Boleh percaya boleh tidak. Dulu di Indonesia prrnah ada suku yang suka berburu kepala manusia. Salah satu tujuannya adalah untuk persembahan kepada leluhur dan juga sebagai mas kawin.
Mereka adalah masyarakat Naulu di Pulau Seram, Maluku. Lokasinya yang jauh dari pusat kota membuat masyarakat Naulu masih hidup secara tradisional.
Tidak seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, kebanyakan penduduk suku ini tidak memeluk agama apapun. Mereka memiliki kepercayaan yang telah diwariskan secara turun temurun.
Untuk bertahan hidup, penduduk suku Naulu akan berladang dan berburu. Masyarakat Naulu memiliki tradisi yang mengerikan bagi sebagian besar orang. Bagi mereka, berburu kepala manusia merupakan persembahan kepada nenek moyang. Tradisi inilah yang membuat suku Naulu dianggap sebagai suku primitif.
Mereka percaya bahwa tradisi ini wajib untuk dilakukan agar terhindar dari bahaya atau musibah. Selain itu, tradisi ini dianggap sebagai sebuah kebanggaan dan simbol kekuasaan.
Kepala manusia memiliki arti penting bagi suku ini. Maka, tidak heran bila kepala manusia juga dijadikan sebagai mas kawin ketika seseorang dalam suku Naulu akan menikah.
Pada zaman dahulu, raja suku Naulu menggunakan cara ini untuk memilih seorang menantu laki-laki. Sebagai bukti kejantanan, sang pria harus membawa kepala manusia sebagai mas kawin.
Persembahan kepala juga dilakukan saat penduduk mengadakan sebuah ritual Pataheri, ritual yang dilakukan sebagai perayaan atas dewasanya seorang anak laki-laki.
Bagi remaja yang berhasil memenggal kepala seseorang, mereka akan mengenakan ikat kepala merah sebagai simbol kedewasaan.
Tradisi ini sempat dinyatakan hilang pada awal tahun 1900-an. Namun, beberapa sumber mengatakan bahwa tradisi ini masih dilakukan hingga tahun 1940-an. Setelah bertahun-tahun, tradisi ini tidak lagi terdengar.
Hingga akhirnya, pada tahun 2005, ditemukan dua mayat tanpa kepala di kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah. Kedua mayat tersebut diidentifikasi bernama Bonefer Nuniary dan Brusly Lakrane, yang ditemukan dalam kondisi mengenaskan karena bagian tubuhnya telah dipotong-potong.
Seperti dikutip dari Tribun Jambi pada Rabu (17/10/2018), hasil penyelidikan menunjukkan bahwa keduanya dibunuh oleh Suku Naulu sebagai persembahan kepada leluhur.
Pelakunya merupakan warga dengan marga Sounawe, yang melakukan ritual ini untuk memperbaiki rumah adat mereka.
Kejadian ini membuat para pelaku mendapat hukuman yang cukup berat. Ketiga pelaku, Patti Sounawe, Nusy Sounawe, dan Sekeranane Soumorry dijatuhi hukuman mati. Sedangkan tiga pelaku lainnya, Saniayu Sounawe, Tohonu Somory, dan Sumon Sounawe dipenjara seumur hidup.
Sejak kejadian ini, lembaga hukum berusaha untuk melakukan sosialisasi kepada semua pihak tentang adanya hukuman tegas bagi tindakan pembunuhan.
Kini, tradisi penggal kepala telah dihapus dan tidak terdengar lagi adanya korban yang menjadi persembahan.#tribunnews