Beranda Panggung Seni Budaya Mitos Pesugihan Gunung Kawi: Ada yang Kaya Mendadak, Tapi 3 Tahun Ludes

Mitos Pesugihan Gunung Kawi: Ada yang Kaya Mendadak, Tapi 3 Tahun Ludes

Gunung Kawi
Penampakan Gunung Kawi di Kabupaten Malang, Jawa Timur | Wikipedia

MALANG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Gunung Kawi di Kabupaten Malang, Jawa Timur, bukan hanya dikenal sebagai tempat wisata spiritual, tetapi juga identik dengan cerita pesugihan atau “perjanjian gaib” demi kekayaan instan. Banyak orang dari berbagai daerah datang membawa harapan menjadi kaya mendadak, meski risikonya bisa menjerat.

Presiden Direktur Arus Kebudayaan Nusantara, Rina Nuryanti (2015), dalam risetnya menyebut bahwa praktik pesugihan di Gunung Kawi masih aktif hingga hari ini. “Banyak yang datang dengan niat ekonomi, bukan spiritual,” tulisnya.

Hal itu sejalan dengan temuan Aditya Yoga Prasetya (2016) dari UIN Sunan Kalijaga, yang menyebut bahwa ritual seperti semedi tengah malam dan menunggu daun pohon Dewandaru jatuh masih dipercaya sebagai penanda berkah kekayaan.

Tak sedikit pelaku mengaku sukses setelah berziarah. Seorang warga Bekasi, inisial T, pernah diwawancarai dalam sebuah penelitian Universitas Brawijaya (2020). Ia mengaku bisnisnya melonjak setelah melakukan ritual di Gunung Kawi, namun tiga tahun kemudian, ia bangkrut dan keluarganya terkena musibah aneh secara  beruntun.

Sementara itu, kisah lain datang dari laporan Diana Wulandari (2012), mahasiswa UGM, yang menemukan efek psikologis serius pada beberapa pelaku dan pengguna pesugihan. Seorang responden mengaku dihantui sosok tak kasatmata dan mengalami gangguan tidur akibat “konsekuensi gaib” dari perjanjian yang dibuat.

Praktik pesugihan di Gunung Kawi tersebut, tak dapat dibantah telah  menumbuhkan ekonomi warga sekitar. Banyak warga yang membuka warung, menjual bunga, hingga menawarkan jasa penuntun ritual. Namun, fenomena tersebut menimbulkan pro-kontra. Sebagian tokoh masyarakat menolak citra Kawi sebagai “tempat memburu kekayaan” karena dianggap menyimpang secara moral dan agama.

Peneliti budaya dari Universitas Negeri Malang, Zamhari Prastyo Hadi (2015), menilai pesugihan muncul karena tekanan ekonomi dan minimnya akses terhadap kesejahteraan yang adil.

“Ini bukan hanya soal mistik, tapi ekspresi kegelisahan sosial,” ujarnya.

Gunung Kawi dengan segala mitos pesugihannya menunjukkan bahwa di balik janji kekayaan instan, selalu ada harga mahal yang harus dibayar—baik secara sosial, psikologis, maupun spiritual. Suhamdani

 

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.