JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Badan Gizi Nasional (BGN) mulai berteriak minta tambahan dana sebesar Rp 100 triliun, khususnya untuk mengejar pemenuhan target penerima manfaat program Makan Bergizi Gratis (MGB).
Lantas, apa tanggapan Menteri Keuangan, Sri Mulyani?
Sri Mulyani mengakui, badan bentukan baru tersebut memang bakal menambah titik-titik pelayanan makan bergizi gratis. Namun, suami dari Tony Sumartono tersebut tidak menjelaskan secara gamblang apakah akan menambah anggaran program prioritas Presiden Prabowo Subianto itu atau tidak.
“Nanti kita lihat. Seperti yang disampaikan oleh pimpinan Badan Gizi Nasional, jumlah titik pelayannya akan meningkat dan itu pasti akan meningkatkan kompleksitas yang perlu kita jaga,” ujarnya.
Menurut Sri Mulyani, Badan Gizi Nasional merupakan instansi yang baru dibentuk dan harus melaksanakan tugas yang besar dan rumit, sehingga perlu bantuan dari banyak pihak. Pemerintah, kata Sri Mulyani, bakal terus membantu memperkuat kinerja lembaga tersebut.
Usulan penambahan anggaran sebelumnya diungkap Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana. Target penyaluran makan bergizi gratis mulanya dijadwalkan terpenuhi akhir 2025. Namun Prabowo meminta untuk dipercepat menjadi September 2025.
“Karena Pak Presiden ingin melakukan percepatan-percepatan, maka dibutuhkan tambahan biaya. Pak Presiden bertanya kepada kami, berapa kalau September mulai dilaksanakan untuk 82,9 juta penerima? Kami sampaikan tambahan Rp100 triliun,” ucapnya.
Operasional dan penyaluran makan bergizi gratis sepenuhnya menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Dari APBN 2025, dana yang digunakan untuk program tersebut ditetapkan Rp 71 triliun.
Chief Ekonomi untuk India dan Indonesia HSBC Global Research Pranjul Bhandari mengatakan program makan bergizi gratis mendorong produktivitas ekonomi. Namun kebutuhan biaya jadi salah satu tantangan terbesarnya.
Pranjul mengatakan tantangan program ini adalah mewujudkan terpenuhinya nutrisi bagi anak-anak tapi di satu sisi tak terlalu mahal.
“Sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan perekonomian,” ujarnya.