Beranda Daerah Sragen Ikatan Notaris Sragen Tegaskan Mulyani yang Dilaporkan ke Polisi Karena “Terlalu Nakal”...

Ikatan Notaris Sragen Tegaskan Mulyani yang Dilaporkan ke Polisi Karena “Terlalu Nakal” Adalah Makelar Sertifikat, Bukan Notaris Resmi!

Ilustrasi sertifikat
Ilustrasi sertifikat

SRAGEN– Kalangan notaris dan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) Sragen menegaskan bahwa oknum bernama Mulyani (37) yang disebut sebagai notaris dan dilaporkan atas dugaan penipuan penyertifikatan ke Polres Sragen beberapa waktu lalu, bukanlah notaris. Sebaliknya,  mereka tegas menyatakan bahwa perempuan asal Dukuh Tewel RT 32, Mojorejo, Karangmalang itu adalah makelar penyertifikatan.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Pengda Ikatan Notaris Indonesia (INI)  sekaligus Sekretaris Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Kabupaten Sragen, Tulus Dwi Mulyanto, Senin (5/3/2018). Kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , ia mengatakan bahwa kalangan notaris merasa perlu mengklarifikasi status Mulyani. Sebab yang bersangkutan tidak memiliki sertifikat dan Surat Keputusan (SK)  notaris resmi.

“Kami tegaskan sekali lagi bahwa dia (Mulyani)  itu hanya makelar penyertifikatan tanah. Kalau notaris atau PPAT resmi itu punya SK,  sertifikat dan kantor. Nah dia itu kantor ada tapi aktif enggaknya nggak tahu. Yang jelas dia enggak punya SK notaris. Jadi nggak bisa disebut notaris, ” paparnya.

Mewakili rekan sejawat notaris di Sragen, Tulus mengaku perlu meluruskan lantaran meledaknya laporan Mulyani yang mencatut nama notaris ke Polres itu telah memicu keresahan di kalangan notaris resmi. Menurutnya dengan mengaku dan menggunakan embel-embel notaris,  hal itu telah menodai dan mencoreng profesi notaris resmi.

Ia menyampaikan munculnya pemberitaan Mulyani sebagai notarisnakal” dikhawatirkan berimbas pada pemahaman publik yang barangkali bisa muncul persepsi menyamaratakan kinerja notaris seperti kelakuan Mulyani.

“Padahal notaris resmi itu bekerja ada kode etiknya.  Nggak sembarangan. Misalnya nggak boleh mengiming-imingi klien apalagi ngider menawari ke desa-desa atau warga. Yang namanya notaris itu disumpah. Kita di kantor, orang datang menyertifikatkan, ” jelasnya.

Baca Juga :  Tokoh Agama di Sragen Sepakat Jaga Kondusifitas Bersama Polres Sragen Selama Perayaan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025

Menurutnya cara kerja makelar seperti kelakuan oknum itu memang kebanyakan terjun ke lapangan dengan mengaku-aku sebagai notaris dan menjanjikan ke warga yang ingin menyertifikatkan tanahnya.

Karenanya,  pihaknya sangat mendukung laporan ke Polres tersebut. Bahkan ia juga berharap kasus itu bisa diusut tuntas karena merugikan profesi notaris secara umun.

Mencuatnya laporan kenakalan makelar itu justru diharapkan menjadi pintu pembuka bagi institusi atau instansi terkait agar memberantas praktik makelar dengan mengatasnamakan notaris tersebut.

“Kasus ini kejadiannya sama persis dengan yang pernah terjadi di Palembang. Sama, ngakunya juga notaris tapi ternyata makelar. Ini sangat berpotensi merugikan masyarakat karena ujung-ujungnya nanti bisa penipuan, ” jelasnya.

Tulus kemudian menyampaikan bahwa sekalipun notaris biasanya memiliki staff atau karyawan,  tapi mereka tetap dibekali dengan surat kuasa. Dan staff itu hanya membantu mengurus berkas yang disertai surat kuasa dari notarisnya.

“Dan staff nggak bisa menangani langsung apalagi menawarkan sendiri ke warga,” sambungnya.

Pernyataan Tulus itu dilontarkan menyusul pemberitaan tentang Mulyani (37) yang dilaporkan atas tuduhan menggelapkan sertifikat milik kliennya pada awal Februari silam

Mulyani yang selama ini diketahui bekerja dengan membawa nama sebagai notaris di kantor Dwi Astuti,  dilaporkan oleh Narno (62) asal Dukuh Golong RT 26/11, Desa Pelemgadung,  Karangmalang,  Sragen.

Kasus penggelapan itu bermula ketika korban meminta bantuan untuk penyertifikatan tanah kepada terlapor pada 31 Oktober 2011 silam.

Korban saat itu berniat mengurus pemecahan tiga sertifikat tanah atas nama PARTO PAIMAN dengan nomor HM: 3667,2780,1923 menjadi enam sertifikat tanah melalui terlapor (Mulyani).

Setelah terjadi kesepakatan harga,  terlapor meminta uang muka untuk pengurusan sertifikat sebesar Rp 3,5 juta yang disertai dengan bukti dua kuitansi.

Baca Juga :  DPRD dan Pemkab Sragen Sepakat Tidak ada Pengisian Perangkat Desa Selama Masa Transisi Bupati Sragen Mbak Yuni Ke Sigit Pamungkas

Kuitansi ditandatangani serta diterima oleh TS, suami terlapor pada tanggal 31 Oktober 2011. Kemudian tanggal 2 Juki 2015, terlapor kembali meminta uang sebesar Rp 7 juta dengan dalih biaya pengurusan sertifikat.

Uang itu diterima langsung oleh terlapor dan ada kuitansi yang ditandatangani terlapor.

Namun sejak dibayar biayanya,  hingga kini sertifikat tak kunjung jadi. Sementara terlapor selalu berkelit jika dimintai pertanggungjawaban. Kesal karena tak ada niatan baik menyelesaikan,  korban pun akhirnya nekat menempuh jalur hukum.

Korban mengalami kerugian tiga buah sertifikat tanah atas nama PARTO PAIMAN dengan Nomor HM: 3667,2780,dan 1923 dan total uang sebesar Rp 10,5 juta.

Di sisi lain,  laporan soal kelakuan terlapor yang tak beres dalam mengurus sertifikat,  ternyata juga bermunculan. Bahkan dari keterangan salah satu petugas BPN Sragen,  lebih dari 100an pengurus sertifikat lewat terlapor yang hingga kini juga resah lantaran tidak ada kejelasan.

Kapolres Sragen,  AKBP Arif Budiman membenarkan adanya laporan itu.  Menurutnya saat ini laporan masih didalami dan dilakukan penyelidikan terlebih dahulu. Wardoyo