Beranda Umum Nasional Ratusan Penyair Tolak Buku Puisi Esai Denny JA

Ratusan Penyair Tolak Buku Puisi Esai Denny JA

Ilustrasi

JAKARTA– Jagat sastra di tanah air tengah bergolak. Ratusan penyair dan sastrawan dari seluruh Indonesia membuat petisi penolakan terhadap program Penulisan Buku Puisi Esai Nasional, yang digagas oleh salah satu pemilik lembaga survei Denny Januar Ali (Denny JA).
Penolakan tersebut dilakukan lantaran program puisi dinilai telah membuat penggelapan sejarah, pembodohan, dan segala praktik manipulatif lain dalam kesusastraan Indonesia.
“Tanggal 8 Januari 2018 beberapa penyair muda membentuk grup WA dengan nama Penyair Muda Indonesia. Grup itu diniatkan untuk menjadi wadah para penyair muda untuk bersilaturahmi, berdiskusi, dan saling berbagi informasi seputar perkembangan sastra Indonesia,” ujar Ramon Apta, koordinator petisi, dalam keterangannya, Jumat (19/1/2018).
Sejak 11 Januari, kata Ramon, para anggota grup banyak berdiskusi tentang program penulisan buku puisi esai nasional yang melibatkan Denny JA. Karena berbagai alasan, para penyair dalam grup itu pun bersepakat untuk menolak proyek buku dimaksud.

“Para penyair menemukan, bahwa ada banyak nama yang mengikuti proyek tersebut karena tergiur oleh tawaran uang, tanpa memahami konteks permasalahannya secara utuh. Ini membuat mereka merasa perlu melakukan sebuah usaha penyadaran bahwa apa yang dilakukan oleh DJA merusak susastra Indonesia,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, pada 16 Januari 2018, alasan-alasan penolakan terhadap proyek buku tersebut, dituangkan dalam beberapa poin, dan dibuatlah sebuah petisi penolakan terhadap proyek buku puisi esai Denny JA.
Usai melalui diskusi yang matang tentang rumusan petisi, maka pada 17 Januari 2016 pukul 18.05 WIB, petisi tersebut mulai ditandatangani oleh penyair Jamil Massa, diikuti Arco Transept, Mario Lawi, dan seluruh anggota grup yang lain.
Hingga 18 Januari 2018, petisi tersebut sudah ditandatangani oleh 103 orang penyair dari berbagai kota provinsi di Indonesia. Disepakatilah bahwa petisi itu perlu diunggah pula ke media sosial Facebook, dan ke grup-grup WA yang lain, barangkali ada publik sastra yang lain, yang setuju dan ingin ikut menandatanganinya.
“Petisi tersebut mendapat sambutan yang baik, dan mulai ditandatangani oleh lebih banyak orang, antara lain di facebook, grup WA Ruang Sastra, Grup WA Penyair Indonesia, dan lain-lain,” ujar Ramon.
Dalam perkembangannya, tambah dia, penyebaran petisi ini mendapatkan beberapa gangguan. Semisal munculnya sebuah petisi bayangan yang mencatut petisi ini.
Ia sangat menyayangkan adanya nama Narudin Pituin di petisi bayangan tersebut. Narudin, kata Ramon, adalah seorang kritikus yang dianggap bermasalah dan punya kaitan erat dengan Denny JA sehingga petisi yang pihaknya buat menjadi terkesan main-main.
Namun masalah tersebut bisa diatasi dengan membuat klarifikasi di sejumlah grup WA dan Facebook, sementara data yang valid terus dikoreksi dan perbaharui terus menerus.
“Di akhir batas waktu yang telah kami tentukan yakni Jumat (19/01) pukul 17.00 WIB, telah terkumpul 549 nama yang mendukung petisi ini. Adanya nama-nama tersebut bagi kami telah cukup menjadi bukti bahwa publik pelaku dan pemerhati sastra Indonesia masih menaruh harapan besar akan kesusastraan yang bersih dari praktik-praktik penggelapan sejarah, pembodohan, pengeliruan definisi-definisi ilmiah, dan segala praktik manipulatif lain dalam kesusastraan Indonesia,” pungkasnya. (Tribunnews)