Beranda Daerah Sragen Kisah TAB, Pengusaha Sukses Sragen Yang Mendadak Jadi Fenomena (1). Juara Kelas...

Kisah TAB, Pengusaha Sukses Sragen Yang Mendadak Jadi Fenomena (1). Juara Kelas Sejak SD, Pagi Sekolah Malam Buka Reparasi

Tri Agus Bayuseno yang akrab disapa TAB (dua dari kiri) saat makan soto di warung pinggir jalan bersama teman dan keluarga. Foto/istimewa
Tri Agus Bayuseno yang akrab disapa TAB (dua dari kiri) saat makan soto di warung pinggir jalan bersama teman dan keluarga. Foto/istimewa

SRAGEN– Dalam beberapa waktu terakhir, publik di wilayah Soloraya dan sekitarnya barangkali sering melihat mobil bertuliskan TAB berseliweran di jalanan. Bercat kuning gelap, mobil itu biasanya menampilkan tulisan branding cukup mencolok dengan tiga huruf T,A dan B.

Kehadiran mobil-mobil berbranding TAB itu tak pelak menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat tentang apa maksud TAB itu.

JOGLOSEMARNEWS.COM pun mencoba menelusuri keberadaan mobil TAB yang beberapa waktu terakhir banyak menyita perhatian itu.

Ternyata penelusuran itu mengantarkan pada sosok pengusaha muda asal Gemolong, Sragen bernama Tri Agus Bayuseno. Pengusaha berusia 46 tahun asli kelahiran Gemolong itu pun akhirnya buka suara soal istilah TAB yang banyak menimbulkan tanda tanya masyarakat itu.

“Istilah TAB itu diambil dari singkatan nama saya. Tri Agus Bayuseno Mas. Biar gampang nyebutnya disingkat TAB, atau kadang banyak dipanggil Pak TAB atau Bayu TAB,” ujarnya ramah, ditemui di dealer service motor miliknya di Gabugan, Tanon, Rabu (31/1/2018).

Sepintas, penampilannya memang sangat sederhana. Jauh dari kesan yang menggambarkan seorang pengusaha sukses dengan enam dealer motor khusus service di Sragen dan sejumlah usaha di berbagai sektor lainnya di luar Sragen. Ia mengaku memang tak suka dengan gaya hidup mewah lantaran bersahaja dan sederhana adalah prinsip hidup yang sudah tertanam sejak kecil dari didikan orangtuanya dulu.

Baca Juga :  Tegas Tim Unit Resmob Polres Sragen Ungkap Kasus Pengeroyokan, Tiga Pelaku Berhasil Ditangkap dan Terancam 6 Tahun Penjara

“Bapak dulu memang selalu mengajarkan hidup sederhana. Selalu berbagi, jangan tampil sendiri (beda) kalau tampil sendiri nanti malah menjauhkan kita dari orang lain dan masyarakat,” tuturnya.

TAB pun menceritakan kesederhanaan itu juga tak lepas dari kerasnya perjuangan yang harus ia lewati dari kecil, awal merintis usaha hingga bisa sukses seperti sekarang ini.

Alumnus Teknik Mesin Universitas Jayabaya itu menguraikan dirinya lahir di Gemolong 3 Agustus 1971 silam. Ayahnya Sukamto, seorang anggota DPRD Sragen dari 1971-1999 sedang ibunya, Sri Hartiti, guru di SD Kwangen, Gemolong.

Meski tak terlalu sulit dari sisi ekonomi, kedua orangtuanya mendidiknya untuk disiplin, sederhana dan kerja keras. Selama hampir puluhan tahun mengabdi, ayahnya memilih ngantor dengan sepeda motor butut lantaran lebih mementingkan bantuan untuk masyarakat.

“Kadang kasihan juga, ke mana-mana pakainya sepeda motor plethok itu. Tapi Bapak itu orangnya memang lebih senang begitu. Kalau disuruh naik yang lebih bagus, nggak mau. Bilangnya ini saja masih bisa saya pakai untuk apa harus ganti. Dari situlah kami terbiasa dengan apa adanya,” urainya.

TAB menguraikan perjalanannya diawali dari prestasi sejak SD di SDN 1 Gemolong hingga SMP 1 Gemolong, yang selalu ranking 1 dan menyandang predikat siswa teladan. Prestasi itu mengantarnya masuk ke SMAN 4 Solo dengan  mengambil jurusan Fisika. Saat masuk di bangku SMA itulah, bakat alaminya sebagai pecinta mesin dan elektronik muncul dengan kuat.

Baca Juga :  Bupati Yuni Resmikan Sejumlah Ruas Jalan dan Jembatan di Sragen, Sebut Kejar Kekurangan Jalan Mantap 13 %

Saking cintanya dengan elektro, dia sampai rela kursus elektro di sebuah LPK di Solo. Lewat kurus itu, hobinya mengutak-atik elektronik dan mesin pun terasah. Hingga terpikirlah ide membuka reparasi alat-alat elektronik seperti setrika, kipas angin dan televisi di dekat kosnya di wilayah Ngemplak, Solo, waktu itu.

“Saya orangnya memang nggak mau diam dan pinginnya belajar dan menghasilkan sesuatu yang produktif. Jadi sejak SMA saya itu kalau pagi sekolah, sore kursus, malamnya nanti nyambi reparasi elektro. Lumayan hasilnya bisa untuk uang saku. Semangatnya waktu itu, saya bisa menyalurkan hobi, bisa menghasilkan dan nggak ingin membebani orangtua,” terangnya.

Setelah menamatkan bangku SMA,  ia lantas memutuskan… (bersambung). Wardoyo