SRAGEN- Proyek Jembatan Gambiran di jalur protokol Sine, Sragen mengundang banyak sorotan di DPRD. Penetapan status darurat, mekanisme anggaran hingga penunjukkan rekanan pelaksana dinilai berpotensi melanggar aturan.
Sorotan itu mengemuka dalam pandangan fraksi terhadap Perubahan APBD 2018 yang disampaikan dalam sidang Paripurna DPRD, Rabu (12/9/2018). Dari lima fraksi yang ada di DPRD, hampir sebagian besar mempertanyakan pelaksanaan proyek Jembatan Gambiran yang dikerjakan mendahului anggaran tersebut.
Salah satunya Fraksi Golkar. Juru bicara fraksi ini, Muh Haris Effendi menyampaikam fraksi Golkar mempertanyakan beberapa hal terkait proyek Jembatan Gambiran yang ambles menjelang puasa dan saat ini masih dikerjakan tersebut.
“Yang kami tanyakan dasar hukum penetapan status darurat. Kemudian penganggarannya kenapa tidak menunggu APBD Perubahan. Serta kenapa pula pengerjaannya langsung ditunjuk rekanan melalui penunjukan langsung (PL) tanpa melalui lelang,” paparnya Rabu (12/9/2018).
Kemudian soal penetapan status darurat hingga kemudian muncul gagasan membangun mendahului anggaran, juga patut dipertanyakan. Haris menilai semestinya mengacu aturan, status darurat itu hanya bisa ditetapkan ketika sebelumnya sudah ada tanggap darurat terlebih dahulu.
“Kami melihat penetapan status darurat sehingga proyek ini dikerjakan mendahului anggaran itu perlu dipertanyakan. Sebab di Perpres 54/2010, penetapan keadaan darurat untuk sebuah proyek itu sudah ditentukan dan tidak sembarangan. Apalagi kami dengar kemarin yang menandatangani hanya Ketua DPRD dan Kepala DPU-PR saja tanpa ada pembahasan dengan Badan Anggaran atau unsur pimpinan lainnya. Yang kami khawatirkan, kalau kemudian status darurat itu tidak sesuai dengan aturan, lalu jadi temuan BPK dan ada lembaga yang mempersoalkan, pasti akan jadi masalah,” terangnya.
Sementara, Ketua Fraksi Amanat Demokrat Persatuan (ADP) juga menyoroti lewat pandangan fraksinya. Ia menyampaikan fraksinya juga mempertanyakan mulai dari penetapan status darurat, teknis penganggaran yang mendahului anggaran hingga pelaksanaannya.
“Yang dipertanyakan kenapa itu bisa ditetapkan kondisi darurat dan tidak layak. Padahal jembatan itu kalau memang darurat kan harusnya sudah tidak bisa dilewati. Mestinya tidak langsung mendahului anggaran, misalkan menunggu waktu penganggaran di APBD Perubahan saya kira masih memungkinkan,” tandasnya. Wardoyo