SRAGEN,JOGLOSEMARNEWS.COM – Polemik pembahasan revisi peraturan daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sragen Tahun 2011-2031 semakin memanas.
Sejumlah anggota DPRD dan mantan pimpinan DPRD 2014-2019 rame-rame mengendus ada ketidakberesan dan prosedur tak lazim telah terjadi dalam proses pengajuan Perda RTRW.
Polemik itu muncul menyusul terbongkarnya surat Berita Acara Kesepakatan Pengajuan Persetujuan Substansi Antara Pemerintah Kabupaten Sragen dengan DPRD Kabupaten Sragen tahun 2019. Surat itu terungkap saat rapat pembahasan perdana dua pekan silam dan langsung memantik hujan protes dari anggota Pansus.
Dalam surat tertanggal 6 Februari 2019 itu memuat isi bahwa pada hari Rabu tanggal 6 Februari 2019 telah dilakukan rapat pertemuan di ruang serbaguna DPRD antara Pemkab Sragen dengan DPRD Sragen terkait revisi Perda No 11 tahun 2011 tentang Rancana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2031.
Di dalamnya juga dijabarkan dengan memperhatikan 2 poin, kemudian menyatakan Pemkab dan DPRD menyepakati untuk melanjutkan proses revisi ke tahap selanjutnya yaitu permohonan persetujuan substansi kepada Kementerian Agraria Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional.
Surat itu ditandatangani Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati dan Ketua DPRD Sragen saat itu, Bambang Samekto.
Tak pelak kemunculan surat itu yang memuat kesepakatan dan rapat di ruang serbaguna itu, membuat DPRD periode kala itu dan saat ini terpilih kembali dan ikut duduk di Panitia Khusus (Pansus) Perda RT RW, berang bukan kepalang.
Pasalnya, mereka merasa tak pernah mengetahui dan ikut dalam rapat tanggal 6 Februari 2019 yang diklaim digelar di ruang serbaguna.
“Ini kan aneh. Padahal yang namanya DPRD itu kan kolektif kolegial. Kami selaku wakil ketua DPRD saat itu juga nggak pernah tahu ada rapat membahas Perda RTRW tanggal 6 Februari 2019 itu. Dan setelah kami cek, ternyata nggak pernah ada surat masuk, nggak ada jadwal rapat hari itu dan notulennya rapat dicari juga nggak pernah ada. Padahal di surat itu jelas bunyinya kesepakatan dengan DPRD Sragen dan ini sudah mencantumkan institusi DPRD, bukan personal. Semua wakil ketua juga nggak ada yang diberitahu dan ikut rapat,” papar mantan Wakil Ketua DPRD 2014-2019 asal Partai Golkar, Bambang Widjo Purwanto yang kini duduk sebagai anggota.
Bambang mensinyalir memang ada indikasi ketidakberesan dalam proses penandatanganan kesepakatan pengajuan revisi Perda RTRW itu.
Karenanya, pihaknya akan melawan dan membongkar semua ketidakberesan yang dinilai berpotensi membuat proses Perda RTRW nantinya bisa cacat hukum itu.
Ia mengungkapkan kejanggalan lain adalah munculnya surat permohonan konsultasi dan rekomendasi ke sejumlah institusi seperti Biro Pemprov Jateng, BIG, dan Kementerian ATR yang mengatasnamakan DPRD periode 2014-2019.
Padahal selama duduk di Wakil Ketua periode itu, dirinya sama sekali tak pernah dimintai izin, tandatangan atau persetujuan permohonan untuk konsultasi soal Raperda RTRW.
“Kami tahunya ketika tiba-tiba dari Biro Provinsi Jateng, sudah ada surat permohonan mengatasnamakan DPRD Sragen periode yang lalu. Meskipun yang tandatangan Ketua DPRD, pimpinan DPRD baik ketua dan semua wakil ketua harusnya tahu atau minimal diberitahu. Tapi ini tidak,” tukasnya.
Senada, Wakil Ketua DPRD asal PKB periode 2014-2019, Hariyanto juga menegaskan selama 5 tahun menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD, dirinya sama sekali tak pernah mengetahui ada surat masuk soal rapat RTRW.
Ia juga mengaku belum sekalipun diajak koordinasi maupun dimintai persetujuan oleh Ketua DPRD saat itu soal pengajuan konsultasi atau rekomendasi perihal Raperda RTRW.
Karenanya, ia juga kaget ketika Pansus tiba-tiba sudah disodori draft Perda RTRW lengkap dengan hasil rekomendasi beberapa pihak di pusat.
“Sama sekali kami (Wakil Ketua) nggak pernah diajak membahas, koordinasi, apalagi dimintai persetujuan soal surat terkait Raperda RTRW. Makanya kemarin pas membahas itu akhirnya ramai,” tukasnya.
Dugaan rapat siluman soal RTRW itu juga diungkapkan anggota Pansus RTRW dari PKB lainnya, Faturrohman.
Menurutnya, kemunculan surat kesepakatan Bupati dan DPRD tanggal 6 Februari 2019 itu memang sempat membuat Pansus saat ini, terenyak dan ramai-ramai memprotes.
“Di surat itu mengatasnamakan DPRD Sragen bahwa eksekutif mengajukan persetujuan atas nama Bupati yang isinya sudah digelar rapat tanggal 6 Februari 2019. Padahal Februari itu Pansus Perda RTRW belum terbentuk dan setelah dicek, ternyata di semua arsip nggak pernah ada jadwal rapat hari itu dan tak ada notulennya juga. Surat masuk dari eksekutif juga nggak ada. Ini yang membuat teman-teman kaget,” terangnya.
Anggota Pansus Raperda RTRW asal Golkar, Muh Harris Effendi, kepada JOGLOSEMARNEWS.COM juga menguraikan dari catatannya, setidaknya ada empat kejanggalan yang mengiringi proses penyusunan hingga pengajuan Raperda itu ke meja DPRD.
Di antaranya, pada saat pembahasan perdana di DPRD, sejumlah pihak terkait yakni Bappeda dan DLH tidak hadir. Padahal dua instansi itu dianggap strategis serta berperan terkait penentuan zonasi kawasan.
Kemudian sejumlah persyaratan rekomendasi dari atas seperti rekomendasi dari Badan Informasi Geospasial (BIG), dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) serta Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) juga sudah muncul.
“Padahal selama ini Pansus nggak pernah diajak atau dikoordinasi untuk berkonsultasi ke instansi dan institusi baik BIG, Kementerian ATR dan lainnya. Logikanya, mau merubah atau menentukan zona industri atau zona wilayah kan harusnya melalui proses dibahas dulu dan dikaji bersama, usulannya apa saja boleh atau tidak dari beberapa aspek. Tapi ini nggak ada pembahasan di badan legislatif, Pansus juga nggak pernah diajak rapat atau konsultasi. Tahu-tahu kok sudah ada surat masuk ke Kementerian ATR, KLH, Pemprov dan muncul rekomendasi-rekomendasi itu. Ini kan lucu, lha kapan konsultasinya dan pengajuan rekomendasinya?,” terangnya.
Terpisah, Ketua DPRD Sragen, Suparno mengatakan saat ini proses Perda RTRW sampai di tahapan studi banding dan konsultasi di Semarang.
Ia menyebut ada beberapa hal.yang harus dikonsultasikan lagi dan akan dilakukan akhir bulan ini. Setelah itu, baru disinkronisasikan.
“Insya Allah pertenhahan bulan Februari selesai,” kata dia dihubungi JOGLOSEMARNEWS.COM kemarin.
Perihal polemik munculnya surat dan rapat kesepakatan yang diduga tak pernah ada di awal 2019, Suparno menyebut pihaknya hanya fokus melanjutkan apa yang ada saat ini.
“Persoalan bagaimana prosesnya dulu, ya gimana ya. Pokoknya Pansus bekerja dasarnya rekomendasi ATR turun. Yang dipakai sebagai acuan kita, itu. Masalah prosesnya ATR itu, itu sudah yang dulu. Mekanisme ATR itu pengajuan kepala daerah dan Ketua DPRD. Diajukan, terus turun. Kami hanya melihat sisi bahwa Perda RTRW ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hajat hidup masyarakat banyak,” ulasnya.
Terpisah, saat dikonfirmasi, mantan Ketua DPRD Sragen 2014-2019 yang kini duduk sebagai Ketua Fraksi PDIP, Bambang Samekto, gagal dimintai keterangan perihal dugaan rapat siluman dan proses penandatanganan kesepakatan dengan bupati tanggal 6 Februari 2019 itu.
Saat dihubungi via telepon, juga tidak bersedia mengangkat. Wardoyo