JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM –
Pemilu 2024 memang telah usai, namun aroma kejanggalan dalam penyelenggaraannya belum sepenuhnya hilang.
Salah satu sorotan terbaru datang dari Transparency International Indonesia (TII) yang mengungkap dugaan masalah dalam pengadaan sewa private jet oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Temuan tersebut memperkuat hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK tahun 2024 yang menunjukkan masih maraknya praktik suap dan gratifikasi, khususnya di sektor pengadaan barang dan jasa.
Peneliti TII, Agus Sarwono menyoroti bahwa anggaran penyelenggaraan Pemilu 2024 yang mencapai Rp 71 triliun membuka banyak celah potensi korupsi, terutama dalam proses pengadaan. Ia menilai KPU kurang transparan dalam memberikan informasi kepada publik, khususnya terkait sewa private jet.
“Dalam rapat dengar pendapat dengan DPR, KPU terkesan menahan banyak informasi mengenai pengadaan ini,” ujar Agus dalam keterangannya pada Minggu (27/4/2025).
Menurut Agus, sejak awal perencanaan, KPU tidak mencantumkan secara jelas jenis kendaraan yang akan disewa. Hal ini menunjukkan lemahnya perencanaan dan membuka ruang kecurigaan adanya penyimpangan. Ia juga mengungkapkan kejanggalan lain: pengumuman Rencana Umum Pengadaan (RUP) baru dilakukan pada 1 November 2024, padahal pekerjaan penyewaan kendaraan logistik telah berlangsung sejak Januari hingga Februari. Hal itu menimbulkan kesan bahwa pengumuman tersebut hanya formalitas untuk memenuhi prosedur.
“Ada kecurigaan kuat bahwa kebutuhan private jet baru dimunculkan mendadak saat tahapan pemilu sudah berjalan,” katanya.
Lebih lanjut, Agus menjelaskan penggunaan private jet oleh KPU tidak berkaitan langsung dengan distribusi logistik pemilu. Pengiriman logistik ke ibu kota kabupaten/kota telah selesai pada 16 Januari 2024, dan distribusi ke tempat pemungutan suara (TPS) berlangsung pada 17 Januari hingga 13 Februari 2024. Namun, penggunaan private jet justru terjadi di periode yang sama, sehingga memunculkan dugaan bahwa penyewaan pesawat itu tidak digunakan untuk keperluan logistik.
TII juga menemukan indikasi kejanggalan dalam penyedia jasa sewa tersebut. Dari penelusuran di aplikasi Monitoring dan Evaluasi Lokal (AMEL) milik LKPP, ditemukan bahwa satu perusahaan, PT Alfalima Cakrawala Indonesia, memenangkan dua paket pekerjaan dalam satu RUP. Perusahaan ini baru berdiri pada 2022, tergolong usaha kecil, dan belum memiliki pengalaman dalam proyek pemerintah, namun ditunjuk untuk menangani penyewaan private jet.
“Melalui Sistem Informasi Penyedia di LKPP, perusahaan ini dikategorikan sebagai usaha kecil,” jelas Agus.
Tidak hanya itu, terdapat selisih anggaran yang cukup besar. Total nilai dua kontrak yang dimenangkan perusahaan tersebut mencapai sekitar Rp 65,5 miliar, sementara pagu dalam RUP hanya Rp 46,2 miliar. Selisih sebesar Rp 19,3 miliar ini menimbulkan dugaan adanya praktik mark-up dalam pengadaan.
“Dengan dua kontrak berbeda, kami menyimpulkan bahwa KPU menyewa setidaknya dua unit private jet. Namun, detail ini tidak ditemukan dalam dokumen publik mana pun, sehingga butuh penelusuran lebih lanjut,” tandas Agus.
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.