Beranda Umum Nasional Jika Presiden Jokowi Tak Cabut PP Tapera, Buruh Ancam Gelar Demo Lebih...

Jika Presiden Jokowi Tak Cabut PP Tapera, Buruh Ancam Gelar Demo Lebih Luas di Seluruh Indonesia

Ratusan buruh dari berbagai serikat pekerja se-Jabodetabek saat melakukan aksi unjuk rasa menolak Tapera di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Kamis (6/6/2024). Dalam aksinya buruh juga menyerukan penolakan terhadap Uang Kuliah Tunggal (UKT) Mahal, KRIS BPJS Kesehatan, Omnibuslaw UU Cipta Kerja, Hapus OutSourching dan Upah Murah (HOSTUM) | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) benar-benar memicu reaksi keras dari kalangan buruh, karena merasa sebagai pihak yang paling terdampak.

Karena itulah, Partai Buruh mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut PP yang dinilai merugikan para buruh dan masyarakat tersebut.

Bahkan, Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menegaskan, apabila Presiden Jokowi tak mencabut PP Tapera, maka dijamin  akan terjadi demonstrasi di seluruh Indonesia. Dia menyebut para buruh dan elemen masyarakat sipil akan berunjuk rasa di tiap provinsi.

“Ini aksi awalan, apabila pemerintah tak menanggapi aspirasi dari teman-teman buruh, akan dilanjutkan aksi yang meluas seluruh Indonesia, lebih dari 380 kabupaten,” kata Said Iqbal saat ditemui di tengah massa aksi Tolak PP Tapera di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada Kamis (6/6/2024).

Dia menyebut aksi yang digelar pada Kamis (6/6/2024) itu  berasal dari kalangan buruh di kawasan Jabodetabek, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Partai Buruh akan berunjuk rasa di depan Istana Negara Jakarta untuk menolak Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera pada Kamis (6/6/2024).

Bendera Partai Buruh, umbul-umbul, dan alat peraga demontrasi melambai-lambai di udara. Beberapa juga tertanam di mobil komando. Pelantang pun memekik-mekik nyanyian buruh.

Selain itu, Partai Buruh juga menolak Uang Kuliah Tunggal atau UKT, UU Cipta Kerja, Omnibus Law, dan upah murah.

“Selain itu, buruh akan menyuarakan tuntutan untuk mencabut PP tentang program Kamar Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan, menolak Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mahal, mencabut omnibus law UU Cipta Kerja, dan Hapus Outsourcing Tolak Upah Murah (HOSTUM),” kata Said.

Baca Juga :  Prabowo Keliling Dunia, Gibran Keliling Tinjau Uji Coba Makan Bergizi Gratis

Said mengatakan  PP Tapera ini mesti dicabut karena tak menjamin kalangan pekerja memiliki rumah. Selain itu, Iqbal mengatakan PP Tapera ini justru menunjukkan pemerintah lepas tanggung jawab untuk memberikan jaminan perumahan bagi masyarakat. Dia menyebut dalam aturan itu tak ada klausul yang mengatakan pemerintah ikut membayar iuran untuk Tapera.

Tak hanya itu, Said Iqbal juga menuding PP Tapera justru membebani biaya hidup para buruh. Di tengah daya beli buruh yang turun hingga 30 persen dan upah minimum rendah, dia mengatakan iuran Tapera akan memperparah kondisi buruh.

Iqbal juga menceritakan kondisi buruh saat ini telah dikenakan potongan hampir 12 persen dari upah yang mereka terima. Potongan itu berupa pajak penghasilan 5 persen, iuran jaminan kesehatan 1 persen, iuran jaminan pensiun 1 persen, iuran jaminan hari tua 2 persen, dan rencana iuran Tapera 2,5 persen hingga 3 persen.

“Belum lagi jika buruh memiliki utang koperasi atau di perusahaan, ini akan semakin semakin membebani biaya hidup buruh,” kata dia.

Alih-alih menjamin kelas pekerja memiliki rumah melalui iuran, Said Iqbal menyebut uang hasil pungutan itu berpotensi besar disalahgunakan. Dia mengatakan dalam lingkup kerja buruh hanya ada dua sistem jaminan, yaitu jaminan sosial dan bantuan sosial.

Dalam jaminan sosial sumber pendanaannya berasal dari peserta atau pajak dengan penyelenggara independen alias bukan pemerintah. Sedangkan dalam bantuan sosial sumber pendanaannya berasal dari APBN dan APBD yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Baca Juga :  Video Ajakan Presiden Prabowo untuk Dukung Luthfi-Taj Yasin di Pilgub Jateng Picu Konflik Kepentingan, Bawaslu Kemungkinan  Tak Akan Panggil Prabowo

“Model Tapera bukanlah keduanya, karena dananya dari iuran masyarakat dan pemerintah tidak mengiur, tetapi penyelenggaranya adalah pemerintah,” kata Said Iqbal. Selain itu, Said Iqbal juga menilai iuran Tapera harusnya bersifat sukarela dan tak boleh memaksa.

Selain rentan dikorupsi, Said Iqbal juga menyebut uang hasil iuran ini juga tak jelas sekaligus rumit dalam pencairannya. Kondisi ini disebut berkelindan dengan situasi buruh swasta dan masyarakat umum yang bisa saja diputus hubungan kerjanya setiap saat.

Said Iqbal menilai iuran Tapera ini lebih tepat ketika hanya untuk aparatur sipil negara atau ASN, TNI, dan Polri yang tak ada pemutusan hubungan kerja.

“Oleh karena itu, dana Tapera bagi buruh yang ter-PHK atau buruh informal akan mengakibatkan ketidakjelasan dan kerumitan dalam pencairan dan keberlanjutan dana Tapera,” kata dia.  

www.tempo.co