap bekerja tanpa perjanjian yang jelas.

“Tentu kami menolak Tapera, sebelum status hukum ketenagakerjaan kami disahkan,” kata dia.

Senada dengan Taha, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati juga menolak PP Tapera. Dia menyebut aturan itu akan membebani pekerja angkutan online seperti ojek, taksi, dan kurir.

“SPAI menolak Tapera karena potongan sebesar 3 persen dari upah sangat memberatkan pekerja angkutan online seperti taksol, ojol dan kurir di tengah kenaikan harga barang-barang,” kata Lily saat dihubungi pada Minggu (2/6/2024).

Baca Juga :  Kemenaker Tengah Mengkaji Kewajiban Sritex Terhadap Karyawannya, Jika Sampai Terjadi PHK

Lily menilai pungutan itu sama dengan mengurangi penghasilan para pekerja, apalagi belakangan sedang menurun. Dia menyebut para pekerja angkutan online telah mendapat potongan dalam skema kemitraan aplikasi sebesar 30 hingga 70 persen.

“Dengan hubungan kemitraan, aplikator telah semena-mena melakukan potongan. Itu pun sudah melanggar batas aturan maksimal potongan 20 persen yang diatur pemerintah,” kata Lily.

Senyampang itu, Lily berharap pemerintah lebih berpihak kepada pekerja angkutan online agar penghasilan bertambah daripada memungut iuran dari mereka.

Dia menyebut penghasilan pengemudi ojek online saat ini hanya berkisar Rp 50.000 hingga Rp 100.000.

“Bukan justru sebaliknya malah berkurang. Itu belum dipotong biaya operasional seperti BBM, pulsa, biaya servis, spare parts, parkir, cicilan kendaraan, atribut jaket dan helm, masak mau ditambah lagi potongan Tapera?” kata dia.

Kondisi pekerja saat ini, kata dia, telah merugi dan tak boleh terbebani pungutan Tapera. Semestinya, menurut Lily, pemerintah menyubsidi pengemudi ojek online dan menjamin perlindungan sosial meliputi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan secara gratis.

Bahkan lebih penting lagi, pemerintah mengakui pengemudi angkutan online sebagai pekerja tetap sesuai UU Ketenagakerjaan.

Baca Juga :  Sufmi Dasco Bilang, Meski PRESIDEN, Prabowo Berhak Dukung Luthfi-Taj Yasin di Pilgub Jateng,  Hendrar Prihadi: Luar Biasa

“Kami menuntut agar kami tidak dibebani potongan Tapera,” kata dia.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri, mengatakan kementeriannya belum bisa memastikan apakah pekerja ojol bakal masuk kriteria peserta dari program Tapera.

Indah menyebut hingga kini belum ada regulasi teknis yang mengatur soal kepesertaan tentang ojol. Namun, ia berencana akan membahas aturan itu dalam merumuskan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker).

www.tempo.co