JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pemerintah menegaskan perannya hanya sebagai fasilitator dalam upaya penyelamatan PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex), perusahaan tekstil raksasa yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa pemerintah tidak memberikan bantuan finansial atau bailout kepada Sritex.
“Kami hanya bertindak sebagai fasilitator,” ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (1/11/2024), menanggapi pertanyaan seputar opsi dana talangan dari pemerintah. Ia juga menyebutkan bahwa langkah pemerintah tetap mematuhi keputusan hukum yang telah ditetapkan oleh pengadilan.
Keputusan pailit tersebut keluar setelah Pengadilan Niaga Semarang mengabulkan permohonan PT Indo Bharat Rayon untuk membatalkan perdamaian dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Putusan tersebut dicatat dalam perkara dengan Nomor: 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg jo. Nomor 21/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg.
Beban Utang Sritex Capai Rp 25 Triliun
Kondisi keuangan Sritex dalam beberapa tahun terakhir memang menunjukkan penurunan signifikan. Berdasarkan laporan, total liabilitas perusahaan mencapai USD 1,59 miliar atau sekitar Rp 25 triliun.
Sebagian besar liabilitas ini merupakan utang jangka panjang sebesar USD 1,46 miliar (sekitar Rp 23 triliun), dengan dominasi utang bank yang mencapai USD 809 juta (sekitar Rp 12,7 triliun). Sritex memiliki utang bank jangka panjang kepada 28 bank.
Perusahaan ini juga masih menanggung utang usaha kepada PT Indo Bharat Rayon, penggugatnya, senilai Rp 100,3 miliar. Kondisi keuangan yang memburuk ini memperkuat keputusan pengadilan untuk menyatakan Sritex pailit.
Perlindungan untuk 50.000 Pekerja Sritex
Di tengah kondisi ini, Presiden Prabowo Subianto meminta empat kementerian untuk memprioritaskan perlindungan terhadap sekitar 50.000 pekerja Sritex yang terdampak. Keempat kementerian tersebut adalah Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian Ketenagakerjaan.
Langkah ini diambil untuk memastikan agar hak-hak para pekerja tetap terpenuhi, meskipun perusahaan sedang menghadapi likuidasi aset dan restrukturisasi kewajiban.
Dengan posisi pemerintah sebagai fasilitator, langkah penyelamatan Sritex difokuskan pada upaya non-finansial yang mencakup kerja sama antar-kementerian dalam memberikan solusi bagi pekerja, serta dukungan teknis untuk memastikan proses restrukturisasi berlangsung lancar.