JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Bergabungnya Indonesia ke BRICS memang di satu sisi memberikan peluang strategis untuk perekonomian tanah air. Namun bukan tidak mungkin juga mengandung risiko dan tantangan baru.
Pandangan itu dilontarkan oleh pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) Achmad Nur Hidayat.
Sebagaimana diketahui, BRICS adalah blok negara yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan.
“Salah satu keuntungan terbesar adalah peningkatan akses terhadap pasar global, khususnya di negara-negara anggota BRICS yang memiliki perekonomian besar seperti Tiongkok dan India,” ujar Achmad, Rabu (8/1/2025).
Dengan bergabungnya Indonesia, kerja sama perdagangan di dalam BRICS diharapkan dapat membuka peluang ekspor lebih luas, meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri, serta memperdalam integrasi rantai pasok global.
Namun di luar itu, ada pula tantangan yang mungkin dihadapi Indonesia setelah menjadi anggota BRICS. Salah satu risiko utamanya, kata Achmad ialah kemungkinan pergeseran fungsi BRICS dari sekadar blok ekonomi, perdagangan dan keuangan.
“Bisa saja ini jadi poros militer dan kekuatan ‘hard power’ baru yang ingin menggantikan tatanan internasional yang saat ini didominasi oleh barat, yakni Amerika Serikat dan NATO,” ucapnya.
Jika pergeseran semacam itu terjadi, BRICS tidak lagi hanya menjadi alat untuk mendukung pembangunan ekonomi, tetapi bisa menjadi instrumen geopolitik yang membawa risiko besar bagi stabilitas global, terutama di tengah meningkatnya tensi antara kekuatan besar dunia.
Transformasi BRICS menjadi kekuatan hard power, kata dia, dapat memicu ketegangan baru, terutama dengan negara-negara Barat. Beberapa anggota BRICS, seperti Rusia dan Tiongkok, sudah terlibat dalam dinamika konflik geopolitik yang rumit, baik dalam perang Ukraina maupun sengketa wilayah di Laut Cina Selatan.
“Jika BRICS semakin condong pada agenda geopolitik yang konfrontatif, Indonesia berisiko terseret ke dalam konflik yang tidak sesuai dengan prinsip kebijakan luar negerinya,” kata Achmad.
Selain itu, ketegangan yang berkembang dari perang dagang menjadi konflik teritorial atau bahkan militer dapat mengancam posisi Indonesia sebagai negara yang selama ini memegang teguh prinsip non-blok.