SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM —Persoalan dikabulkannya eksepsi atau nota keberatan Hakim Agung nonaktif, Gazalba Saleh masih menimbulkan pro dan kontra.
Seperti diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan upaya hukum banding atas putusan sela majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap perkara Gazalba Saleh.
Majelis hakim diketahui menerima eksepsi Gazalba Saleh, yang mana perintahnya adalah diharuskan keluar dari Rutan KPK. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menilai, jaksa KPK tidak berwenang mengadili Gazalba Saleh lantaran tidak menerima kewenangan untuk menuntut dari Jaksa Agung.
Guru Besar Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Prof. Dr. Pujiyono Suwadi yang juga Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) menyarankan kepada KPK agar menyurati Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk kebutuhan administrasi adanya delegasi penuntutan.
“Saya berpendapat, KPK sebaiknya surati saja Jaksa Agung minta pendelegasian penuntutan. Itu celah yang bisa dipakai untuk pendelegasian penuntutan,” jelasnya pada Kamis (6/6/2024).
Pujiyono menilai, Jaksa Agung bakal memproses permintaan KPK secepatnya. Dengan cara itu, langkah KPK untuk meminta delegasi penuntutan dari Jaksa Agung akan menyelesaikan sengketa kelembagaan.
Ditambah lagi, lanjut Pujiyono, KPK banyak menangani perkara dugaan korupsi yang juga harus mendapatkan perhatian serius. “Saya rasa clear, tinggal menyurati. Jadi jangan diperpanjang lagi,” ujar Pujiyono.
Komisi Kejaksaan juga mempersilakan KPK untuk tetap melakukan upaya banding terhadap putusan Pengadilan Tipikor Jakarta. Dengan catatan, surat KPK kepada Jaksa Agung bisa mempercepat proses hukum yang sedang berjalan.
“Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK itu disebutkan bahwa proses penuntutan oleh jaksa memang secara tersirat itu harus mendapatkan delegasi dari Jaksa Agung,” bebernya.
Pujiyono menerangkan, ketentuan pendelegasian bisa dilihat dalam Pasal 12A, Pasal 21 dan Pasal 24 Undang-Undang KPK yang baru, atau revisi UU KPK.
Hal ini berbeda dengan proses penyelidikan dan penyidikan oleh KPK di mana KPK tidak perlu meminta delegasi kepada pihak manapun.
“Karena penyelidik dan penyidik itu memang diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan KPK dan beda dengan penuntut, kalau penuntut itu kan memang dari jaksa. Ya jalan keluarnya yang paling cepat ya harus koordinasi, menyurati saja kepada Jaksa Agung dan saya pikir cepat itu nanti,” tambah dia.
Gazalba Saleh adalah hakim agung sekaligus hakim senior yang menjadi terdakwa dugaan gratifikasi dan pencucian uang Rp 62,8 miliar. Pada Senin (27/5/2024), majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menerima nota keberatan atau eksepsi yang diajukan oleh Gazalba Saleh yang merupakan terdakwa gratifikasi dan TPPU dalam kasus pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Dalam pertimbangannya, hakim menilai bahwa Direktur Penuntutan KPK tidak memiliki wewenang dan tidak berwenang melakukan penuntutan dalam kasus Gazalba Saleh karena tidak ada surat pendelegasian dari jaksa agung. Sehingga surat dakwaan jaksa KPK dianggap tidak dapat diterima.
Adapun hakim yang menangani perkara Gazalba Saleh adalah Fahzal Hendri, Rianto Adam Pontoh, dan hakim Ad Hoc Sukartono. Atas dasar itu, majelis hakim memerintahkan jaksa KPK melepaskan Gazalba dari tahanan. Pada Senin malam, Gazalba resmi keluar dari Rutan K4 KPK.
Ini merupakan kemenangan keduanya kalinya bagi Gazalba. Dia sebelumnya sempat menghirup udara bebas setelah KPK menahannya sejak 8 Desember 2022 dalam kasus dugaan penerimaan suap pengurusan perkara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Namun, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung kemudian menyatakan Gazalba tidak bersalah. Ia kemudian dibebaskan dari Rutan Pomdam Jaya Guntur tepat malam hari setelah putusan dibacakan pada 1 Agustus 2023 lalu. KPK lalu mengajukan kasasi ke MA. Namun, upaya hukum terakhir itu ditolak. Gazalba pun dinyatakan bebas.(ali)