Beranda Nasional Jogja Kasus Kekerasan Seksual di Sleman, dari Korban Kini Menjadi Pelaku. Sudah 8...

Kasus Kekerasan Seksual di Sleman, dari Korban Kini Menjadi Pelaku. Sudah 8 Korban Dicabuli

Kasat Reskrim Polresta Sleman AKP Riski Adrian menunjukkan pelaku berikut barang bukti kejahatan di Mapolresta Sleman | tribunnews

SLEMAN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penangkapan terhadap pelaku sangkaan perbuatan cabul kekerasan seksual di Kalasan Sleman oleh polisi setempat kini berlanjut ke ranah hukum.

Puncaknya, pelaku yang berinisial AAS ditangkap polisi karena berbuat cabul terhadap anak di bawah umur di Kalasan, Kabupaten Sleman.

Menurut ceritanya kepada petugas kepolisian, perbuatan menyimpang itu dilakukan pelaku sejak ia ditinggal mati istrinya dengan dalih mendapat bisikan supaya tubuhnya awet muda.

Rupanya, aksi di Kalasan, Sleman itu bukan satu-satunya kasus yang dia lakukan.

Hasil pengembangan dari penyidik menyebutkan, pelaku mengakui telah melakukan penyelewengan seksual terhadap 8 orang.

“Saya seperti ada yang bisikin (agar) awet muda. Gak tau bisikan dari siapa, ada bisikan, gitu,” kata tersangka AAS, dihadapan petugas dan awak media di Mapolresta Sleman, Kamis (5/12/2024).

Korban terakhir dari tukang pijat cabul ini adalah seorang anak laki-laki berusia 13 tahun, di sebuah masjid di wilayah Kalasan pada 30 November lalu sekira pukul 23.30 WIB.

Pelaku awalnya menawari korban pijat, lalu memegang bagian sensitif dan memasukkannya ke mulut hingga korban ereksi.

Pelaku ditangkap dan dilaporkan ke pihak berwajib.

“Saya menyesal, kapok,” ujar dia.

Atas perbuatannya, pelaku disangka melanggar pasal UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Perpu nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Kemudian pasal 292 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun dan minimal 5 tahun.

Kasat Reskrim Polresta Sleman AKP Riski Adrian mengatakan pria berumur 60 tahun yang berprofesi tukang pijat keliling itu ditangkap setelah pihaknya mendapat informasi dari masyarakat, karena anaknya menjadi korban perbuatan cabul.

Pelaku melakukan perbuatan cabul terhadap korban yang masih berusia 13 tahun pada Sabtu, 30 November 2024 sekira pukul 23.30 WIB di sebuah Masjid di wilayah Kalasan.

“Kami mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa anaknya telah mengalami perbuatan cabul oleh pelaku.

“Akhirnya tim dari Polsek dan Polres mendatangi TKP dan melakukan penangkapan terhadap yang bersangkutan. Setelah dilakukan pemeriksaan, pelaku kami tetapkan sebagai tersangka,” kata Adrian.

Baca Juga :  Warga Sleman Ini Dikejar 3 Pria Berboncengan dan Disayat Punggung dan Tangannya dengan Cutter di Jalan Kaliurang

Adrian mengungkapkan, korban anak yang masih berusia 13 tahun, malam itu pamit keluar kepada orangtuanya untuk mencari WiFi. Kebetulan di kampung tersebut, layanan WiFi gratis berada di Masjid.

Korban lalu browsing dan main game di masjid tersebut hingga larut malam. Korban lalu didatangi pelaku dengan modus menawarkan pijat.

“Jadi kepada anak tersebut dibilang, ‘nak capek ya’ lalu dipijat.

Habis dilakukan pemijatan, baru tersangka melakukan perbuatan cabul dengan cara memasukkan alat kelamin si anak ke dalam mulutnya sehingga sampai si anak ereksi di dalam mulut di pelaku,” terang Riski.

Malam itu, korban anak merasa ketakutan. Ia lalu mengirim pesan kepada ibunya untuk datang ke masjid. Sang ibu, yang mendapatkan pesan dari si anak, bergegas datang ke Masjid bersama petugas jaga keamanan lingkungan.

Mereka mendapati pelaku bersama korban berada di tempat yang kondisinya gelap dan hasil interogasi mengakui jika telah melakukan perbuatan cabul terhadap korban. Perbuatan pelaku lalu dilaporkan kepada pihak berwajib.

8 Korban

Menurut Adrian, aktifitas sehari-hari pelaku adalah tukang pijat keliling.

Pelaku biasa menerima panggilan dari orang-orang untuk memijat.

Namun, kegiatan pemijatan tersebut sering disalahgunakan pelaku dengan memijat di bagian sensitif terhadap penyewa jasanya.

Jika calon korban tidak keberatan, maka diteruskan hingga oral seks.

Namun jika pemijatan dibagian sensitif tidak nyaman, maka pelaku hanya memijat saja.

Perbuatan seks menyimpang tersebut dilakukan pelaku sejak tahun 2005, tepatnya ketika sang istri meninggal dunia.

Awalnya, pelaku mengaku pernah merantau ke Jakarta dan menjadi korban.

Kini, sekembalinya dari Jakarta, Ia justru menjadi pelaku.

Menurut Adrian, pelaku mengakui telah melakukan kekerasan seksual tersebut kepada 8 orang, yang mana dua di antaranya korban anak-anak di bawah umur.

“Menurut pengakuan, sudah 8 kali melakukan hal yang sama. Namun sampai saat ini, korban lain belum melaporkan ke pihak kepolisian,” kata dia.

Baca Juga :  Tak Ada Hujan Tak Ada Angin, Jokowi Tiba-tiba Kunjungi Sri Sultan HB X di Keraton Kilen. Ada Apa?

Adrian mengimbau kepada masyarakat yang pernah menjadi korban kekerasan seksual pelaku agar segera melapor.

Ia menjamin identitas atau data diri korban dirahasiakan. Hal ini agar korban bisa mendapat pendampingan untuk proses pemulihan.

Pendampingan

Kepala DP3AP2KB Sleman, Wildan Solichin mengatakan, pola perilaku menyimpang yang dilakukan pelaku, biasanya dari pelaku yang awalnya pernah menjadi korban.

Sebab itu pendampingan terhadap korban sangat penting. Karena jika korban perilaku menyimpang tidak didampingi maka korban berpotensi bisa menjadi pelaku di kemudian hari.

Dalam kasus di Kalasan ini, pihaknya mengaku sudah melakukan pendampingan terhadap korban anak.

Menurut dia, pendampingan dilakukan melalui UPTD PPA dan sudah dilakukan sejak 3 Desember lalu dengan mendampingi korban memeriksakan kesehatan di Poli Jiwa dan Psikologi RSUD Sleman. Namun hari itu memang belum ketemu dokter dan dijadwalkan ulang pemeriksaan di tanggal 4 Desember.

“Kami sudah melakukan pendampingan pemeriksaan visum et Repertum Psikiatrikum. Kemudian pemeriksaan lanjutan psikologi di UPTD PPA,” katanya.

“Karena anak korban pelecehan seksual ataupun pencabulan ini memang harus didampingi. Kalau enggak apalagi modus penyimpangan seksual jika tidak segera didampingi dia bisa berpotensi, lama-lama dia akan berubah semula korban kemudian menjadi pelaku.

“Semula merasa enggak nyaman tapi kalau itu berulang bisa jadi itu menjadi nyaman. Nah ini jangan sampai terjadi, sehingga kita melakukan pendampingan,” imbuh dia.

www.tribunnews.com