JOGLOSEMARNEWS.COM Nasional Jogja

Merawat Pesan Perdamaian dari Lereng Merapi

Anggota Perhimpunan Pecinta Alam SMA Negeri 6 Yogyakarta dan beberapa elemen lain sedang membersihkan monumen perdamaian Pecinta Alam “Rudal Merapi” | Foto: Istimewa
   

SLEMAN, JOGLOSEMARNEWS.COM “Aku tak menghendaki rudal nuklir. Dia adalah ancaman bagi kelestarian alam dan isinya.” Pesan itu  tertulis di Monumen Perdamaian Pecinta Alam “Rudal Merapi” yang ditandatangani oleh KGPH Mangkubumi SH pada tanggal 11 Maret 1984 di Desa Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman.

Pada akhir pekan lalu, Sabtu hingga Minggu (29-30/6/24), Perhimpunan Pecinta Alam SMA Negeri 6 Yogyakarta, alumni pecinta alam SMA Namche, Muda Wijaya Hiking Club (MWHC), dan beberapa pegiat pecinta alam di Jogja melakukan bersih-bersih dan perawatan di lingkungan Monumen Perdamaian “Rudal Merapi”.

Di tengah kesejukan udara dan sesekali diselimuti kabut Gunung Merapi, puluhan orang bergotong royong membersihkan dan merawat monumen dengan membuat pagar rantai dan pengerasan lantai.

Ketua Panitia, Soni Damai Anggoro, sebagaimana dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews menyatakan, bahwa kegiatan perawatan itu digelar untuk menyampaikan pesan perdamaian.

“Semangat cinta perdamaian ini perlu dikobarkan lagi oleh Insan Pecinta Alam Jogja demi terjaganya kelestarian umat manusia dan alam dari kerusakan yang diakibatkan perang,” ucap siswa kelas XI SMAN 6 Yogyakarta itu, merujuk pada situasi perang yang terjadi antara Israel dan Palestina yang berpotensi melibatkan negara-negara lain dan mengancam perdamaian dunia.

Baca Juga :  Ketua KPU Hasyim Asy’ari Dipecat! Jadwal Pilkada 2024 Dijamin Tak Molor

Doa dan Simbol Perdamaian di Merapi

Monumen Perdamaian itu dibuat pada 1984 oleh Pecinta Alam Jogja yang dimotori MWHC, kegiatan ekstrakurikuler siswa-siswa SMAN 6 Yogyakarta. Pada awalnya, monumen ini ditempatkan di Pos 2 jalur pendakian puncak Gunung Merapi sisi selatan. Namun, ketika terjadi letusan besar Gunung Merapi pada 2010, monumen ini mengalami kerusakan berat, sehingga harus diturunkan ke desa terakhir Kinahrejo dan didirikan kembali pada 23 April 2017.

“Pos 2 Merapi pasca-erupsi hingga saat ini ditutup karena tidak memungkinkan dilalui,” timpal Heru Wahyu Prasetyo, sesepuh MWHC yang ikut mendampingi siswa SMAN 6 Yogyakarta dalam acara tersebut.

Tujuan pembuatan Monumen Doa atau Monumen Rudal Merapi adalah untuk menyampaikan pesan perdamaian ke seluruh dunia. Monumen ini dibuat sebagai respon terhadap Perang Malvinas yang terjadi pada tahun 1982-1983 oleh pecinta alam dari MWHC SMA N 6. Pembuatan, bahan, dan pembiayaan didukung oleh KGPH Mangkubumi (nama Sri Sultan Hamengkubuwono X sebelum naik tahta dan menjadi Gubernur DIY) yang juga alumni SMA 6.

Baca Juga :  Satresnarkoba Polresta Yogyakarta Musnahkan 15 Paket Sabu dari Tersangka Seniman Tatto TY

Heru Wahyu Prasetyo menceritakan bahwa tidak mudah mendirikan monumen tersebut di Pos 2 Merapi pada waktu itu. Pecinta alam Jogja bahu membahu dan harus menginap di lokasi beberapa hari untuk menyelesaikannya. Potongan-potongan besi diangkut dari bawah dan dirangkai ulang di atas, serta dibuatkan semacam batu penyangga dari tatanan bata yang dilapisi semen PC. Rasa lelah terbayar ketika monumen itu selesai dibuat, karena sambutan masyarakat sangat antusias.

Meski tak lagi berada di Pos 2 pendakian, keberadaan monumen saat ini menjadi kelebihan. Di tempat baru ini, monumen Rudal dapat disaksikan banyak orang karena terletak di lokasi yang sering dilewati jalur wisata Merapi.

“Harapannya, agar semakin banyak masyarakat yang tahu dan sadar betapa pentingnya monumen ini untuk mengingatkan tentang perdamaian dan kelestarian alam. Kami berharap pesan perdamaian dapat terus disebarkan dan diingat oleh semua orang yang berkunjung,” pungkas Heru Wahyu Prasetyo. Suhamdani

 

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com