KARANGANYAR- Karena kecewa dengan putusan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Semarang yang menjatuhkan putusan pembayaran Rekonvensi sebesar Rp 178 juta, Dwi Susilarto, salah satu PNS di lingkungan Pertanian Provinsi Jawa Tengah membayar gugatan dalam kasus perceraian dengan mantan isterinya. Menariknya, ia membayar dengan menggunakan uang recehan alias koin, Kamis (23/8/2018).
Uang itu dibayarkan ke Pengadilan Agama Karanganyar. Ratusan juta uang tersebut, dimasukkan ke dalam 14 karung, dengan total seberat 8,9 kwintal atau hampir 1 ton. Bahkan untuk membawa masuk ke ruang sidang Pengadilan Agama, harus menggunakan troly dorong.
Kepada wartawan, Dwi Susilarto, mengatakan, rinician recehan tersebut, terdiri dari koin pecahan Rp 1.000 sebanyak Rp 155 juta, pecahan kertas Rp 2 ribu, Rp 5 ribu, Rp 10 ribu, Rp 20 ribu, Rp 50 ribu, dan Rp 100 ribu sebesar Rp 23 juta.
“ Meski kecewa, saya tetap melaksanakan putusan Pengadilan Agama, tapi saya membayarnya dengan koin,” kata Dwi Susilarto, Kamis (23/08/2018).
Aksi pembayaran dengan koin ini sempat menarik perhatian pengunjung sidang bahkan sempat membuat petugas Pengadilan Agama dibuat repot. Pasalnya, baik penggugat maupun tergugat menolak menghitung jumlah uang didalam karung.
Bahkan antara Dwi Susilarto dengan penasehat hukum mantan isterinya, nyaris terjadi perkelahian. Aksi yang menjurus kekerasan ini dapat dilerai petugas.
Karena saling menolak, akhirnya penghitungan koin tersebut dilakukan oleh petugas dari Pengadilan Agama dan membebankan biya penghitungan kepada kedua belah pihak sebesar Rp 2,5 juta.
“ Saya tidak bermaksud menghina Pengadilan Agama. Sejak ada putusan resmi, saya mengumpulkan uang tersebut. Uang tersebut saya peroleh dari rekan-rekan saya yang perduli. Saya meminta bantuan karena uang saya kurang. Saya ini PNS, kan sudah tahu PNS golongan sekian gajinya sekian. Kok putusnya lebih tinggi dibanding tingkat pertama yang hanya Rp 43 juta,” ujar Dwi Susilarto.
Dijelaskannya, kasus ini bermula tahun 2009 lalu. Dwi digugat oleh mantan isterinya. Dalam putusan di Pengadilan Agama, Dwi harus membayar Rp 43 juta, dengan perincian, untuk pembayaran nafkah terutang sebesar Rp 27 juta, Mut’ah sebesar Rp 10 juta serta nafkah selama masa iddah (menunggu, red) sebesar Rp 6 juta.
Dalam putusan banding di Pengadilan Tinggi Agama Semarang, dengan nomer 106/Pdt.G/2018/PTA Smg tertanggal 28 maret 2018, majelis hakim justru memutuskan untuk membayar sebesar Rp 178 juta.
Dengan perincian Rp162 juta untuk nafkah terutang, Mut’ah sebesar Rp 10 juta serta nafkah selama masa menunggu sebesar Rp 6.000.000.
“ Saya merasa putusan ini tidak adil. Meski demkian, saya tetap melaksanakannya. Saya tidak mau berlama-lama lagi dalam urusan ini,” pungkasnya. Wardoyo