Beranda Umum Polemik Sertifikat HGB dan Gaya Hidup Mewah Kades Kohod: Apa yang Sebenarnya...

Polemik Sertifikat HGB dan Gaya Hidup Mewah Kades Kohod: Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Arsin, Kepala Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten. Ia disebut-sebut memiliki mobil mewah jenis Jeep Rubicon. Hal ini disampaikan dalam rapat kerja Komisi II DPR bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025) | tribunnews

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Hampir dalam setiap dugaan kasus korupsi, selalu saja muncul fakta dan cerita tentang gaya kehidupan mewah dari tokoh-tokoh yang diduga terlibat di dalamnya.

Fenomena itu pula yang mencuat dalam rapat kerja di Komisi II DPR RI, dan dihadiri oleh Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid beserta jajaran. Adalah Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf yang menyoroti gaya hidup mewah Kepala Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, Banten, Arsin yang disebut-sebut memiliki mobil mewah jenis Jeep Rubicon.  Sebagaimana diketahui, harga Jeep Rubicon berkisar antara Rp 1,7 M higga Rp 1,8 M.

 

Pernyataan itu disampaikan dalam rapat kerja Komisi II DPR bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

Dalam rapat tersebut, Dede mengaku mendengar informasi bahwa Kepala Desa Kohod telah dipanggil oleh Kejaksaan Agung.

“Saat ini Kepala Desa itu sudah dipanggil Kejaksaan kalau saya tidak salah, terutama yang Kohod,” ujar Dede.

Baca Juga :  Roadshow Parpol, Tim Transisi "Ngopeni Ngelakoni Jateng" Serap Aspirasi Majukan Jawa Tengah

Ia pun mempertanyakan dominasi penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di Desa Kohod. Menurutnya, terdapat 263 bidang HGB dengan total luas 390 hektare di desa tersebut, jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan desa lain di sekitarnya.

“Ini cukup unik karena di Desa Kohod hampir mayoritas, ada 263 bidang HGB seluas 390 hektare. Sementara di desa lain hampir tidak ada, mungkin hanya satu desa yang memiliki tiga bidang,” kata Dede.

Padahal, menurutnya, Desa Kohod tidak termasuk dalam wilayah perluasan proyek strategis nasional (PSN).

“Pertanyaan terbesar saya, kenapa Desa Kohod? Kenapa justru di situ yang paling banyak? Padahal kalau kita lihat, tidak ada perluasan PSN di wilayah tersebut,” ujarnya.

Selain itu, ia juga menyoroti peran Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang dinilai kurang mendapat pemantauan khusus.

“Ini menunjukkan ada indikasi permainan antara pengembang atau pengusaha dengan wilayah tertentu yang diberikan kemudahan. Uniknya, praktik seperti ini cukup banyak terjadi di Kabupaten Tangerang,” kata Dede.

Baca Juga :  Diduga Tersengat Aliran Listrik Saat Mencari Belut, Warga Bantul Ini Meregang Nyawa

Ia kembali menegaskan kebingungannya terkait dominasi sertifikat di Desa Kohod dibandingkan desa lain.

“Tetapi sekali lagi, saya masih bingung, Pak Nusron. Kenapa justru Desa Kohod yang paling banyak? Saya bahkan mendengar bahwa kepala desanya naik Rubicon, sementara kami di sini belum tentu mampu membelinya,” tuturnya.

www.tribunnews.com